Grand Syaikh Al-Azhar Sambangi MUI

Grand Syaikh Al-Azhar Sambangi MUI

TAZAKKA – Usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo, Grand Syaikh Al-Azhar, Prof. Dr. Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb bersama seluruh delegasi Majelis Hukama Al-Muslimin melawat ke Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta. Ketua Umum MUI, KH. Dr. Ma’ruf Amin didampingi Wakil Ketua MUI KH. Muhyiddin ­Junaidi, MA dan jajaran pengurus MUI ikut menyambut kedata­ngan Grand Syaikh tersebut.

Kunjungan ini dimanfaatkan oleh pengurus teras MUI Pusat ­untuk menggelar diskusi keumatan. KH. Maruf Amin menyampaikan kegembiraannya atas kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar ke MUI. “Hubungan Indonesia dan Mesir, khususnya Al-Azhar sudah terjalin lama sejak para mahasiswa mulai belajar di Al-Azhar, dan kemudian mereka kembali menjadi tokoh-tokoh penting dalam pendirian Republik ini” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Grand Syaikh memuji Indonesia yang dapat menjaga harmoni dalam perbedaan. Indonesia dipandangnya sukses mengelola perbedaan-perbedaan yang ada. ­Kesuksesan tersebut menurut Grand Syaikh tidak terlepas dari peran para ulama.

Grand Syaikh juga menghargai peran MUI yang dapat menghimpun banyak ulama dari beragam ormas dan pemikiran yang berbeda di Indonesia. “MUI ini seperti Al-Azhar, tempat berkumpul dan menjadi perhimpunan para ulama dengan latar belakang madzhab yang berbeda-beda, tetapi tetap bersatu dalam ukhuwah. Kondisi ini sulit ditemukan di negara-negara muslim lainnya, dan itulah yang sedang kita upayakan saat ini” ujarnya.

Menurutnya, perbedaan merupakan sunnatullah. Perbedaan dalam Islam bahkan disebutnya sudah terjadi sejak zaman Nabi, yaitu perbedaan di kalangan para sahabat. Terkait shalat misal­nya, meski semua sahabat belajar pada Rasulullah SAW tetapi faktanya ada beberapa perbedaan kaifiyat (tata cara) shalat yang sampai kepada umat Muhammad hingga hari ini. 

“Untuk yang ushuli (prinsip) tidak ada perbedaan. Tapi untuk yang furu’iyah (cabang-cabang keagamaan) terjadi perbedaan pendapat, dan itu dibenarkan” jelasnya kemudian. MUI dipandangnya menjadi modal besar bagi upaya  menya­tukan umat Islam dan memberikan penyadaran kepada umat Islam­ agar tidak mudah terprovokasi. “Itu tidak terlepas dari kiprah para ulama yang dapat bermusyawarah dalam menyelesaikan perbedaan, karena perbedaan adalah rahmat,” ungkapnya.

Hadir dalam pertemuan di MUI antara lain: Prof. Dr. Quraish Shihab, Prof. Dr. Alwi Shihab, Ketua Komisi Fatwa MUI Prof. Dr. ­Huzaemah Tahido Yanggo, Wakil Ketua MUI Dr. Anwar Abbas, Dirjen Bimas Islam Prof. Dr. Machasin, Sesditjen Bimas Islam Prof. Dr. Muhammadiyah Amin, Guru Besar UIN Jakarta Prof. Dr. Amani Lubis, dan perwakilan dari pimpinan Ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Mathlaul Anwar, Persis, Al-Irsyad, dan lain-lain. ­Termasuk hadir pula Pimpinan Pondok Modern Tazakka dan rombongan, KH. Anang Rikza Masyhadi, MA, KH. Oyong Shufyan, MA, H. A. Zaky, MBA.