TADARUS JUZ I:
(وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ) [البقرة 8]
"Diantara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman."
Inilah salah satu gambaran sikap orang-orang munafik. Mengaku beriman, padahal tidak! Menipu! Antara kata dan perbuatannya tidak sama! Maka, waspadailah orang-orang seperti ini. Bisa-bisa ia mengaku sebagai sahabat sejati, padahal perilakunya sangat memusuhi; atau pura-pura baik padahal punya niat jahat yang tersembunyi.
Dengan kemunafikannya, orang-orang munafik hendak mengelabui orang lain, padahal hakekatnya ia sedang mengelabui dirinya sendiri. "Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar." (Qs. Al-Baqarah [2]: 9)
Orang-orang munafik dalam hatinya ada penyakit. Dan jika tidak segera menyadari kekeliruan sikapnya itu lalu bertaubat kepada Allah, maka penyakit hatinya itu akan semakin kronis. Kemunafikan jika tidak segera diakhiri akan melahirkan kemunafikan-kemunafikan berikutnya, demikian hingga semakin hari akan semakin parah dosisnya. Kemunafikan adalah penyakit hati yang membuat menderita pelakunya.
(فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ) [البقرة 10]
"Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah tambah penyakitnya itu, dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta."
Ayat-ayat berikutnya memperjelas beberapa gambaran sikap orang-orang munafik. Pertama, mereka itu sebetulnya perusak, pembuat gaduh, penebar teror dan sejenisnya. Akan tetapi dengan kepiawaiannya mereka malah membalikkan fakta bahwa mereka adalah kaum yang memperbaiki. Bahkan, seringkali malah balik menuduh orang-orang baik sebagai yang jahat. Fakta-fakta selalu diputarbalikkan. Yang baik dibilang jahat; yang jahat dibilang baik. Dalam ungkapan umum: maling teriak maling! Sayangnya, mereka tidak menyadari sikap kemunafikannya itu.
(وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ) [البقرة 11]
"Dan apabila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi; mereka akan menjawab: Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." (ayat 11)
Kedua, mereka selalu mengolok-olok sikap orang-orang beriman sebagai tindakan bodoh. Padahal, yang bodoh adalah diri mereka sendiri hanya mereka tidak mengetahuinya. Apapun yang dipikirkan dan dikerjakan oleh kaum beriman dimata mereka adalah tindakan bodoh, kolot, kuno, dan berbagai macam label negatif yang selalu mereka sematkan pada orang-orang beriman.
Jika ada pemuda sopan dan rapi, pasti dibilangnya tidak gaul. Jika ada pemudi yang berpakaian menutup aurat, disebutnya sebagai tidak modis dan ketinggalan zaman. Padahal, yang buka-bukaan itulah yang ketinggalan zaman, karena semakin terbuka semakin menunjukkan bahwa mereka sedang kembali ke zaman primitif saat manusia belum mengenal busana seperti sekarang ini. Atau, ada orang-orang yang selalu membantu kesusahan orang lain dengan ikhlas, dibilangnya cari muka (apa urusannya?!!!).
(وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا كَمَا آمَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا آمَنَ السُّفَهَاءُ ۗ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَٰكِنْ لَا يَعْلَمُونَ) [البقرة 13]
"Apabila dikatakan kepada mereka: Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman; mereka menjawab: Apakah kami akan beriman seperti orang-orang bodoh itu beriman? Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang bodoh, tetapi mereka tidak tahu." (ayat 13)
Ketiga, baik di depan tetapi menusuk dari belakang. Orang munafik sangat lihai menyembunyikan niat jahatnya, sehingga seringkali orang beriman terkecoh. Seolah seperti membantu, padahal sedang menjerumuskan. Berlagak menjadi teman setia, padahal berkhianat di belakang.
(وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ) [البقرة 14]
"Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang beriman, mereka mengatakan: Kami telah beriman. Dan apabila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka akan mengatakan: Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok." (ayat 14)
Perhatikanlah diksi ayat 14 di atas: "Dan apabila mereka kembali kepada setan-setan mereka" . Mengapa Allah tidak menggunakan diksi: "teman-teman mereka" untuk menggantikan diksi: "setan-setan mereka"? Artinya, oleh Allah teman-teman seperkongkolan orang-orang munafik adalah setan-setan, dengan sendirinya orang munafik adalah setan itu sendiri. Karena kemunafikan adalah perbuatan setan.
Orang beriman tidak perlu kecewa berlebihan dengan sikap kemunafikan dan pengkhianatan mereka, meskipun tetap harus waspada. Sebab, Allah berjanji akan membalasnya sendiri.
(اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ) [البقرة 15]
"Allah akan membalas olok-olokan mereka, dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka" (ayat 15)
(أُولَٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَىٰ فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ) [البقرة 16]
"Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung usaha mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk." (ayat 16)
Demikianlah diantara sifat-sifat munafik. Hidayah Allah yang amat mahal harganya, mereka tukar dengan kesesatan dan kepentingan yang sesaat. Demikian pula Allah meletakkan sifat-sifat orang munafik pada lembar pertama mushaf Al-Quran, setelah sebelumnya menyinggung sedikit tentang sifat orang-orang bertakwa (ayat 3 sd 5). Seolah, Allah ingin menegaskan kepada kita yang akan membaca Al-Quran, bahwa keseluruhan isi Al-Quran hanya akan memperjelas gambaran dari kedua golongan itu: muttaqin dan munafik; keselamatan dan kesesatan; petunjuk Allah dan petunjuk setan. Maka, tidak sepatutnya kita membaca dan mengimani Al-Quran tetapi masih saja mengikuti setan-setan itu.
WalLaahu a'lam bis-showaab
WalLaahu Waliyyut-taufiiq
Sebelumnya:
Tazakka Dorong Pengembangan Wakaf ProduktifBerikutnya:
Sabar Dan Shalat: Jalan Keselamatan Hidup