KAIRO – ASFA Foundation bersama Universitas Al-Azhar, KBRI Kairo dan IKPM Cabang Kairo mengadakan seminar nasional dengan tema: Kiprah Alumni Al-Azhar di Indonesia, Peluang dan Tantangan, di Al-Azhar Convention Center, Ahad (6/8).
Seminar dihadiri oleh sekitar 2500 mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di Al-Azhar.
Hadir sebagai narasumber seminar: Rektor UNIDA Gontor, Prof. Dr. KH. Hamid Fahmi Zarkasyi; Ketua Dewan Pengawas Syariah Lazis ASFA KH. Anang Rikza Masyhadi, M.A., Ph.D yang juga sebagai Wakil Ketua Komisi Pendidikan dan Kaderisasi MUI Pusat; Wakil Duta Besar KBRI Kairo Dr. M. Aji Surya; Sosiolog alumni Al-Azhar dan Australia Dr. Andri Rosadi, Lc., M.A; dan praktisi hukum BJP Dr. (Cand) Awal Chaerudin.
Baca juga: LAZIS ASFA LUNCURKAN BEASISWA DI UNIVERSITAS AL-AZHAR KAIRO
Sebelumnya, didahului dengan beberapa keyspeech dari tokoh-tokoh nasional dan Al-Azhar, antara lain: Ketua ASFA Foundation Komjen Pol (P) Dr. Syafrudin Kambo, Rektor Al-Azhar Prof. Dr. Salamah Daud, Penasehat Grand Syaikh Al-Azhar Urusan Mahasiswa Asing Prof. Dr. Nahlah Suaidy, Sekjen Akademi Riset Islam Al-Azhar Prof. Dr. Nadhir Ayyadh, Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar yang juga Mantan Rektor Al-Azhar Prof. Dr. M. Husein Mahrasawi, dan Duta Besar RI Dr. Lutfi Rauf.
Ketua ASFA Foundation Syafrudin Kambo dalam keynote speech-nya mengingatkan tentang peluang dan tantangan bangsa Indonesia menghadapi bonus demografi pada 2030 hingga 2045. Karenanya, menurutnya, pemuda hari ini memiliki nilai strategis karena merekalah yang nanti akan mengisi ruang-ruang peran kebangsaan pada 2045 itu.
Dalam konteks itulah, ia sangat berharap para alumni Al-Azhar dapat mengambil peran dan kiprah strategis bagi Indonesia masa depan.
Syafrudin menegaskan bahwa ASFA Foundation salah satu fokusnya adalah pengembangan sumber daya insani bangsa Indonesia. Ribuan beasiswa yang diberikan kepada mahasiswa di berbagai perguruan tinggi di dalam maupun di luar negeri adalah kader-kader pesantren yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sumber daya insani di masa depan.
Sementara itu, Prof. Hamid menjelaskan tentang worldview Islam yaitu tentang cara pandang Islam terhadap kehidupan. Menurutnya, hal ini sangat fundamental sebagai dasar berpikir dan menganalisis fenomena kehidupan modern dari sudut pandang nilai-nilai Islam.
Baca juga: Lembaga Zakat Dan Wakaf Nigeria Kunjungi Tazakka
Worldview Islam juga penting untuk mencegah generasi muda muslim terpapar paham liberalisme, radikalisme, pluralisme, sekulerisme dan aneka paham yang merusak yang bersumber dari luar ajaran Islam. Menurutnya, ajaran Islam sangat kompatibel dengan semangat kemajuan, tetapi setiap kemajuan yang dicapai tidak boleh tercerabut dari nilai dan ajaran Islam. “Jangan anti kemajuan, tetapi juga jangan kehilangan jati diri sebagai seorang muslim, mukmin dan muhsin” tandasnya.
Dalam konteks itu, Prof. Hamid mengharapkan para alumni Al-Azhar yang memiliki dasar ilmu pengetahuan Islam mampu mengambil peran lebih besar dalam dakwah dan pencerahan kepada umat dan bangsa.
Sementara itu, Kiai Anang memaparkan tentang sejarah ulama-ulama nusantara dahulu yang menuntut ilmu di Al-Azhar Kairo sejak lebih dari 2 abad yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan sosiologis dan keilmuan bangsa Indonesia dengan Al-Azhar telah terjalin sejak lama dan berlanjut hingga kini dengan adanya ribuan mahasiswa Indonesia yang belajar di Al-Azhar.
Kiai Anang mengingatkan bahwa para alumni Al-Azhar memiliki peran penting dan strategis di tanah air, dari sejak masa pra kemerdekaan hingga sekarang ini. Kiprah dan kontribusi alumni Al-Azhar di tanah air tak bisa dibilang kecil, kiprah mereka tersebar dalam dunia dakwah dan pendidikan, ekonomi, politik, sosial dan kemanusiaan.
Kiai alumnus Al-Azhar itu juga mengingatkan bahwa yang paling penting bagi mahasiswa Al-Azhar saat ini adalah menyiapkan diri ketika nanti kembali ke tanah air dapat membawa ide dan gagasan segar untuk bangsanya. Sebagaimana ulama-ulama alumni Al-Azhar dahulu ketika kembali ke tanah air membawa gagasan dan pergerakan.
