Tazakka – Tradisi mudik lebaran seharusnya digunakan oleh kaum muslimin sebagai forum penyemaian nilai-nilai kebaikan dan kebenaran pada keluarga dan masyarakat di kampung halaman. Inilah saat yang tepat untuk melakukan infiltrasi budaya kebaikan, di saat semua keluarga dan handai taulan saling berkumpul dan bersilaturahim.
Jangan sampai momentum mudik lebaran bersama keluarga malah menjadi semacam pembibitan virus-virus kejahatan, hedonisme, sekulerisme, liberalisme dan virus-virus destruktif lainnya. Apalagi mudik dijadikan ajang hura-hura dan pamer kekayaan. Ini lebih tepatnya disebut mudik kekanak-kanakan.
Saya menghimbau kepada seluruh umat muslim Indonesia, mari jadikan silaturahim mudik lebaran sebagai forum konsolidasi kekuatan kebaikan dan untuk mendiskusikan ide-ide kebaikan dan gagasan-gagasan besar untuk umat dan bangsa di masa depan. Di mulai dari lingkungan keluarga, agar silaturahimnya bernilai positif dan produktif, bukan silaturahim yang tanpa makna.
Jangan sekedar kumpul-kumpul lalu bicara kosong dan tak berguna. Bicarakanlah dengan santai dan hangat tentang masa depan pendidikan anak cucu, tentang strategi pengembangan ekonomi keluarga, bahkan mungkin juga tentang situasi mutakhir kondisi sosial politik keumatan dan kebangsaan. Tentu, dengan tingkat penyerapan dan artikulasi yang beragam, dan dalam suasana cair penuh kekeluargaan.
Mudik bukan sekedar silaturahim, fisik ketemu fisik. Akan tetapi lebih dari itu gunakanlah sebagai ajang silatul-fikr (tukar-menukar fikiran), silatul-iqtishad (kerjasama ekonomi), dan terutama sekali adalah silatul-qulub (hubungan hati dan batiniah antar keluarga dan handai taulan).
Gunakanlah pula momentum mudik bersama keluarga besar untuk melakukan proses penyadaran dan pencerahan tentang orientasi hidup yang benar. Menyadarkan orangĀ bermacam-macam caranya: ada yang cukup dengan isyarat saja; ada yang harus memakai mauidhoh hasanah; ada yang harus berdebat terlebih dahulu (jidal). Bahkan, ada yang harus dengan cara keras menasehatinya.
Ada yang cukup sekali diberitahu langsung sadar; ada yang perlu berulang-ulang hingga ratusan kali. Maka, menanamkan dan menyadarkan nilai-nilai kebaikan janganlah lelah dan bosan. Sebab, tugas kita hanyalah menyadarkan, soal apakah orang lain sadar atau tidak hal demikian itu masuk kategori hidayah Allah.
Yang penting kita tidak boleh lelah memberikan penyadaran; meskipun kadang berhasil atau gagal. “Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan ayat-ayat Allah.” (Qs. [3]: 20) “Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.” (Qs. [5]: 99)
Maka dari itu, orang baik tidak boleh lelah mendakwahkan kebaikannya. Orang benar tidak boleh bosan mendakwahkan kebenarannya. Demikian pula orang yang penyabar tidak boleh mutung menyabarkan orang lain. Inilah yang disebut dengan orang solih dan muslih.
Orang muslih adalah orang yang kesalehannya dapat menyalehkan orang lain, bukan sekedar saleh untuk dirinya sendiri. Rasulullah SAW, para sahabat, tabiin, dan generasi salafus-saleh berikutnya, jika hanya berhenti pada kesalehan pribadinya saja, maka yakinlah bahwa kebaikan dan keagungan Islam tidak akan pernah sampai kepada kita hari ini. Dengan demikian, fungsi risalah Islam menjadi tidak ada artinya.
Mengapa.orang-orang saleh harus terus memelihara kesalehannya dan dituntut menyebarkan kesalehannya pada orang lain? Karena orang-orang jahat pun sangat gigih menebarkan kejahatannya. Maka, orang baik harus mencari pengikut sebanyak-banyaknya, seperti halnya orang jahat yang terus mencari mangsa untuk dijadikan sekutu. Maka, jangan sampai mudik justru meninggalkan virus kesesatan yang akan tumbuh pasca mudik itu.
Setan tugasnya hanya satu: mencari teman sebanyak-banyaknya untuk menemaninya di neraka. Maka, cara apapun dilakukan setan untuk menggoda manusia karena targetnya adalah sebanyak-banyaknya pengikut. Inilah sesumbar setan dan iblis di hadapan Allah: “Kemudian aku akan mendatangi mereka (manusia) dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Qs. [7]: 17)
Kita harus bekerja keras dengan sepenuh hati, dengan totalitas dan keikhlasan yang tinggi dalam mendidik dan menyalehkan masyarakat, terutama anak-anak muda sebagai generasi penerus umat dan bangsa. Datangi mereka dari depan, belakang, kanan, kiri, atas dan bawah supaya mereka benar-benar berada di barisan orang-orang yang solih dan muslih. Jangan kalah sama semangatnya setan. Maka, orang baik, orang saleh dan orang yang berada di jalan kebenaran harus kuat iman dan mentalnya.
Pemimpin yang baik dan saleh harus kuat supaya tidak mudah diintervensi oleh bisikan-bisikan jahat. Orang-orang kaya yang baik dan saleh harus kuat, supaya kekayaannya membawa manfaat bagi masyarakat, bukan malah membawa malapetaka. Demikian pula orang-orang berilmu harus kuat, supaya ilmunya tidak malah digunakan untuk menghancurkan dirinya dan masyarakatnya.
Saatnya pejabat yang baik, aparat yang baik, orang kaya yang baik dan orang-orang yang berilmu yang baik, bersatu dan bersinergi menjadi sebuah kekuatan untuk melawan segala bentuk kejahatan dan kemungkaran. Jangan kalah dengan orang-orang jahat yang terus bersekutu dalam kejahatannya.
Kebaikan harus menjadi gerakan umat, tidak sekedar berhenti pada kebaikan individu. Pemimpin muslim yang baik harus bisa menggunakan kekuasaannya untuk menggerakkan kebaikan dan menjadikannya sebagai budaya masyarakat.
Semua pesan itu, mari kita sisipkan dalam silaturahim mudik lebaran bersama keluarga besar di kampung halaman.
KH. Anang Rikza Masyhadi, MA
Pengasuh Pondok Modern Tazakka Batang Jateng
www.tazakka.or.id
Sebelumnya:
Filosofi Sholat Jama’ahBerikutnya:
Where are You Going To?