Kepala Desa dari kaum laki-laki merupakan hal yang lumrah. Sedangkan ibu rumah tangga yang ‘berani’ menjadi Kepala Desa tidaklah banyak. Apalagi jika Kepala Desa wanita kemudian sukses memimpin masyarakatnya. Ibu Sri Sumarni adalah salah satu sosok itu. Bahkan, ia menjadi Kepala Desa menggantikan suaminya sendiri yang mantan Kepala Desa selama 19 tahun. Apa motivasi dan kisah di balik ‘keberaniannya’ itu? Berikut petikan wawancara redaktur KMT, M. Bisri Mustofa dan Edi Buana dengan ‘Ibu Kades’ di rumahnya, Desa Sodong, Kec. Wonotunggal, Kab. Batang, Jawa Tengah.
Tidak banyak kaum perempuan yang berani menjadi Kepala Desa, tetapi Ibu tidak demikian. Motivasi apa yang melatarbelakangi Ibu?
Saya itu tidak ada minat untuk menjadi kepala desa, karena pada waktu itu saya masih menjabat sebagai kepala sekolahdan saya memilih untuk menjadi kepala sekolah saja. Saya tidak mencalonkan diri menjadi kepala desa, Mas.Bapak itu (suami Bu Kades – red) menjabat kepala desa selama 19 tahun, ada aturan, bahwa seorang kepala desa kalau sudah 2 periode tidak boleh menjadi kepala desa lagi, tetapi masyarakat menginginkan Bapak terus yang menjadi kepala desa. Karena saya bersikukuh tidak mau, lalu tokoh masyarakat dan tokoh agama menunjuk anak pertamasaya yang sarjana S1pertanian, yang sekarang menjadi PPL Pertanian,tetapi dia juga tidak mau. Malam berikutnya sekitar jam 23.15 – 02.15 dini hari, muncul calon untuk menjadi kepala desa, lalu masyarakat geger dengan adanya calon itu, dan terjadilah gebrakan masyarakat secara masal, ‘yang penting kalau putranya tidak mau harus Ibu yang menjadi kepala desanya’ begitu kata mereka.
Saya tidak ada angan-angan untuk menjadi kepala desa, saya inginnya menjadi guru saja. Karena pada waktu itu saya terus didesak oleh masyarakat akhirnya suami saya mengizinkan, saya mau dengan syarat Bapak harus selalu mendampingi saya,ada masalah apapun Bapak harus ikut bertanggungjawab karena saya hanya punyanya tanda tangan. Tegasnya yang sangat menjadi motivasi saya adalah masyarakat itu sendiri yang menginginkan seorang kepala desa seperti suaminya.
Visi misi Ibu menjadi Kepala Desa apa?
Visi misi saya menciptakan kebersamaan, meciptakan desa yang mandiri, dan menciptakan masyarakat yang berpendidikan minimal SLTP.Karena kebersamaan akan membawa desa yang maju,dan telah terbukti bahwa Desa Sodong ini sudah bisa menciptakan kasil karya sendiri seperti manisan tomat, anyaman bambu, salak unggulan dan lain-lain.Desa Sodong sekarang tanpa ada kepala desa berada ditempatpun, Desa Sodong tidak mati, masih tetap hidup layakya ada kepala desa.Nek wong ndeso ngomong,“sodong kuwi wes biso mandiri.”
Jadi konsep apa yang Ibu terapkan dalam memimpin masyarakat sampai seperti itu?
Ketika saya mengikuti pengajian Ustadz Anang yang dulu tempatnya masih di rumah, yang paling terkesan adalah
Ketika ust. Anang menyampaikan ayat Al-Qur’an surat Ali Imran: 134 (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan). Jadi, ‘menolong itu tidak memandang ketika kondisi kita sempit atau lapang, kita harus tetap menolong’.
statemen Ustadz Anang bahwa ‘menolong itu tidak memandang ketika pikiran kita sempit atau lapang kita harus tetap menolong’, (ketika menuturkan hal ini Ibu Kades Sri meneteskan airmata -red). Begini ya, menurut saya kita itu sama semua derajatnya tidak ada bedanya, saya itu jadi kepala desa tidak mau dipanggil kepala desa, terkadang saya ikut duduk dengan pemuda-pemuda, tapi saya adalah ibu kalian semua yang harus mendidik kalian semua (cucuran airmatanya tambah deras -red). Konsep saya adalah kebersamaan, kata Ustadz Anang ‘menjadi pemimpin itu siap memimpin dan siap dipimpin’.
Selain sebagai kepala desa, Seorang ibu juga dituntut mengurus keluarga, bagaimana membagi waktunya?
Alhamdulillah keluarga saya itu sudah mandiri, anak memasak dan mencuci sendiri, suami saya pun mencuci sendiri, ketika saya ingin meninggalkan desa karena memenuhi undangan, pagi-pagi sekali sekitar jam 03.00 pagi saya sudah harus bertemu suami saya dan perangkat desa semua untuk meninggalkan pesan agar desa itu tetap beraktifitas dan masyarakat terlayani.
Bagaimana dukungan keluarga kepada Ibu?
Khusus keluarga alhamdulillah mendukung, walaupun setiap ada masalah dengan masyarakat masih saya serahkan kepada suami saya. Dan keluarga juga sudah menyadarai bahwa menjadi seorang kepala desa itu harus 24 jam melayani masyarakat.
Ibu ini jadi kepala desa kan menggantikan suami yang sudah 2 periode menjabat kades. Bagaiamana rasanya mimpin suami yang juga mantan kades?
Kantadi saya sudah bilang, kata Ustadz Anang ‘menjadi pemimpin itu siap memimpin dan siap dipimpin’, jadi falsafah itu yang saya terapkan kepada keluarga saya dan juga kepada seluruh perangkat Desa Sodong. Tidak ada rasa pakewuhdengan suami walaupun beliau mantan kepala desa. Sangat berkesan falsafah yang diberikan Ustadz Anang itu terlebih untuk seorang pemimpin.
Sejak kapan Ibu mengenal Tazakka?
Ha ha ha ha (sambil tertawa lebar). Saya itu kenal Tazakka sudah lama sekali, Ustadz Anang itu masih kecil, keluarga saya dengan keluarga Pak H. Anta Masyhadi (ayah Ustadz Anang –red) itu sudah seperti keluarga sendiri, jadi sudah lama sekali pokokknya.
Harapan Ibu kepada Tazakka?
Tazakka tetap harus maju. Anak anak kita dan masyarakat sudah menunggu Pondok Modern Tazakka agar segera jadi, lha mbok yo………masyarakat sekitar itu terbuka hatinya, berfikir, bersyukur dengan adanya Pondok Modern Tazakka.
Apa pendapat Ibu tentang visi misi Tazakka sebagai Perekat Umat?
(Sambil mengacungkan jempolnya) saya sangat setuju sekali. Di Sodong itu banyak organisasi Islam; ada Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, dan juga ada LDII, tetapi tidak ada masalah, semua itu terinspirasi dari visi misi Tazakka yaitu Perekat Umat.