Intisari Pengarahan Pimpinan Pondok . Anang Rikza Masyhadi, MA kepada Guru-guru pada Pembukaan Semester II 2019-2020
Tazakka, Senin 2 Desember 2019
1. Semester ini harus ada perubahan yang subtansial, bukan sekedar perubahan fisik. Khususnya menyangkut mentalitas dan aktifitas. Perubahan paling penting adalah pada mentalitas, dan itu menjadi dasar setiap perubahan.
2. Perbaikan harus dimulai dari diri sendiri. “Ibda’ bi nafsika“, jangan menunggu orang lain. Jangan seperti Bani Israel, sehingga diperingatkan oleh Allah:
(أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبِرِّ وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ وَأَنتُمۡ تَتۡلُونَ ٱلۡكِتَـٰبَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ) [البقرة 44]
Mengapa kamu menyuruh orang lain mengerjakan kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti? (Qs. Al-Baqarah: 44)
Setiap kebaikan yang kita perbuat, hakekatnya adalah untuk kepentingan kita sendiri. Kebaikan itu investasi kita: investasi keberkahan. Just do it! Tidak usah tolah-toleh kanan kiri!
إِنۡ أَحۡسَنتُمۡ أَحۡسَنتُمۡ لِأَنفُسِكُمۡ. الإسراء 7
3. Harga diri manusia dilihat dari tanggung jawabnya. Semakin besar tanggungjawab yang dipikulnya semakin besar bobotnya di mata Allah, Rasul dan umat. Manusia yang tidak mau mengambil dan tidak mau menerima tanggungjawab, sama dengan binatang. Ini penegasan Al-Quran.
Dan teknologi itu dibuat untuk mempermudah melaksanakan tanggungjawab. Berteknologi ria tapi gagap melaksanakan tugas dan tanggungjawab, lalu untuk apa? Itu namanya mubadzir! Contoh: Pisau diciptakan untuk memudahkan kita menyembelih binatang halal dan memotong aneka kebutuhan di dapur. Jika kamu memiliki pisau tapi pekerjaan dapurnya tetap saja terkendala dalam hal potong-memotong, lalu apa gunanya?
4. Sekarang kita di era digital. Era komputer, era gadget, dan era medsos. Silahkan gunakan jari jemarimu untuk menebar sebanyak mungkin manfaat melalui itu semua. Jangan malah sebaliknya. Setiap detik waktu yang kita habiskan di depan gadget dan medsos, akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Ingat surat Yasin:
(ٱلۡیَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلَىٰۤ أَفۡوَ ٰهِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَاۤ أَیۡدِیهِمۡ وَتَشۡهَدُ أَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُوا۟ یَكۡسِبُونَ) [يس 65]
Pada hari ini (hari kiamat), Kami tutup mulut mereka; (tetapi) tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (Qs. Yasin: 65)
Hati-hati, setiap postingan akan dipertanggungjawabkan kelak. Maka, postinglah yang baik-baik, yang mendidik. Jangan memposting semua isi hatimu, medsos dan dunia maya bukan ruang untuk berkeluh-kesah, apalagi ruang untuk mengumpat. Berkeluh kesah ada ruangnya tersendiri, yaitu di atas sajadahmu saat hanya dirimu saja dengan Allah. Hati-hati, dunia sekarang pandai menipu, membelokkan apa yang sudah lurus.
5. Tanggungjawab kolektif tergantung pada tanggungjawab pribadi. Jika setiap pribadi ruh tanggungjawabnya lemah, maka tidak akan terbangun tanggungjawab kolektif yang baik.
المسؤولية الجماعية تتعلق بالمسؤولية الفردية
Maka, ada kaidah:
الإيثار فى العبادة ممنوع والايثار فى المعاملة مطلوب
6. Giatkan shalat berjamaah, terutama Subuh. Rasul mendoakan keberkahan untuk kita yang bangun di waktu pagi.
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” (HR. Ibnu Majah, Abu Dawud, Ahmad)
Apa ada yang tidak mau didoakan oleh Rasul? Ada, yaitu orang yang bangun Subuhnya malas. Keterlaluan!
Shalat Subuh juga disaksikan para malaikat. “Inna Qur’aanal fajri kaana masyhuuda”, itu ayat Quran! Jelas sekali!
Maka, ada ungkapan, bahwa orang yang bangun Subuhnya malas, maka dia sudah cukup untuk dikatakan sebagai seorang munafik. Ada lagi ungkapan dalam atsar Arab bahwa jika engkau ingin melihat seseorang itu baik atau tidak secara otentik, lihatlah shalat Subuhnya.
7. Ketika melakukan pekerjaan, pakailah selalu PAEE dan nyalakan AC. Ini rumus kita di pondok ini!
PAEE (Prediksi, Antisipasi, Eksekusi, Evaluasi)
AC (Attention and Care)
8. Kita canangkan komitmen “Santri First”. Seperti haknya di perusahaan-perusahaan ada istilah “Consumer First“. Mendahulukan kepentingan santri daripada diri sendiri. Dan selalu berorientasi pada kemaslahatan santri.
Mata, telinga, dan hati kita harus fokus memikirkan santri. Mereka itu anak-anak kita, bukan seperti anak-anak kita. Tetapi betul-betul anak kita sendiri.
Saya dan pimpinan yang lain hampir-hampir sudah tidak punya kehidupan pribadi. Yang ada adalah kehidupan pondok. Jadwal hidup kita ditentukan oleh jadwal pondok, jadwalnya santri. Bahkan, kiainya lebih memikirkan pondokan untuk santrinya terlebih dahulu daripada rumah pribadinya.
9. Apabila tujuan dan target pondok belum tercapai, teruslah berusaha keras, berdoa keras dan bersabar keras. Jangan karena tujuan dan target belum tercapai, lalu kita ‘mutung’ (mogok) di tengah jalan. Lalu, hilanglah kesabaran. Akhirnya, hilanglah keistiqomahan.
Jika belum tercapai, pahamilah bahwa Allah sedang menguji kesungguhan, kekuatan dan kesabaran kita. Maka, pejuang itu harus punya daya dorong, daya tahan dan daya suai. Jadilah pejuang yang kuat!
Inilah nilai-nilai yang harus terus kita pegang teguh. Jangan sampai luntur, apalagi hilang!
ditranskrip oleh:
Akmal Arya Putra (Sekpim)