Hj. Rahma Sukaltum lahir pada 10 Agustus 1946. Beliau adalah seorang pengusaha properti yang sukses. Ibu yang memiliki nama kecil Sukaltum ini, suatu ketika saat menunaikan haji di tanah suci ia dalam keadaan yang kurang beruntung, kemudian atas saran dan masukan beberapa rekannya ditambahlah nama “Rahma” di depan nama aslinya, dengan harapan untuk selalu mendapatkan rahmat-Nya selalu. Sosok Hajah Rahma Sukaltum hampir dipastikan ada dalam setiap Majelis Ilmu Tazakka. Seringnya ia datang tidak sendirian, tetapi mengajak keluarga dan sanak saudaranya. Ketertarikanya pada Tazakka mendorongnya untuk mewakafkan sebidang tanah dan bangunan di pinggir jalan pantura antara Batang dan Pekalongan. Apa dan bagaimana tanggapan serta kesannya terhadap Majelis Ilmu Tazakka, berikut ini petikan wawancara redaktur Koran Mini Tazakka, Subhi Mahmassani dan M. Furqan di kediamannya, Batang, Jawa Tengah.
Ibu seorang pengusaha properti, tapi nampaknya rajin juga ya ikut-ikut pengajian?
Ya, saya senang dengan pengajian-pengajian, banyak yang saya ikuti. Terutama sejak kenal Ustadz Anang, saya memiliki komitmen lebih untuk mendekat ke jalan dakwah. Waktu itu Ustadz Anang yang membimbing saya ketika ibadah umroh di Tanah Suci, sekitar tahun 2010. Saya sangat bersyukur sekali bisa dipertemukan oleh Allah dengan Ustadz Anang, sehingga saya bisa lebih memahami agama dalam kehidupan saya.
Alhamdulillah sejak umroh itu saya tergerak mendalami agama dan komitmen dalam dakwah. Dengan Ustadz Anang saya merasa cocok, bersyukur saya kepada Allah karena dipertemukan dengan Ustadz Anang. Sudah sering saya ketemu guru ataupun ustadz, ya mungkin hidayahnya baru masuk ketika mengikuti Ustadz Anang, itu rahasia Allah ya. Dan jujur, saya merasakan perubahanya itu setelah umroh bersama Ustadz Anang.
Bagaimana bisa begitu?
Sebetulnya dulu saya juga termasuk orang yang berperan aktif dalam proyek-proyek kebaikan. Cuma memang saya bukan orang yang terlahir dari kalang-an berpendidikan, semua yang saya miliki ini merupakan pembelajaran dari alam, lalu kenapa saya mau lebih bergerak atau naik speednya dalam komitment berdakwah karena Ustadz Anang pernah bilang ke saya kalau menyelam itu mbok ya sekalian, ‘sambil menyelam minum air’, artinya kalau mau bisnis sekalian berdakwah, berdakwah sekalian bisnis, urus dunia sekalian urus akhirat, kira-kita begitulah yang saya tangkap.
Apa yang melandasi semangat hidup Ibu?
Hidup itu harus sukses, kerja keras, jangan banyak mengeluh. Saya itu belajar dari alam, saya mem perhatikan apa yang ada di sekeliling saya, apa yang dibutuhkan sekeliling saya, apa yang bisa saya berikan dan apa yang bisa saya manfaatkan dari sekeliling saya. Bagi saya, susah itu bisa menjadi berkah, sedangkan ragu itu menjadi racun. Maka, saya kalau sudah mantap dengan pilihan saya, maka saya akan usahakan sampai terwujud, tetapi kalau saya ragu saya tinggalkan, karena kalau sudah ragu maka akan menjadi racun. Menurut saya membiarkan kemiskinan itu termasuk dosa, saya perhatikan banyak orang yang berjiwa miskin, maksud saya di sini bukan berarti orang miskin lebih banyak dosanya akan tetapi mental kemiskinannya itu yang harus dihindari. Artinya, meskipun kita bukan orang kaya, tapi jangan bermental miskin, mental mem-inta-minta, pemalas, dan lain sebagainya. Dalam usaha puluhan tahun yang saya geluti, banyak sekali pengalaman tertipu, namanya juga usaha, makanya harus hatihati.
Bagaimana komitmen Ibu pada gerakan dakwah dan pengembangan sumber daya manusia?
Saya setuju dengan gerakan-gerakan seperti yang dilakukan oleh Tazakka itu. Saya sangat mendukung dan siap ikut memperjuangkan niat baik Tazakka. Karena saya sering mendengarkan apa yang sedang dan akan diperjuangkan oleh Ustadz Anang kebetulan sama dengan apa yang ingin saya perjuangkan, yaitu menjadi orang baik, mau berbuat baik dan bisa mengajak orang untuk berbuat baik. Kan itu yang selalu Ustadz Anang sampaikan, sampai-sampai saya dan anak-anak hafal semuanya, hahahaha. Makanya, karena visi dan misi-nya jelas, saya percaya pada Tazakka, dan saya memberanikan diri untuk ikut wakaf sebagian aset yang dimiliki almarhum anak saya yang terletak di pinggir jalan pantura, yaitu sebidang tanah dan bangunan. Karena saya pernah baca Hadist dari buku Shahih Bukhori, kitab jenazah, bab mati mendadak mengenai sampainya pahala sedekah terhadap orang yang meninggal. Kalau tidak salah, ada sebuah kisah di Hadis ya: Sesungguhnya ibuku telah meninggal, dan saya yakin jika ibu saya masih hidup maka dia akan sedekah, apakah jika saya sedekah untuk atau atas nama ibu saya kemudian ibu saya mendapatkan pahala? Kalau tidak salah, Rasul menjawab bisa. Oleh sebab itu saya percaya sekali kalau almarhum anak saya itu jika ia masih hidup pasti mau diajak berwakaf, maka dari itu saya berwakaf atas namanya. Kepada siapa? Ya kepada Tazakka, karena saya percaya. Semoga ini menjadi amal jariayah almarhum anak saya.
Apa harapan Ibu kepada Pondok Modern Tazakka?
Kalau pendapat saya tentang Tazakka, intinya saya tetap mendukung sekali, jika perlu saya acungkan 4 jempol saya. Saya tidak bisa mengatakannya dengan istilah yang seperti orang-orang yang pandai menjabarkan omongannya. Harapan saya Tazakka ‘maju terus pantang mundur’ Saya harap Ustadz Anang terus mengkader santri-santrinya yang bagus-bagus, supaya bisa sepertinya. Terkadang ada orang yang mengagumi kiainya akan tetapi ketika kiainya sudah tiada mereka malah meninggalkan semua ajaranya. Mungkin penerusnya itu belum bisa memberikan aura yang sama seperti kiai pendahulunya.
Nama : Hj. Rahma Sukaltum
TTl : 10 Agustus 1946
Anak : 4 anak
Hobi : Membaca Alam dan Kehidupan
Sebelumnya:
Toto Sukasmanto “; MEMBANGUN USAHA PESANTREN”