Mesir & Syaikhul Azhar

Mesir & Syaikhul Azhar

JAKARTA – Syaikhul Azhar, Prof. Dr. Ahmad At-Thoyyib untuk kedua kalinya hadir kembali ke Indonesia. Sebelumnya pada 2016 lalu. Syaikhul Azhar sebelum beliau juga tercatat pernah berkunjung ke Indonesia: Syaikh Abdul Halim Mahmud pada dasawarsa 1970an, Syaikh Jadul Haq, Syaikh Thantowi dan terakhir Syaikh Ahmad Thoyyib.

Semua Syaikhul Azhar yang datang ke Indonesia adalah atas undangan Presiden RI, atau minimal Wakil Presiden. Sebab, demikianlah protokolernya. Syaikhul Azhar dalam Konstitusi Mesir adalah setingkat dengan Perdana Menteri. Kunjungan ke berbagai negara lainnya pun demikian, hampir semuanya yang mengundang adalah presiden atau kepala negara. 

Penyambutan, penerimaan dan seremonilnya pun menyesuaikan kedudukannya layaknya seorang kepala negara. Datang dengan pesawat khusus dengan rombongan besar, disambut oleh presiden atau kepala negara setempat, keamanan paspamres yang melekat standar kepala negara, dan lain sebagainya yang semuanya adalah standar protokoler penyambutan dan pengamanan setingkat kepala negara.

Bahkan, tiap kali kunjungan ke Indonesia beberapa departemen terkait semuanya terlibat sibuk: mulai dari kemenlu, kemenag, setpres, setwapres, paspampres, polri, tni, dan kementerian terkait. Penyambutan di bandara pun, bukan saja oleh pejabat Indonesia, tapi juga para duta besar negara-negara Islam pun ikut menyambut.

Luar biasa! "Ini yang datang adalah seorang ulama, pemimpin tertinggi di Al-Azhar, tetapi layaknya seorang kepala negara", gumam Kyai Anang Rikza. 

Itulah hebatnya Mesir dan Al-Azhar. Keduanya bagaikan dua sisi mata uang: tidak bisa dipisahkan. Bicara Mesir, ya Al-Azhar. Bicara Al-Azhar ya Mesir! Begitu. Padahal, keduanya secara "geneologi" sedikit berbeda: Al-Azhar adalah swasta penuh!

Institusi Al-Azhar saat ini bukan saja sebagai lembaga pendidikan an sich, dengan Universitas Al-Azharnya yang masyhur yang telah berusia 1000 tahun lebih. Tapi, Al-Azhar telah menjadi institusi keagamaan Islam dunia, yang reputasi dan otoritasnya telah mengglobal. Itu karena kiprahnya dalam pengabdian pada ilmu dan peradaban Islam pada masyarakat dunia sepanjang 1000 tahun lebih.

Maka, tidak berlebihan jika Syaikhul Azhar yang merepresentasikan Al-Azhar identik dengan Syaikhul Muslimin yang merepresentasikan kaum muslimin. Memang, dalam tradisi Islam kontemporer sekarang ini tidak ada kepemimpinan keagamaan spt dalam tradisi kepausan di Vatikan. Tetapi, secara "urfy", secara kultur, posisi dan wibawa Syaikhul Azhar amat sangat besar di hati kaum muslimin seluruh dunia. 

Kyai Anang salut pada Mesir, yang menempatkan Syaikhul Azhar sedemikian tingginya dalam Konstitusinya. Sehingga, memaksa negara lain untuk menghormatinya layaknya menghormati Perdana Menteri atau Presiden Mesir.

Mesir memang sepantasnya melakukan hal demikian itu pada sosok Syaikhul Azhar. Adakah di dunia Islam lain yang negaranya bisa memaksa negara lain menghormati dan memposisikan ulamanya seperti halnya sang kepala negara atau presidennya? Bagaimana dengan Indonesia?

Ahlan wa sahlan wa marhaban ya Syaikhul Azhar. Selamat datang kembali di Indonesia.

الأزهر عاصمة الثقافة الإسلامية في العالم

Al-Azhar: Pusat Kebudayaan Islam Dunia

الأزهر المرجعية الأولى للمسلمين في العالم

Al-Azhar: Referensi Utama Kaum Muslimin di Seluruh Dunia

@anang-rikza-masyhadi

Jakarta, 30 April 2018