TURUNKAN ANGKA KECELAKAAN LALU LINTAS
Warga Kab. Batang tentu tidak asing lagi dengan sosok Kapolresnya. Karena sejak menjadi Kapolres Batang 10 bulan yang lalu, AKBP. M. Nasihin, SH. selalu keliling ke pelosok desa yang telah menjadi program rutin mingguannya bersama kapolsek setempat untuk menjalin kemitraan. Kadang, pria berpenampilan sederhana ini datang ke desa dengan bersepeda ria, menurutnya supaya merakyat dan dapat berkomunikasi dengan masyarakat luas. Berikut petikan wawancaranya dengan M. Bisri dan Edi Buana dari Koran Mini Tazakka di ruang kerjanya, Polres Batang.
Sebagai Kapolres Batang apa prioritas program yang Bapak canangkan?
Polres Batang, mulai 2010-2014 menggunakan strategi partnership building/ membangun kemitraan dengan seluruh komponen masyarakat dalam melaksanakan program-programnya. Jumlah polisi sangat terbatas dibanding jumlah masyarakat yang banyak. Jumlah polisi yang ada di Kab. Batang kurang lebih 604 personel. Jadi masih sangat kurang untuk melayani masyarakat Batang secara keseluruhan. Maka, program kemitraan dengan masyarakat sangat strategis. Apalagi kondisi masyarakat Jateng secara umum yang guyub, sehingga mudah untuk diajak bekerjasama. Desa-desa yang ada di pelosok menjadi sasaran kerjasama kemitraan dengan polisi. Karena sumber keamanan adalah dari tingkat desa, mulai dari RW, dukuh sampai kelurahan, lalu naik ke tingkat kecamatan sampai kabupaten. Hampir setiap pekan Kapolres dan Kapolsek sering muter ke desa-desa untuk mensosialisasikan pentingnya partisipasi aktif dari masyarakat.
Judi, miras, narkoba, seks bebas adalah penyakit masyarakat. Bagaimana Bapak menanganinya? Ada kendala di lapangan?
Batang ini kan dilalui oleh jalur pantura, ini kemudian menciptakan problem sosial, munculnya pangkalan-pangkalan truk dan hal-hal yang menyertainya. Ini tugas bersama, bukan cuma polisi. Ada pemda, ulama, tokoh masyarakat, semua harus bersatu padu untuk “memerangi”, dalam arti melaksanakan perannya masing-masing. Pemda mempunyai satpol PP yang mempunyai tugas Trantib, juga punya regulasi, membuat aturan-aturannya beserta DPRD, kemudian aparat keamanan yang menjalankan penegakan hukumnya. Dalam hal ini kita bertahap, kalau bisa dibina pakai mulut, maka penegakan hukum tidak perlu dilakukan. Tapi kalau ngomong dan dibina sudah tidak bisa, maka hukum akan kita tegakkan.
Yang menjadi kendala di Kab. Batang ini adalah belum adanya regulasi atau aturan yang memadai. Perda yang mengatur masalah prostitusi, juga miras masih menggunakan Perda tahun 1986 yang ancaman hukumannya bagi si pelaku tidak membuat jera, dan sangat ringan dendanya. Kalau ada yang tertangkap, oleh mucikarinya ditebus hanya dengan denda Rp. 50 ribu. Sehingga keesokan harinya mereka akan “praktek” lagi, demikian seterusnya. Ini sangat memprihatinkan, mereka harus kita bina akhlaknya.
Makanya, kami sangat berharap kepada Pemda dan DPRD untuk segera memunculkan Perda yang baru, Perda Pelacuran, Prostitusi dan Perda Miras. Karena, tetangga kita, Pekalongan dan Kendal, sudah punya Perda tersebut. Alhamdulillah draf Perda Kab. Batang sudah dibuat dan saya sudah baca, menurut saya draf tersebut sudah cukup bagus, ancaman hukumannya cukup maksimal, yaitu kurungan 3 bulan dan denda maksimal Rp. 50 juta. Insya Allah akan membuat orang jera.
