Hakekat hidup adalah menikmati, bukan memiliki. Karena kepemilikan hakekatnya hanyalah milik Allah SWT.
وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۚ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ
“Milik Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan.” (Qs. Ali Imran [3]: 109)
Sebutkan, adakah yang bisa diklaim sebagai benar-benar milik mutlak kita? Banyak orang kaya mengira hartanya adalah miliknya; itu keliru besar. Sebab, suatu saat bisa saja Allah mengambilnya kembali, dan lagi pula jika kita mati harta itu lalu berpindah tangan menjadi milik ahli waris kita.
Orang berilmu tinggi pun banyak yang keliru ketika menganggap bahwa ilmunya adalah sesuatu yang dimilikinya. Tidak! Kapan saja Allah bisa mencabutnya dari dirinya. Ilmu diletakkan di otak, maka ketika otaknya rusak atau terganggu bisa hilanglah ilmunya itu.
Bahkan, tidak sedikit orang mengira bahwa kehidupannya dan kesehatannya adalah sesuatu yang dimilikinya. Ini lebih konyol lagi. Mereka lupa bahwa kapan saja kematian bisa datang. Orang sehat bisa tiba-tiba sakit tak berdaya.
Jadi, hakekatnya tidak ada sesuatu yang benar-benar mutlak bisa diklaim sebagai milik kita. Semuanya milik Allah, termasuk alam semesta ini, tetapi kemudian Allah mempersilahkan kita untuk mengeksploitasi dan memanfaatkannya secara benar. Allah sendiri menegaskan bahwa semua ciptaan-Nya ditundukkan untuk kepentingan manusia.
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang berpikir.” (Qs. Al-Jatsiyah [45]:13)
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْفُلْكَ لِتَجْرِيَ فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْأَنْهَارَ
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air (hujan) dari langit, kemudian dengan (air hujan) itu Dia mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan kapal bagimu agar berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan sungai-sungai bagimu.” (Qs. Ibrahim [14]:32)
وَسَخَّرَ لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَائِبَيْنِ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
“Dan Dia telah menundukkan matahari dan bulan bagimu yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan malam dan siang bagimu.” (Qs. Ibrahim [14]: 33)
Itulah yang disebut dengan konsep taskhir, yaitu konsep ketertundukan alam semesta bagi kepentingan kehidupan manusia. Matahari, bulan dan bintang-bintang serta bumi yang beredar pada orbitnya adalah untuk kepentingan manusia. Penciptaan berbagai macam tumbuhan dan binatang juga dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Maka dari itu, janganlah terjebak pada mindset memiliki, karena hal itu akan menyeret kita pada materialisme dan materialistik. Dab selanjutnya bisa melahirkan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kehendak Yang Maha Kuasa. https://www.corrierenazionale.it/2021/06/17/trucchi-casino-online-e-terrestri-ecco-i-principali/
Orang kaya yang memandang harta sebagai miliknya, tidak akan melahirkan penderma, ahli sedekah, muzakki maupun pewakaf. Orang sehat yang menganggap kesehatannya adalah capaian pribadinya semata, maka kesehatannya itu justru akan mengantarkannya melakukan kemaksiatan-kemaksiatan. Pejabat yang berpikiran bahwa jabatan adalah sesuatu yang diraihnya, maka dia akan menyalahgunakan jabatan dan kewewenangnya serta korupsi. Padahal kekayaan, kesehatan dan jabatan hanyalah pinjaman sementara.
Maka, berusahalah menjadi pribadi yang bisa menikmati hidup dan kehidupan, sembari mengimani bahwa dirinya tidak memiliki apapun. Caranya, menurut Rasulullah SAW hanya dua: bersyukur dan bersabar. Syukur di kala dapat ni’mat; sabar di kala dapat musibah.
: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ “
“Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin itu, karena sesungguhnya semua urusannya adalah kebaikan, dan itu tidak terjadi pada selain mukmin. Jika mendapat kemudahan ia bersyukur, sehingga kesyukurannya itu menjadi kebaikan baginya; jika ditimpa kesulitan maka ia bersabar, dan kesabarannya itu menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim)
Bersyukur bisa dengan cara berbagi, atau memberi. Bersyukurlah orang yang bisa menikmati hidup dengan berbagi dan memberi. Ini tidak semua orang bisa, selama mindsetnya memiliki. Guru menikmati hidupnya dengan mengajar dan mendidik. Sebagaimana halnya menjadi orang tua nikmatnya ketika direpotin anak-anak kecilnya.
Menjadi pejabat nikmatnya adalah pada pengabdian, perjuangan dan pengorbanannya dalam melayani masyarakat. Menjadi orang kaya nikmatnya adalah saat bisa bersedekah, berzakat, berwakaf dan berbagi banyak dengan kaum dhuafa. Menjadi orang sehat nikmatnya adalah saat bisa memaksimalkan beribadah, beramal dan bekerja keras untuk kemaslahatan diri dan orang lain.
Maka, syukuri dan nikmatilah atas apa saja yang telah Allah karuniakan pada kita. Ojo dumeh! “Sesungguhnya kita ini milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kembali.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 156)
Sebelumnya:
Mantan Dubes RI di Amerika Kunjungi TazakkaBerikutnya:
Waspadalah Sumber Bencana