Perhelatan pemilihan presiden 2014 dengan dua pasang kontestan saat ini tengah meramaikan obrolan masyarakat di semua lapisan. Ada yang pro dan kontra; masing-masing memiliki argumennya sendiri untuk mendukung calonnya.
Kepemimpinan dalam pandangan Islam termasuk sesuatu yang penting. Dan
memilih pemimpin termasuk pula dalam urusan yang mendapat perhatian utama. Bahkan, Rasulullah SAW memerintahkan jika dalam suatu perjalanan terdapat dua orang atau lebih, hendaknya mengangkat salah seorang untuk menjadi pemimpinnya.
Apalagi memimpin negara yang cakupannya jauh lebih luas daripada sekedar perjalanan dua atau tiga orang. Maka, memilih dan menentukan siapa pemimpin yang tepat adalah sebuah keniscayaan.
Akan tetapi, sekarang ini untuk menilai pemimpin yang baik dan yang buruk nampaknya sulit, karena pengaruh media dan opini-opini yang terkadang menyesatkan. Yang baik bisa jadi nampak buruk, dan yang buruk bisa jadi nampak baik. Oleh karenanya, kita dituntut untuk mencermatinya dengan seksama dan obyektif.
Maka, jangan memilih calon pemimpin hanya karena terpesona pada hasil survei atau elektabilitasnya saja, karena itu bisa jadi palsu dan tidak substantif. Agama mengajarkan agar kita jangan terjebak pada “yang nampak di permukaan saja” tanpa memperhatikan sesuatu yang lebih penting yaitu tentang kemampuan, visi masa depan, jaringan internasional, menejerial, dan lain sebagainya, termasuk yang tidak kalah pentingnya adalah mempertimbangkan kesalehannya.
Allah menegaskan: “Apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum terpesona. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka” (Qs. Al-Munafiqun [63]:4)
Ayat tersebut mengingatkan kita agar tidak terkecoh oleh penampilan lahiriahnya saja tanpa meneliti betul karakter dan kemampuan calon pemimpin. Maka, kenalilah, dalamilah, dan ikuti terus watak serta tingkah polah para calon pemimpin kita, agar jangan cuma ikut-ikutan atau latah karena pengaruh media.
Jangan bodoh dan mau dibodohi. Kita harus cerdas dan tegas menentukan pemimpin negeri ini, yaitu pemimpin yang diyakini bisa mengelola potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia yang luar biasa ini; pemimpin yang bisa menggerakkan potensi 240 juta manusia; serta pemimpin yang disegani dunia karena wibawa dan keberaniannya.
Aksi dukung mendukung capres dan cawapres, biarlah itu menjadi dinamika masyarakat Indonesia saat ini, namun hendaknya tetap dalam koridor keumatan dan kebangsaan. Artinya, boleh berbeda pendapat dan berdebat panjang tentang calonnya masing-masing, tetapi hal itu tidak perlu harus mengorbankan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan).
Isu capres dan cawapres jangan sampai mencabik-cabik rasa persaudaraan umat yang telah terbina sekian lama, yang telah dengan susah payah kita menjaganya dari masa ke masa. Apalagi jika isu dan aksi dukung mendukung itu dilakukan bukan dengan nalar sehat dan obyektifitas pemikiran yang matang, melainkan sekedar ajakan nafsu dan emosional saja.
“Kemudian mereka menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). (Al-Muminun [23]: 53)
Siapapun kelak yang akan memimpin Indonesia, dia haruslah orang yang mengerti dan menghayati betul kemajemukan bangsa ini serta potensi yang terkandung di dalamnya. Ia harus mampu mensinergikan seluruh potensi dan kekuatan bangsa ini dan mengelolanya menjadi suatu modal yang kokoh bagi kemajuannya di masa depan.
Dan yang tak kalah pentingnya, ia harus mampu menjadi Presiden Indonesia, bukan presidennya partai, kelompok tertentu, atau apalagi sekedar menjadi ‘pesuruh’nya agen-agen asing. Ia haruslah seorang yang tegas dan berani. Indonesia harus berdaulat dan mandiri.
Ia harus mampu menjadi Presiden Indonesia, bukan presidennya partai, kelompok tertentu, atau apalagi sekedar menjadi “pesuruh”nya agen-agen asing. Ia haruslah seorang yang tegas dan berani. Indonesia harus berdaulat dan mandiri.
Berikutnya:
Contoh Pakaian Di PM Tazakka