Tajarrud; KH. Hasan Abdullah Sahal

Tajarrud; KH. Hasan Abdullah Sahal

Abraham Lincoln pernah mengatakan, “Kalau Anda ingin mengetahui watak seseorang, berilah ia kekuasaan.”Abraham Lincoln sebenarnya hanya­ anak seorang petani kacang yang tinggal di Kentucky, tapi dia kemudian menjadi seorang pengacara dan ahli perundang-undangan. Karirnya terus memuncak hingga ia diangkat menjadi Presiden Amerika Serikat ke-16. Itulah

kata-katanya, hampir sama dengan Al-Qur’an dan Hadis. Dalam al-Qur’an, kekuasaan bisa menjadi fitnah, musuh, dan penggoda bagi umat manusia. Maka, hati-hati!

Nah, kepemimpinan yang paling tepat terkandung dalam istilah ar-ra’id, ar-ra’is, dan ar-ra`i. Jadi, pimpinan tidak boleh meninggalkan umatnya. Ia Harus bisa mengasuh kebersamaan, bersama dengan yang diasuh, bersama yang dipimpin. Ia mempunyai kepemimpinan yang baik, manajemen yang baik, dan memiliki inisiatif yang baik. Inilah kepemimpinan yang kita ajarkan, dan itu islami.

Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.” (QS At-Taghabun:14)

Ayat ini mengajak kita agar supaya berhati-hati, selalu waspada. Barangkali Anda pernah mendengar kata Tajarrud? Tajarrud bermakna melepaskan diri, mencopot diri, mengupas diri minal aghradh ad-dunyawiyah as-safihah, ad-daniyyah, ar radzilah (dari kepentingan duniawi yang hina, rendah, nista).

Dalam Ilmu Sharf ada yang disebut fi’l mujarrad. Fi’l mujarrad artinya ma salima minaz ziyadah (kata kerja asli yang tidak disisipi huruf tambahan). Artinya, secara bahasa, bertajarrud berarti melepaskan diri dari tambahan-tambahan, melepaskan diri dari keduniaan yang pendek.

Dalam sekian banyak ayat, Allah SWT berfirman:

“Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu, dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Yasin: 21).

“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS Al-Insan: 9).

“Haikaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku.” (QS Hud: 51).­

Nah, dalam menjalankan kekuasaan, pemimpin mesti memiliki prinsip tajarrud. Tajarrud dilakukan secara bertahap, tidak boleh drastis, mutlak-mutlakan atau menyakitkan, yang akhirnya yang dipimpin tidak mau dipimpin. Segala sesuatu ada waktunya, ada tempatnya.

Inilah pendidikan. Saya ingatkan, kita mendidik bukan sesuai dengan UNESCO. Learning to know, learning to do, learning to live together, learning to be, ini sesuai dengan UNESCO. Pondok ini berdiri lebih dulu daripada UNESCO. Pondok ini berdiri sebelum berdirinya PBB. Alhamdulillah kita sudah lebih dahulu dengan pola pendidikan yang sesuai dengan persyaratan dan kriteria mereka.

Saya ingatkan terus bahwa zionisme ingin menguasai dunia dengan segala cara, dengan harta, tahta, wanita, senjata, dan sebagainya. Orang yang pintar menindas yang bodoh, orang yang kaya menindas yang melarat dan miskin, orang yang besar menindas yang kecil, orang yang kuat menindas yang lemah. Ketika besar mereka menindas, ketika kecil mereka licik. Itulah Bani Israil yang dipimpin oleh steering comitte yang namanya zionisme.

Tahapan tajarrud ala Nabi Yusuf Bani Israil itu berasal di Timur Tengah.­ Bapaknya adalah Nabi Ya’qub. Anaknya banyak sekali dan hanya satu yang benar, yaitu Nabi Yusuf (selain Benyamin yang lebih kecil, ed). Inilah nasib kita, umat Islam. Ibarat Nabi Yusuf yang dimusuhi oleh saudara-saudaranya. Tapi akhirnya mereka bersujud.­

Dalam proses perjalanannya, Nabi Yusuf kecil sempat dikucilkan, dibuang kedalam sumur, dijual dengan harga murah, bahkan kemudian dipenjara selama bertahun-tahun. Tapi dengan ketulusan dan kesabarannya, Nabi Yusuf keluar dari penjara dan masuk ke istana sebagai menteri yang disegani raja dan dicintai rakyat.

…Kepemimpinan yang paling tepat terkandung dalam istilah ar-ra’id, ar-ra’is, dan ar-ra`i. Jadi, pimpinan tidak boleh meninggalkan umatnya. Ia Harus bisa mengasuh kebersamaan, bersama dengan yang diasuh, bersama yang dipimpin. Ia mempunyai kepemimpinan yang baik, manajemen yang baik, dan memiliki inisiatif yang baik. Inilah kepemimpinan yang kita ajarkan, dan itu islami.