Konon, Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA pernah mengungkapkan(wallahu a'lam): "Barangsiapa hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka ia adalah orang yang beruntung. Barangsiapa hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia adalah orang yang merugi. Dan barangsiapa hari ini lebih buruk daripada hari kemarin, maka ia adalah orang yang terlaknat."
من كان يومه خيرا من أمسه فهو رابح. ومن كان يومه مثل أمسه فهو مغبون. ومن كان يومه شرا من أمسه فهو ملعون
Motivasi dari menantu RasululLaah SAW tersebut nampaknya masih relevan. Jika ingin beruntung, jadilah orang yang hari ini lebih baik daripada kemarin. Inilah inti pesan ajaran Islam yang sesungguhnya, yaitu selalu mendorong umatnya untuk maju.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah disiapkannya untuk hari esok; dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Qs. [59]: 18)
Jadi, setiap muslim harus introspeksi terus apa yang telah diperbuatnya untuk masa depannya. "Hari esok" dalam ayat tersebut mengandung makna: hari esok yang dekat yaitu dunia, dan hari esok yang jauh yaitu akhirat.
Artinya, kaum muslimin harus menyiapkan diri agar sukses masa depannya baik di dunia maupun di akhirat.
Maka, jika ada orang muslim yang hari ini sama saja dengan hari kemarin, ia termasuk orang yang merugi. Karena harusnya bisa lebih baik, sebagaimana diwasiatkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA tadi. Jika sama saja berarti tidak ada kemajuan, statis dan sama saja dengan tidak ada pergerakan.
Apalagi hari ini lebih buruk daripada hari kemarin. Sayyidina Ali mengategorikannya sebagai orang yang terlaknat (mal'un). Mengapa?
Misalnya, jika ada orang muslim yang ibadahnya hari ini lebih buruk daripada kemarin, ia adalah orang yang terlaknat. Demikian pula jika pengetahuan dan ilmunya tidak bertambah malah berkurang. Atau, jika hari ini tidak lebih shaleh daripada hari kemarin. Atau, jika kebaikannya juga tidak lebih baik daripada hari kemarin.
Karena dengan demikian ia tidak mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan. Maka, pantaslah jika Sayyidina Ali menyifatinya sebagai terlaknat.
Menyambut tahun baru hendaknya setiap orang melakukan perenungan akan hal ini. Hura-hura tahun baru tidak ada maknanya, dan bahkan bisa dikatakan sebagai tindakan 'norak' (konyol) jika ternyata hal itu tidak membuat kita menjadi semakin baik, apalagi malah cenderung destruktif. Anak-anak muda harus berpikir jernih bagaimana menyiapkan masa depannya daripada hura-hura yang tidak ada manfaatnya.
Semoga tahun depan kita menjadi pribadi yang selalu beruntung, yaitu yang hari-harinya semakin bertambah baik dalam segala hal.
Sebelumnya:
Mewujudkan Mimpi Pesantren Antar BangsaBerikutnya:
Kelas 6 Jalani Ujian Akhir