Sebuah ungkapan mutiara mengatakan: "Jika orang telah mati dikatakan mati adalah hal seharusnya, orang mati dikatakan hidup adalah syahid, tetapi jika ada orang hidup disebut mati, maka itulah musibah terbesar dalam hidupnya."
Orang mati tetapi hakekatnya hidup adalah para syuhada. "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki". (Qs. Ali Imran [3]:169)
Salah satu ciri kehidupan adalah pergerakan. Manusia hidup yang tidak bergerak laksana seorang mayit. Pergerakan hidup maknanya adalah produktifitas. Maka, orang hidup yang tidak produktif sama dengan mayit. Biasanya, orang produktif atau orang dengan produktifitas yang tinggi adalah orang-orang yang sibuk. Tidak ada pengangguran yang produktif. Oleh karenanya, kesibukan harus melahirkan produktifitas, karena tidak semua kesibukan itu melahirkan produktifitas.
Seperti sibuk menggunjing, tidaklah produktif. Seorang pengangguran yang sibuk mengkhayal dan menerka-nerka nomor undian berhadiah juga tidaklah produktif. Pemuda-pemudi yang setiap harinya sibuk pacaran, ke sana kemari hanya hura-hura, percayalah, demikian itu tidak akan melahirkan produktifitas.
Jika ada yayasan, atau lembaga pendidikan, yang pengurusnya rapat berjam-jam, tetapi isinya menggunjing orang lain, bertengkar dan gaduh, bukan bagaimana mengevaluasi diri dan merumuskan langkah strategis ke depan, apakah seperti itu bisa melahirkan produktifitas?
Pejabat atau pemimpin negeri yang sibuk bertengkar rebutan kekuasaan dan tidak fokus pada program menyejahterakan masyarakat, selain merupakan tindakan memalukan, sungguh hal itu bukanlah suatu tindakan yang produktif.
Para ulama yang sibuk memperdebatkan khilafiyah juga dapat menurunkan produktifitasnya dalam berdakwah. Sebab, bahasan khilafiyah itu telah dikupas secara detail dan mendalam oleh para imam madzhab dan ulama-ulama setelahnya selama lebih dari 13 abad. Maka, jika terdapat khilafiyah sebetulnya tinggal merujuk saja kepada pandangan-pandangan ulama-ulama madzhab terdahulu.
Umat janganlah dihadap-hadapkan atas dasar madzhab, tetapi berilah pemahaman, penjabaran dan pencerahan tentang pendapat-pendapat yang ada dengan sikap 'tasamuh' (toleransi) menyikapi perbedaan. Tugas ulama sekarang adalah merumuskan hukum-hukum baru yang dahulu belum pernah terjadi dan tidak terdapat dalam kitab-kitab klasik para ulama, sambil melakukan langkah-langkah strategis, terukur dan terpola dalam memajukan umat dan bangsanya melalui gerakan-gerakan dakwahnya.
Jika para ulama terdahulu sangatlah produktif melahirkan karya-karya berupa kitab-kitab klasik yang luar biasa yang hingga kini selama berabad-abad kita tak henti-hentinya mengkajinya, maka pertanyaannya adalah karya apakah yang telah dan akan dilahirkan oleh ulama-ulama sekarang untuk generasi yang akan datang?
Marilah kita introspeksi diri, jangan-jangan kita ini termasuk yang sibuk tetapi tidak produktif? Sudahkah ke-sibukan kita ini melahirkan produktifitas? Tiap hari sibuk beraktifitas, apa yang sudah dihasilkan? Apakah kesibukan kita membuahkan karya yang bisa diwariskan kepada generasi penerus? Jangan sampai seorang mukmin melewati hari-harinya tanpa produktifitas, sehingga tidak menghasilkan karya apapun yang bisa diwariskan dan dimanfaatkan oleh orang lain.
Seorang mukmin hidupnya harus dipenuhi dengan kesibukan yang produktif. Allah saja menyatakan Diri-Nya sibuk: "Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan." (Qs. Ar-Rahman [55]: 29)
Kesibukan Allah diantaranya adalah mendengar semua keluhan dan permohonan hamba-Nya, karena semua yang ada di langit dan di bumi meminta kepada-Nya. Allah sibuk mengatur rezeki; sibuk memuliakan dan menghinakan suatu kaum; sibuk menciptakan dan memutuskan takdir para hamba-Nya, dan kesibukan-kesibukan Allah yang lainnya yang tak terhingga. Inilah salah satu sifat Allah yang harus kita teladani.
"Maka apabila kamu telah selesai mengerjakan suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain." (Qs. Alam Nasyrah [94]:7) Sebagian kaum muslim belum memahami dan melaksanakan kandungan ayat ini, karena sebagian mereka beranggapan: apabila telah selesai mengerjakan suatu urusan, bersantai-santailah, atau istirahatlah. Padahal, menurut perspektif ayat ini, istirahat itu bukan berhenti dari mengerjakan sesuatu, melainkan bergantinya suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya, atau beralihnya suatu kegiatan ke kegiatan lainnya. Inilah ayat yang mendorog pada kesibukan yang produktif.
Sudahkah kesibukan kita ini melahirkan produktifitas? Tiap hari sibuk beraktifitas, apa yang sudah dihasilkan? Apakah kesibukan kita membuahkan karya yang bisa diwariskan kepada generasi penerus?
Berikutnya:
Silaturahim Madamat Tazakka ke Gontor