Saya pernah bertanya kepada seseorang yang saya kenal baik dan kebetulan dia seorang ustadz. Dia bercerita, ada orang yang naik pohon kelapa. Sesampainya di atas, arit yang dibawanya jatuh ke tanah. Lalu orang itu mengucapkan “Alhamdulillah”. Lho, artinya jatuh dari pohon kok malah mengucapkan “Alhamdulillah”? Padahal arit itu mau digunakan untuk mengambil buah kelapa atau memotong dahannya. Saya bertanya kepada ustadz tersebut, Ustadz apakah boleh mengucapakan ‘alhamdulillah’ untuk hal itu? Harusnya kan mengucapkan “innalillah wa inna ilaihi raji’un” atau “astagfirullah al a’zhim.” Dengan nada enteng ustadz itu menjawab, “mengatakan ‘Alhamdulillah’ dimana saja boleh.”
Saya berpikir kok boleh? Kenapa mengatakan ‘Alhamdulillah’ untuk hal seperti itu boleh? Ternyata sejelek-jeleknya nasib orang kalau masih mengatakan “Alhamdulillah” berarti dia masih mempunyai Allah, mempunyai pujaan. Jangan sampai manusia tidak mempunyai pujaan. Penyakit manusia yang tidak memiliki pujaan adalah memuja dirinya sendiri. Memuja dirinya sendiri adalah takabbur (sombong) dan bentuk dari korupsi sifat-sifat Allah ta’ala.
Orang yang masih mengharapkan pujaan dari orang lain itu musyrik shaghir, asy-syirkul asghar (syirik kecil) ini bagi orang yang masih butuh dipuji ya, bukan berarti dipuji itu tidak bolehkan. Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai orang yang berbuat baik lalu dipuji. Apakah pahalanya di akhirat kelak masih ada atau tidak? Jawabnya, itu termasuk pahala muqaddam, pahala yang didahulukan. Dan kelak nanti di akhirat dia masih tetap akan mendapatkan pahalanya.
Jadi tidak salah kita beramal shalih dan kita berbuat baik lalu orang lain memuji kita. Itu tidak apa-apa. Kalau kita berbuat baik bertujuan untuk dipuji atau ingin dipuji itu syirik asghar namanya. Perbuatan baik seperti ini tidak ada gunanya, seperti omong kosong, fatamorgana, sarab, mega, sayap, yang tidak ada apa-apanya. Di dalam al-Quran dikatakan:
“Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS. Ibrahim [14]: 18)
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. An-Nuur[24]: 39)
Itulah perumpamaan perbuatan orang-orang kafir, ibarat fatamorgana atau bahasa jawanya amun-amun. Fatamorgana itu seperti angin berombak-ombak di tengah padang pasir. Orang kafir, orang yang tidak percaya kepada Allah, pasti menyesal karena ia dimintai pertanggungjawaban, maka ia berkata ingin menjadi pasir. “Pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: Alangkah baiknya Sekiranya dahulu adalah tanah.” (QS. An-Naba[78]: 40)
Orang kafir, meski ia memberi beasiswa kepada ribuan orang, meski mengobati ribuan orang sakit sampai sembuh, meski mengaspal jalan ribuan kilometer, dan meski memberi makanan ribuan orang dalam ribuan hari, dia tidak mempunyai jatah sejengkal pun di surga. Ini gunanya Laa Ilahaa Illallah. Harus betul-betul inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil a’lamin. Ini harus dipraktikan, dipakai, dan diwujudkan. Ini bukan nasihat saya. Tapi ini adalah bacaan kamu yang harus kamu pakai untuk dirimu dan kamu praktikan lillahi rabbil a’lamin.
Saya makan, berpakaian, berjalan, menghormati guru, menjawab soal-soal dalam ujian, dan sebagainya lillahi rabbil a’lamin. Ini tidak ada di luar Islam. Inilah keistimewaan Islam dan pesantren.
Perhatikan baik-baik, pesantren tidak berada di bawah PBB, UNESCO, ASEAN, Republik Indonesia, Kemendikbud atau Kemenag atau gubernur. Di atas kita hanya Allah dan di bawah kita hanya tanah atau bumi, dan kita akan kembali ke tanah.
Sebelumnya:
MEMAKNAI KEMABRURAN HAJI