Agus Djamil adalah penulis buku Al-Quran dan Lautan, seorang geo-saintis yang sejak 1998 bekerja di Brunei. Beliau berkesempatan mengunjungi Pondok Modern Tazakka untuk memberikan ceramah tentang Al-Quran dan Lautan. Di sela-sela kunjungannya beliau juga mengapresiasi Pondok Modern Tazakka serta mendorong para santri untuk mendalami geo-sains sehingga dapat melahirkan santri yang saintis dan saintis yang santri.
Berikut transkrip petikan wawancara wapemred KorMin Tazakka, sesaat setelah ceramah beliau tentang
Al-Quran dan Lautan di Masjid Az-Zaky (10/12):
Bagaimana bapak mengartikan laut?
Kalau kita mendengar tentang laut, yang terbersit adalah ikan. Padahal harusnya di dalamnya terkandung potensi luar biasa. Kira-kira 92% masyarakat kita tinggal di kepulauan dan pasti terkait dengan laut. Bila ditilik lebih dalam di Al-Quran, ada banyak hal yang dapat digali dari laut. Pangan, kapal, sumber daya alam dan keuntungan yang diperoleh dari laut itu merupakan hal-hal yang dapat digali dari laut. Ini semua sebenarnya sudah tercatat di dalam Al-Quran, tinggal dipelajari dan digali maknanya saja. Contohnya, dalam salah satu bagian dinyatakan laut yang di dalam tanahnya ada api. Nah itu artinya di dalam laut ada energi yang tersimpan. Dari hasil penelitian, ternyata gunung berapi paling banyak berada dalam laut, ada puluhan ribu yang berada di lautan Pasifik dan Hindia, di pulau Jawa saja terdapat lebih dari 50 gunung berapi. Maka sumber kelautan merupakan aset luar biasa yang belum banyak digali manusia. Justru oleh sebagian orang, laut ditahayulkan dengan aneka ragam dongeng mistik yang jauh dari kemanfaatannya. Kesadaran untuk mengembangkan potensi laut seharusnya sejak dini ditanamkan pada generasi muda, para peserta didik yang akan menjadi pewaris alam semesta ini kelak.
Bagaimana anda bisa mengatakan bahwa belajar kelautan dari Al-Quran?
Dari 6.236 ayat Al-Quran, sedikitnya ada 40 ayat yang secara khusus membicarakan laut, lautan, dan kelautan. Pada beberapa tempat, kata laut yang digunakan dimaksudkan secara simbolis untuk menunjukkan keluasan, terutama dalam konteks pemikiran dan ilmu pengetahuan. Lebih dari itu, ayat-ayat Al-Quran tentang lautan ini menunjukkan kepada kita bahwa konstatasi Al-Quran tentang lautan ternyata banyak memiliki kesesuaian dengan hasil observasi dan temuan ilmu pengetahuan modern bidang kelautan. Tetapi tidak semua temuan sains modern sejalan dengan pernyataan Al-Quran. Jika demikian, bagaimana kita menyikapi dua sumber penjelasan tersebut?
Dengan pendekatan “paralelistik”, saya dalam buku Al-Quran dan kelautan mencoba mencari kesejajaran atau paralelitas antara fakta-fakta empiris temuan sains dan ayat-ayat Al-Quran. Hasilnya? Adalah temuan sains dan ayat Al-Quran sesungguhnya menyajikan penjelasan yang saling melengkapi dalam memahami dan menyingkap misteri alam, terutama lautan.
Secara garis besarnya, saya menemukan ayat-ayat tersebut menginformasikan bahwa laut adalah sumber daya potensial. Air (laut) dan tanah merupakan dua sumber senyawa makhluk hidup. Komponen biologis manusia misalnya, tak luput dari kedua sumber tersebut. oleh karenanya, dapat disimpulkan kalau ingin mendalami kelautan, sebelum belajar yang lainnya, lebih baik kita mengkaji Al-Quran terlebih dahulu.
Tentang kelautan di Indonesia, bagaimana seharusnya?
