Memperingati Isra Mi'raj selain bersifat seremonial, jangan lupa untuk mengambil substansinya, yaitu perintah menegakkan shalat. Shalat mestinya tidak sekedar gerakan takbir, ruku atau sujud saja. Shalat harus berefek pada prilaku yang saleh dan melahirkan akhlakul karimah. "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar." (Qs. 29:45)
Shalat yang tidak berefek pada perilaku dan akhlakul karimah, maka tergolong lalai dalam shalat. "Maka celakalah orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan menolong dengan barang berguna." (Qs. [107]: 4-7) Ayat ini jelas sekali ditujukan kepada orang yang telah shalat namun tidak berefek pada perilaku dan akhlakul karimah, bukan kepada orang yang tidak shalat! Orang yang tidak shalat jelas dihukumi sebagai dosa besar!
Jadi, shalat yang benar selain memenuhi syarat sah dan rukun-rukunnya, haruslah berdampak pada perilaku. "Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud." (Qs. 48:29) "Min asaris sujuud", bekas sujud, maksudnya tiada lain adalah amal saleh dan akhlakul karimah.
Shalat juga bukan sekedar kewajiban dan melaksanakannya janganlah sekedar diniatkan untuk menggugurkan kewajiban saja. Akan tetapi, shalat itu harus dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur yang tertinggi atas rahmat, ni'mat dan karunia yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Ketika para sahabat terheran-heran kepada Rasulullah SAW mengapa masih rajin shalat tahajud, dhuha dan shalat-shalat sunah lainnya padahal Rasul telah dijamin masuk surga dan diampuni dosa-dosanya, Beliau hanya menjawab: "Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?"
Selain dalam makna bersyukur, shalat semestinya berfungsi sebagai penghibur bagi orang-orang beriman. Dalam sebuah hadisnya, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Shalat dijadikan sebagai penghibur hatiku." (HR. An-Nasai).
Maka, seringkali Rasulullah SAW menyuruh Bilal bin Rabah RA untuk mengumandangkan adzan sebagai tanda shalat telah tiba. "Bangunlah wahai Bilal, tentramkanlah hati kami dengan shalat" begitu kata Rasul. Artinya, kesedihan dan kegundahan mestinya hilang bersamaan datangnya waktu shalat.
Jangan sampai shalat kita seperti burung yang mematuk-matuk makanannya: hanya gerakan yang berulang-ulang. Untuk itu, shalatlah dengan sepenuh hati, sepenuh tenaga dan waktu. Janganlah shalat menggunakan sisa waktu, sisa tenaga, sisa pikiran, dan sisa hati. Jangan sampai saat bekerja mencari nafkah bisa bersungguh-sungguh, giliran shalat sudah lemes, mengantuk, menguap, ditambah lagi tidak dengan khusyu.
Jangan sampai terjadi ibadah kita kalah dengan pekerjaan, kalah dengan tontonan, kalah dengan hiburan. Sementara Rasulullah SAW malah menjadikan shalat sebagai penghibur. "Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya." (Qs. [2]: 45)
"Peliharalah semua shalatmu, dan peliharalah shalat wusthaa (Asar). Berdirilah untuk Allah dalam shalatmu dengan khusyu'." (Qs. [2]: 238) Ingatlah pesan Rasul: "Sesungguhnya amalan pertama yang akan dihisab pada Hari Kiamat adalah shalat" (HR. Ahmad)