Selain wakaf aset, wakaf dengan uang dan wakaf manfaat, ada pula jenis wakaf lain yaitu wakaf profesi. Sebelum dijelaskan tentang wakaf profesi, ada baiknya diulas kembali secara singkat jenis-jenis wakaf sebelumnya.
Wakaf aset adalah wakaf berupa barang atau benda tak bergerak seperti tanah, tegalan, sawah, kebun dan lain sebagainya. Pewakif memberikan asetnya kepada nadzir untuk dikelola bagi kepentingan umat.
Sedangkan wakaf dengan uang adalah wakaf dalam bentuk uang tunai dari seorang wakif kepada nadzir. Nadzir kemudian dapat membelanjakan uang tunai tersebut untuk keperluan membangun sarana ibadah, pendidikan atau sosial dalam konteks kepentingan umat.
Wakaf manfaat sebetulnya adalah turunan langsung dari wakaf aset. Seorang wakif yang memiliki aset harta tak bergerak tidak mewakafkan asetnya, namun mewakafkan nilai kemanfaatan dari aset tersebut. Jadi, yang diwakafkan bukanlah asetnya namun kemanfaatan dari aset tersebut.
Sedangkan wakaf profesi adalah wakaf dalam bentuk keahlian atau profesi dari seseorang kepada nadzir. Dr. Mustafa Dasuki dari Al-Azhar University, Kairo pernah menyatakan bahwa wakaf profesi sejatinya adalah wakaf manfaat, yaitu manfaat jasmani (waqf manafi'ul abdan).
Wakaf ini memang tidak dikenal pada zaman Rasulullah SAW, sebagaimana halnya zakat profesi pun tidak dikenal. Sebab, dalam fiqh klasik zakat hanya mengatur setidak-tidaknya atas logam (emas, perak dan uang kertas), barang tambang, atau peninggalan kuno, barang dagangan, tanaman dan buah-buahan, serta binatang ternak.
Lalu bagaimana dengan zakatnya dokter, arsitektur, konsultan, pegawai, notaris dan profesi-profesi lain? Maka, mengacu pada makna ayat 267 dari surat Al-Baqarah: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah di jalan allah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu…", sebagian ulama kontemporer merumuskannya menjadi zakat profesi.
"Sebagian dari usahamu yang baik-baik" dalam ayat tersebut dimaknai sebagai ragam profesi kontemporer yang terus berkembang. Karena pada zaman Rasul belum diatur zakatnya para profesional tersebut. Zakat profesi adalah 2,5% dari penghasilan dalam setahun yang telah mencapai nishab (senilai kurang lebih 85 gram emas). Karena sifatnya sebagai zakat, maka hukumnya pun wajib; berdosa bagi yang meninggalkannya.
Namun, wakaf profesi tidaklah wajib, hanya sangat dianjurkan karena merupakan bentuk sedekah yang sangat dianjurkan dalam agama. Karena sifatnya yang tidak wajib, maka tidak ada ketentuan baku persentase dan lain sebagainya. Untuk memperjelas gambaran wakaf profesi, maka berikut ini beberapa contoh wakaf profesi.
Arsitek atau insinyur dapat mewakafkan keahliannya guna membantu mendesain dan mengawasi jalannya pembangunan sarana prasarana umat, misalnya pembangunan pesantren, rumah sakit, panti asuhan, perumahan guru, dan lain sebagainya. Ia mewakafkan ilmu dan keahliannya untuk kepentingan dimaksud tanpa mendapat imbalan materi sebagaimana lazimnya. Arsitek mewakafkan desain gambar bangunan, sedangkan insinyur sipil mewakafkan keahliannya untuk mengawasi jalannya pembangunan. Di Pondok Modern Tazakka wakaf ini telah diterapkan.
Demikian pula profesi dokter yaitu dengan mewakafkan keahliannya di bidang medis kedokteran untuk membantu melayani kesehatan santri, guru, dan masyarakat. Melalui Tazakka Medical Center yaitu klinik kesehatan pratama milik pondok, telah ada beberapa dokter yang mewakafkan profesinya; ada yang sifatnya rutin 2 jam dalam seminggu, namun ada pula yang sifatnya lepas yaitu siap membantu pondok dalam bidang medis dan kedokteran kapan saja diperlukan. Beberapa kali dalam setahun para dokter mengadakan pemeriksaan dan pengobatan gratis, dan melakukan general check-up untuk santri-santri baru.
Demikian pula halnya dengan profesi notaris atau pejabat pembuat akta tanah. Mereka dapat mewakafkan kompetensi dan profesinya dengan cara membuatkan akta notaris atau sertifikat tanah wakaf secara cuma-cuma, baik sifatnya sebagian atau seluruhnya. Beberapa orang notaris yang aktif dalam forum-forum pengajian mulai menerapkan wakaf profesi ini, yaitu dengan membuatkan sertifikat wakaf atau akta yayasan bagi sekolah-sekolah Islam, masjid, dan lembaga-lembaga sosial umat.
Pejabat pemerintah pun dapat melakukan wakaf profesi ini. Yaitu wakaf dalam bentuk kebijakan atau keputusan dalam ruang lingkup kewenangannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memberikan kemudahan bagi pengembangan pondok. Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, Camat, Kepala Desa, termasuk Kapolres, Dandim, Kepala Pengadilan, Kepala Kejaksaan, Ketua DPRD, dan lain-lain melalui keputusan dan kebijakannya memberi fasilitas kemudahan administrasi atau keputusan-keputusan kenegaraan untuk kepentingan bagi pondok.
Beberapa profesi lain pun tak kalah semaraknya dalam gerakan wakaf ini: konsultan bisnis, konsultan keuangan, trainer-trainer, maupun yang lain-lain yang tak mungkin disebutkan satu per satu di sini. Bahkan, tak ketinggalan wakaf profesi sesungguhnya bisa pula diberlakukan terhadap Pimpinan Pondok.
Jika wakaf profesi ini diikuti oleh berbagai kalangan seperti yang beberapa diantaranya disebutkan di atas, maka selain terjalinnya sinergi dan kolaborasi antar elemen umat, hal demikian dapat pula menjadi potensi besar umat.
Yayasan-yayasan Islam, pondok pesantren dan lembaga-lembaga keumatan lainnya harus dapat mendekati mereka agar terlibat aktif dan berperan penting dalam memajukan umat. Para ulama mesti terus-menerus memberikan pencerahan dan pembinaan agar mereka memahami hakekat wakaf ini dengan baik.
"Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk" (Qs. Yasin [36]: 21)
Rasulullah SAW bersabda: "Jika anak cucu Adam mati, terputuslah segala amalnya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya" (HR. Muttafaq alaih).
_(bersambung ke…7)