Baca juga: Santri Tazakka Adakan Perfotoan Bersama
Ia mencontohkan berdirinya Lazis ASFA dan Lembaga Wakaf ASFA, idenya terinsipirasi dari Al-Azhar yang selama lebih dari sepuluh abad tetap eksis dan terus memberi beasiswa kepada seluruh dunia melalui gerakan wakafnya. Seperti halnya ribuan madrasah, sekolah dan pesantren yang didirikan dan dikelola oleh para alumni Al-Azhar yang mengajarkan wasatiyah Islam, idenya dari Al-Azhar. “Ide, gagasan, bahkan konsep dan gerakan wakaf Al-Azhar yang mampu menopang pendidikan selama sepuluh abad sangatlah fenomenal dan menginspirasi dunia hingga sekarang, maka mestinya alumni Al-Azhar lebih fasih menerjemahkan gagasan dan konsep itu di tanah air” lanjutnya.
Doktor lulusan Suez Canal University itu kemudian menghimbau agar alumni Al-Azhar pulang membawa ilmu, wawasan dan pengalaman, bukan sekedar membawa kitab. “Pulang ke tanah air jangan sekedar membawa kitab yang banyak, tetapi juga membawa ilmu yang banyak, sebab tidak semua yang membawa kitab akan membawa ilmu” tandasnya.
Di tempat yang sama, Wakil Dubes Dr. Aji Surya mengatakan bahwa peluang alumni Al-Azhar untuk mengambil peran dan kiprah dalam diplomasi internasional sangatlah terbuka lebar. Bahkan, ia berharap para alumni Al-Azhar ada yang akan menekuni bidang diplomasi, karena menurutnya hal ini bagian dari dakwah di era global.
Sementara itu, sosiolog Dr. Andri Rosadi dalam menjabarkan tentang sosiologi bangsa Mesir dan Indonesia. Menurutnya, bangsa Indonesia beruntung karena kawasan yang dihuninya memiliki sejarah panjang keharmonisan interaksi agama-agama besar dunia, mulai dari Hindu, Budha, Islam, Katolik, Protestan, Kong Hu Cu, plus berbagai agama dan kepercayaan lokal. Heterogenitas ini telah berlangsung selama berabad-abad dan membentuk software toleransi, inklusifitas dan saling menghormati yang sangat dalam pada bangsa ini.
Baca juga: Tazakka Gelar Apel Tahunan
Dari sisi pluralitas ini, menurutnya, pilihan untuk studi di Al-Azhar juga menemukan momentum karena Mesir adalah juga negeri yang sangat plural secara historis. Fase Firaun-Koptik diikuti dengan kedatangan bangsa Yunani, Romawi, Arab, Kaukasus dan kemudian Eropa; sisi Asia dan Afrika yang membelah Mesir juga memberikan warna tersendiri. Dalam konteks inilah, pengalaman studi di Mesir seharusnya bisa memperkaya cara pandang setiap mahasiswa Al-Azhar untuk dibawa ketika kembali ke tanah air.
Lebih lanjut, sosiolog alumni Al-Azhar itu mengatakan bahwa Indonesia terbentuk hasil fusi dari puluhan kesultanan Islam. Sebagai melting pot, warna Islam yang dianut oleh mayoritas anak bangsa akan tetap terasa. Setiap upaya yang mendiskreditkan Islam dan mempertentangkannya dengan bangsa ibarat menyaring gula dari secangkir teh manis. Oleh sebab itu, mahasiswa Al-Azhar harus memainkan peran penting dalam proses pemaknaan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konsep-konsep dominan yang cenderung pejoratif, seperti nasionalis vs relijius harus didekontsruksi agar lebih tepat dan kontekstual. Nasionalisme milik seluruh anak bangsa, lawannya adalah trans-nasionalis, bukan relijius; sementara kelompok relijius seharusnya dipertentangkan dengan kaum liberal-sekuler.
Baca juga: KAJIAN AHAD PAGI SPESIAL BERSAMA QORI’ DARI MESIR
Di bagian akhir, BJP Awal Chaerudin mengajak para pemuda sebagai generasi penerus bangsa perlu mempersiapkan diri dengan baik. Karena menurutnya tantangan di masa depan sangat berat. Ia berharap alumni Al-Azhar dapat terus berperan mencerahkan kehidupan beragama umat Islam di Indonesia dan ikut memajukan bangsa dengan langkah-langkah positif yang merekatkan dan menyatukan bangsa.
ASFA Foundation melalui Lazis ASFA menyalurkan 250 beasiswa kepada mahasiswa Indonesia yang studi di Al-Azhar untuk tingkat S1, S2 dan S3. Beasiswa itu diprioritaskan bagi para kader pesantren dan lembaga pendidikan Islam, sehingga selesai studi mereka akan kembali ke pesantren dan menguatkan kelembagaan dan mutu pendidikan di pesantren. @hilmi