Terkadang seseorang ingin mewakafkan sebagian kekayaannya, namun tidak dalam bentuk barang atau uang tunai sebagaimana lazim diketahui umum. Dalam kondisi seperti ini seseorang dapat berwakaf melalui kemanfaatan atau hasil dari suatu kekayaan yang dimilikinya.
Dalam pandangan Madzhab Maliki disebutkan contoh wakaf seperti ini, sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. Wahbah Zuhaili dalam kitabnya
yang masyhur, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu: Seseorang yang punya rumah atau sebidang tanah kemudian disewakan kepada orang lain untuk satu tempo tertentu, lalu dia mewakafkan hasil dari penyewaan itu kepada pihak lain yang berhak (nadhir wakaf).
Madzhab Maliki mendasarkan pendapatnya pada dalil dari Hadis Rasulullah SAW. Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab RA mendapatkan tanah di Khaibar, kemudian dia bertanya, “Wahai Rasulullah, aku mendapatkan tanah di Khaibar, aku belum pernah sama sekali mendapatkan harta sebaik ini, apa yang engkau perintahkan kepadaku?” Rasulullah SAW bersabda, “Jika kau ingin, kau bisa menahan (mewakafkan) tanah itu dan menyedekahkan hasil dari tanah itu.” Maka Umar menyedekahkan penghasilan dari tanah tersebut. (HR. Jamaah)
Dalam hadis di atas ada indikasi menyedekahkan dari hasil tanah tersebut, sementara kepemilikan barang yang diwakafkan tetap ada dalam tanggungjawab orang yang mewakafkan (pemilik aslinya).
Kisah lain adalah tentang Abdurrahman bin Auf RA. Sahabat Rasul yang kaya raya ini memiliki beberapa rumah besar yang salah satunya dikhususkan sebagai tempat penginapan bagi tamu-tamu Rasulullah. Jadi, rumahnya tetap milik Abdurrahman bin Auf RA, namun ia mewakafkan kemanfaatannya.
Dalam perkembangan modern, wakaf seperti ini seringkali disebut dengan wakaf manfaat (waqful manaafi’). Wakaf manfaat adalah wakaf berupa manfaat atau hasil dari suatu barang, produksi, jasa atau suatu investasi. Wakaf jenis ini dapat bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu yang ditentukan sendiri oleh wakif kepada nadhir, atau bersifat abadi, dan itu lebih utama.
Hotel Grand Zam-zam di Makkah yang sangat indah, persis di depan Masjidil Haram, dengan jam terbesar di dunia bertengger di puncaknya, adalah contoh wakaf manfaat, karena hasilnya diwakafkan kepada Masjidil Haram dan Masjid Nabawi terutama untuk menunjang pemeliharaan dan pengembangan kedua masjid kebanggaan umat Islam dunia itu. Di depan hotel itu tertulis dalam bahasa Arab, yang artinya: Wakaf Raja Fahd bin Abdul Aziz untuk Kedua Masjid Suci.
Maka, misalnya saja seseorang atau beberapa orang yang memiliki usaha rumah sakit atau penginapan (hotel) dapat pula berwakaf dengan cara seperti ini. Yaitu mewakafkan hasil dari pendapatan beberapa kamar rumah sakit atau penginapan untuk jangka waktu tertentu atau selamanya. Misalnya: “Saya wakafkan hasil atau keuntungan dari dua kamar rumah sakit saya ini, yaitu kamar 202 dan 203, kepada Yayasan Tazakka selama 3 tahun…”.
Demikian pula, pengusaha perkebunan atau pertanian juga dapat berbuat hal serupa. Yaitu mewakafkan hasil perkebunan atau hasil pertaniannya kepada pihak tertentu selaku nadhir, baik bersifat abadi maupun temporer. Bisa juga ditentukan, misalnya yang diwakafkan hanya hasil perkebunan tebu saja, sementara perkebunan yang lain tidak. Atau bisa juga ia mewakafkan hasil perkebunan dari luas lahan 2 ha (yang ditentukan) sementara sisa lahan perkebunannya tidak.
Pengusaha SPBU pun dapat berwakaf dengan cara yang sama. Misalnya, SPBU memiliki 10 selang pengisian bahan bakar, kemudian pemilik mewakafkan satu atau dua selang, baik sifatnya yang abadi maupun temporer. Yang diwakafkan adalah hasil bersih setelah dikurangi modal. Jadi, yang diwakafkan bukan aset SPBU-nya, akan tetapi yang diwakafkan adalah hasil dari beberapa selang saja. Itulah wakaf manfaat.
Demikian pula untuk pengusaha rental mobil atau bus. Misalnya, dari 10 unit mobil atau bus rental yang disewakan, dia mewakafkan hasil dari sewaan satu unit mobil atau bus. Sekali lagi, dia tidak wakafkan asetnya atau mobilnya, akan tetapi manfaatnya yang diwakafkan.
Disamping itu, termasuk dalam kategori wakaf manfaat ini adalah wakaf hasil dari dana simpanan di bank. Seseorang mewakafkan manfaat atau hasil dari sejumlah dana simpanannya di bank kepada pihak tertentu untuk jangka waktu tertentu. Dana simpanan dimaksud bisa dalam bentuk tabungan, deposito, investasi, dan bentuk dana mengendap lainnya di rekening bank. Nah, wakif dapat mewakafkan bagi hasil (nisbah) dari dana simpanan tersebut.
Jadi, yang diwakafkan adalah hasilnya, bukan barangnya: hasil dari sewa kamar hotel, kamar rumah sakit, hasil perkebunan, hasil SPBU, rental mobil atau bus, dan bagi hasil dana simpanan. Pondok Modern Tazakka masih akan terus mengembangkan metode-metode wakaf, karena meyakini bahwa sesungguhnya potensi wakaf umat sangat dahsyat jika dikelola dengan baik dan benar.
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai….” (Qs. Ali Imran [3]: 92)
SPBU memiliki 10 selang pengisian bahan bakar, kemudian pemilik mewakafkan satu atau dua selang, baik sifatnya yang abadi maupun temporer. Yang diwakafkan adalah hasil bersih setelah dikurangi modal.
Jadi, yang diwakafkan bukan aset SPBU-nya, akan tetapi yang diwakafkan adalah hasil dari beberapa selang saja. Itulah wakaf manfaat.