Indonesia untuk survival di masa yang akan datang akan sangat bergantung kepada lautan, tidak saja sebagai sumber protein yang melimpah, bahan-bahan obat, dan juga sebagai sumber energi yang tidak akan pernah habis. Indonesia saat ini boleh dikatakan memiliki hutang, namun kekayaan alam Indonesia lebih banyak, ¼ kekayaan alam Indonesia sudah bisa membayar hutang negara.
Selain itu, Indonesia adalah tempat paling strategis bagi kepentingan pelayaran dunia, misalnya letak Selat Malaka, Selat Lombok, dan Selat Makassar.
Selat Malaka sendiri merupakan salah satu jalur laut yang terpadat di dunia. Suatu tantangan bagi penduduk Riau, dan kawasan pesisir timur Sumatra, mengapa potensi yang sangat luar biasa ini hanya bisa diraih oleh Singapura yang arealnya kecil. Mengapa Riau hanya bisa jadi penonton dan menguntungkan Singapura, bahkan ‘melukai diri sendiri’ dengan menjual pasir dan kerikil untuk menimbun rawa-rawa di kawasan Jurong Singapura untuk disulap menjadi sentra kawasan industri yang melayani industri kelautan dan perminyakan dunia.
Saya mengusulkan kepada bangsa ini agar paradigma pembangunan Indonesia yang berbasis daratan digeser ke paradigma pembangunan yang berbasis kelautan. Bukankah Indonesia adalah negara kepulauan yang terbesar di muka bumi di mana luas lautan sekitar lima kali luas daratan?
Bangsa ini sebenarnya sungguh dahsyat, tetapi sayang rakyat dan pemimpinnya belum cukup cerdas dan peka dalam membaca potensi lautan ini. Maka, untuk menebus keteledoran ini, saya mengusulkan agar masalah kelautan dimasukkan dalam kurikulum sekolah dari tingkat SD sampai SMA. Siapa tahu generasi yang akan datang menjadi terbelalak matanya untuk memanfaatkan potensi lautan yang tak ternilai itu. Sebagai kelanjutannya adalah agar Angkatan Laut harus melebihi kekuatan Angkatan Darat sebagai akibat logis dari pergeseran paradigma pembangunan nasional: dari darat ke lautan.
Subhanallah, menarik sekali, lalu apa yang harus kita lakukan?
Penciptaan laut seharusnya disyukuri dengan cara menjaga dan menjadikan sebagai sumber daya yang berguna. Mensyukuri membutuhkan ilmu pengetahuan yang memadai. Tanpa ilmu pengetahuan yang memadai, sumber potensi kelautan tidak akan bisa tergali maksimal untuk kemakmuran jagat raya ini.
Selain itu, mari kita kembali bersendi kepada Al-Quran. Kembali mempelajari Al-Quran dan mengamalkannya. Ada dua aspek yang kita pelajari dari Al-Quran, yaitu aspek spiritual. Aspek ini merupakan dzikir yang mencapaikan kita menjadi muslim yang rahmatan lil-alamin. Aspek kedua adalah aspek intelektual. Al-Quran mengandung ungkapan-ungkapan yang mengarahkan kita untuk berfikir. Berfikir menggunakan dua hal, pertama otak yang akan mengasah kecerdasan kita dan daya kreatifitas. Yang kedua berfikir menggunakan hati, qalbu yang akan selalu menjaga kita dengan selalu berakhlak baik, memiliki rasa dan adab yang Islami.
Apa kesan pertama Bapak berkunjung ke Tazakka?
Bagus, Pondok ini memiliki visi misi yang jelas, SDM yang mendukung serta jaringan yang kuat. Well, saya yakin Pondok ini ke depan akan berkembang dan maju.
Harapan Bapak terhadap Tazakka?
Saya berharap Pondok ini terus maju, menyongsong masa depan. Dengan saya hadir di sini – PM Tazakka, melihat suasana, shalat di Masjid Pondok –Az-Zaky, saya merasa bahwa saya sudah nyantri disini meskipun hanya sehari. Saya juga berharap santri yang datang untuk belajar, tidak hanya dari daerah sekitar, tapi juga dari seluruh Indonesia, bahkan luar negeri. Saya berencana, kalau sudah waktunya, anak-anak saya akan saya bawa kesini untuk belajar.
Berikutnya:
MAULID NABI DI PM TAZAKKA