Dalam hal perbuatan baik (amal shaleh) seringkali orang memperdebatkan, manakah yang lebih baik: dinampakkan atau disembunyikan? Sebagian beranggapan bahwa menampakkan identik dengan riya, sedangkan menyembunyikannya identik dengan keikhlasan. Sehingga, seringkali kita memvonis amal shaleh orang lain dengan sebutan riya bagi yang menampakkannya, dan memujinya sebagai tindakan ikhlas bagi yang menyembunyikannya.
Bagaimana sebenarnya? Cobalah kita kupas sepintas melalui beberapa ayat dan Hadis di bawah ini.
إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ [سورة البقرة 271]
Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Allah akan menghapuskan darimu sebagian kesalahan-kesalahanmu dan Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. [2]: 271)
Dalam ayat tersebut, menampakkan atau menyembunyikan suatu perbuatan baik sama-sama diapresiasi; tidak ada yang dicela. Perhatikan diksi ayatnya: Jika dinampakkan itu baik sekali; jika disembunyikan itu lebih baik. Jadi, keduanya sama-sama baik.
Menampakkan atau menyembunyikan suatu amal shaleh hanyalah metode; hanya wasilah. Bukan tujuan! Sebab, tujuan dari amal shaleh adalah mencari ridho Allah SWT. Dan ridho-Nya hanya didapatkan jika kita ikhlas mengerjakannya. Sementara itu, ikhlas, sebagaimana sering ditegaskan oleh Rasulullah SAW sendiri adalah rahasia antara Allah dan hamba-Nya. Jadi, tidak ada yang mengetahui keikhlasan kecuali dirinya sendiri dan Allah.
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ [سورة البينة 5]
Mereka tidak disuruh kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas dalam menjalankan agama yang lurus; dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus. (Qs. [98]: 5)
Jadi, persoalannya bukan pada menampakkan atau menyembunyikan. Yang penting: lakukan dengan ikhlas.
Di sisi lain ada sabda Rasul SAW:
من دل على خير فله مثل أجر فاعله
Barangsiapa menunjukkan pada suatu kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengerjakannya (HR. Bukhari)
Menunjukkan kebaikan yang paling efektif adalah melalui keteladanan. Tidak ada keteladanan jika tidak dicontohkan secara demonstratif. Bagaimana mau memberi contoh jika perbuatannya tidak diketahui orang lain?
Pribadi Rasulullah SAW adalah puncak keteladanan manusia sepanjang masa. Semua yang dikerjakan oleh Rasulullah dapat dilihat, didengar dan diamati oleh para sahabat, sehingga mereka dapat menirunya. Bahkan, berapa rakaat Rasulullah shalat malam pun ada informasinya sebagaimana banyak ditemukan dalam Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA.
(لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا)
[سورة اﻷحزاب 21]
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi yang mengharapkan rahmat Allah dan datangnya hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah. (Qs. [33]:21)
Para sahabat saat berwakaf juga diketahui oleh semuanya, bahkan diumumkan. Abu Thalhah yang mewakafkan kebun terbaiknya di Bairuha; Usman bin Affan yang membeli sumur milik Yahudi Madinah lalu mewakafkannya utk digunakan kaum muslimin seluruhnya; bahkan perluasan Masjid Nabawi tanahnya milik para sahabat yg diikrarkan di masjid disaksikan para sahabat yg lain.
Maka dari itu, kembali pada niat kita beramal shaleh, yaitu ikhlas dalam rangka menggapai ridho Allah SWT. Menampakkan atau menyembunyikannya hanyalah metode saja.
Mungkin saja seseorang yang menampakkan amal shalehnya itu untuk memberi motivasi dan contoh kepada orang lain. Atau untuk riya? Biarlah itu menjadi urusan yang bersangkutan dengan Allah.
Memang, ada Hadis yang menyitir bahwa tangan kanan bersedekah, tangan kiri hendaknya tidak mengetahuinya. Hadis ini, menurut saya bukan ditujukan kepada orang yang melihat, tapi anjuran bagi yang melaksanakan yang merasa belum mampu melawan riya dalam dirinya.
Jadi, ibaratnya, Hadis ini berlaku untuk pemain amatiran, bukan penonton. Sayangnya, Hadis ini seringkali dipakai oleh penonton untuk mengomentari pemain. Menurut saya ini keliru. Penonton lebih tepat memakai surat Al-Baqarah [2]: 271 di atas.
Nasehat saya, lakukanlah kebaikan terus menerus dengan caranya masing-masing. Luruskan niat semata untuk menggapai ridho Allah, karena: "Sesungguhnya, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantaramu baik laki-laki atau perempuan…" (Qs. [3]: 195)
Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik orang diantaramu adalah yang panjang usianya dan baik kelakuannya".
خيركم من طال عمره وحسن عمله
Imam Ghazali pernah mengatakan:
لا خير في خير لا يدوم
وشر لا يدوم خير من خير لا يدوم
Tidak ada kebaikan pada kebaikan yang tidak terus-menerus. Dan keburukan yang tidak terus menerus lebih baik daripada kebaikan yang tidak terus menerus
Berusahalah melakukan kebaikan terus menerus (istiqomah), dan belajarlah ikhlas mengerjakannya semata-mata menggapai ridho Allah SWT.
والله أعلم والله ولي التوفيق
Berikutnya:
Tokoh Ulama Dunia Akan Hadir Di Bogor