Jika berkaca kepada kehidupan zuhud yang dilakukan Rasulullah SAW, maka beliau mengajarkan bahwa zuhud yang benar adalah memiliki harta, namun menginfakan hartanya itu di jalan Allah SWT.
Sayangnya, banyak ulama sekarang justru menikmati zuhud dengan kemiskinan, sehingga sering kali malah merepotkan masyarakat.
Mustinya, ulama harus kuat dan harus bisa menjadi rujukan penyelesaian masalah umat. Sebab, kaum ulama itu memberi, memberi dan memberi! Ulama selalu menjadi teladan. Ulama jangan cuma bisa berdoa, akan tetapi harus pula bekerja keras.
Siapa bilang Rasulullah SAW hidup miskin? Buktinya, setiap hari, Rasulullah SAW memberi makan tidak kurang dari 300 orang sahabat. Lalu berapakah kekayaan Rasulullah jika dihitung dengan nilai hari ini? Kekayaan Rasulullah SAW setara dengan 1.462.000 gram emas.
Karena itu, umat Islam harus kuat dan menguasai ekonomi. Setiap mukmin dituntut menjadi orang kaya supaya ia bisa menyempurnakan keislamannya. Jadilah mukmin yang berinfak, mukmin yang berzakat, mukmin yang berwakaf, mukmin yang menunaikan ibadah haji dan mukmin yang tangannya selalu terbuka menolong kesulitan saudaranya. Setiap mukmin, apalagi ulamanya, harus mencita-citakan gambaran hidup seperti itu.
Berkali-kali Al-Quran dan Hadits menekankan tentang keutamaan orang-orang yang berjihad dengan hartanya. Bagaimana jadinya jika semua mukmin hidupnya miskin? Bisakah memenuhi perintah dan anjuran Allah SWT dan Rasul-Nya?
Islam memuji harta, bukan mencelanya. Contoh ayat: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak laki-laki, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah ke senangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Qs. 3: 14). Artinya, ayat tersebut menegaskan pada kita bahwa harta harus diraih, akan tetapi pemanfaatannya disalurkan pada jalan yang benar, sesuai yang dituntunkan sendiri oleh Allah dan Rasul-Nya.
Seperti kisah tentang shabat Usman bin Affan RA, ketika ia hendak membeli sebuah sumur besar milik orang Yahudi, yaitu sumur Ruumah di Madinah. Dimana kala itu, sumber-sumber air sebagian besar dikuasai orang-orang Yahudi, termasuk sumur Ruumah yang terbesar. Ketika, kaum muslimin dipersulit Yahudi dalam mendapatkan air dari sumur-sumur itu. Lalu Rasulullah mengumumkan bahwa barang siapa yang berani membeli sumur-sumur itu, maka Rasulullah SAW yang akan menjadi penjaminnya untuk masuk surga.
Sayyidina Usman bin Affan RA langsung menyambut tawaran Rasulullah SAW. Awalnya si Yahudi meminta harga yang sangat tinggi, namun Sayyidina Usman langsung setuju. Tapi, saat akan dibayar, si Yahudi malah menaikan harga lebih tinggi lagi, namun Sayyidina Usman pun menyetujuinya. Begitu seterusnya hingga Yahudi menaikan harga berkali-kali. Namun yang luar biasa, ia terus mengiyakannya setiap kenaikan harga itu.
Akhirnya si Yahudi menyerah dan sepakat dengan harga yang telah dinaikan beberapa kali. Malah, dia terheran-heran dengan sikap Sayyidina Usman yang ternyata di luar dugaannya berani dengan kenaikan harga itu. Lalu si Yahudi Tanya: “wahai Usman, sebetulnya jika engkau sabar sedikit saja dan bertahan dengan harga awal, saya pun akan memberikannya, namun engkau ini bodoh mau dengan harga kenaikan berkali lipat yang saya minta”
Sayyidina Usman menjawab: “Yang bodoh adalah engkau, karena engkau tidak mengetahui hakikat perniagaan yang sesungguhnya (yang dimaksud oleh Sayyidina Usman adalah bahwa perniagaan yang sesungguhnya adalah dengan Allah) “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.” (Qs. 9: 111)
Setelah terbeli, Usman RA pun mewakafkan sumur itu kepada kaum muslimin. Dan malam itu, semalam suntuk, Rasulullah SAW tak henti-hentinya mendoakan sahabatnya,
Usman bin Affan RA.
Selain Usman bin Affan RA, masih ada banyak sahabat kaya yang membelanjakan hartanya di jalan Allah. Sebut saja, sahabat Abu Bakar As-Shiddiq RA, Umar bin Khattab,
Abdurrahman bin Auf, Abu Thalhah dan masih banyak lagi. Lantas, siapakah muslim hari ini yang mau mengikuti dan meneladani jejak para sahabat Rasul yang mulia itu?
Umat Islam harus kuat dan menguasai ekonomi. Setiap mukmin dituntut menjadi orang kaya supaya ia bisa menyempurnakan keislamannya. Jadilah mukmin yang berinfak, mukmin yang berzakat, mukmin yang berwakaf, mukmin yang menunaikan ibadah haji dan mukmin yang tangannya selalu terbuka menolong kesulitan saudaranya.