Daripada berbuat jahat mendingan berbuat baik. Adakalanya orang untuk berbuat baik harus dipaksa. Tidak apa-apa. Karakter orang kan berbeda, tugas kita mengarahkan ke jalan yang lurus.
Penanganan kasus miras sudah banyak dilakukan, dalam seminggu, 2-3 kali dilakukan penertiban. Bahkan sekarang untuk mendapatkan miras sudah agak susah. Nah itulah pentingnya kerjasama dengan masyarakat tadi, membangun kemitraan.
Kita punya nomer SMS Gateway 082136007979 tentang pengaduan Kamtibmas. Kalau masyarakat cepat melaporkan, maka polisi juga akan cepat merespon.
Pantura ini kan jalur padat, maka sangat rawan kecelakaan. Bagaimana mengantisipasinya?
Kita punya pantura 54 km dari perbatasan kota Pekalongan sampai Kendal. Nah, di lalu lintas ini permasalahan-nya kompleks, bukan hanya masalah polisi. Tugas polisi sesuai dengan UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah berkaitan dengan Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas. Itu sebenarnya fungsi pokok polisi dalam hal lalu lintas.
Kita punya istilah IK3 NURJANAH. Yaitu: INFORMASI, KOMUNIKASI, KOORDINASI, KEBERSAMAAN. Untuk mendapatkan Informasi, ya harus turun ke jalan. Misalnya, informasi mengenai jalan berlobang, lobangnya dimana? Jadi petugas itu kalau hujan ya jangan tidur, harus tahu di ruas jalan mana ada banjir, genangan air dan sebagainya, itu informasi awal. Di sekitar jalan yang biasa terjadi kecelakaan ada rambu-rambunya apa tidak. Karena faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu lintas diantaranya adalah MJKL (manusia, jalan, kendaraan, dan lingkungan). Untuk mendapatkan informasi harus aktif menjalin kerjasama dengan siapa saja.
Kalau sudah dapat informasi kemudian diKOMUNIKASIKANkan. Informasi yang diperoleh kemudian dikomunikasikan ke pihak terkait. Selanjutnya adalah KOORDINASI, koordinasikan mengenai masalah yang ditemukan dengan instansi yang terkait. Berikutnya adalah KEBERSAMAAN. Jadi diselesaikan secara bersama-sama, gotong royong.
Kalau itu semua bisa dilaksanakan, insya Allah akan mendapat cahaya surga (NUR JANAH), ha ha ha… masa ga ada yang mau masuk surga? Strategi ini sangat efektif, efektif sekali. Ini terbukti setelah diterapkan strategi ini, pada periode tri wulan pertama tahun 2010, korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas mengalami penurunan hingga 50%, dari 43 korban meninggal menjadi 15 korban.
Yang masih agak berat adalah koordinasi tentang sarana dan prasarana jalan, rambu-rambu, marka jalan, sebagai contoh ruas jalan di Kecamatan Tulis, marka jalan masih kurang, center line jalan banyak yang kabur bahkan hilang. Akibatnya kalau malam sering terjadi kecelakaan. Yang menangani rambu-rambu lalu lintas ini kan dinas perhubungan, pemda, artinya anggarannya ada di sana, polisi hanya survei, memberi saran dan rekomendasi perlu dipasang rambu-rambu dan lain sebagainya, tapi kadang anggarannya tidak ada.
Namun kita tidak berhenti sampai disitu, kita cari terobosan kreatif yang tidak merugikan masyarakat. Itu yang kami lakukan, walaupun tidak ada anggaran, saya ajak hamba Allah yang mau bersodaqoh untuk di jalan, diantaranya yang baru kita pasang rambu-rambu lalu lintas bekerjasama dengan Altex, wakaf untuk jalan dan itu sangat mendukung sekali.
Yayasan Tazakka mottonya adalah “Perekat Umat”. Apa nilai-nilai yang bisa dikembangkan bersama dalam konteks kemitraan itu?
Perekat umat ke depan suka tidak suka harus dikembangkan, karena bangsa kita rentan perpecahan, karena terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat, budaya, agama dan sebagainya. Supaya bersatu kuat harus ada yang bisa merekatkan antar potensi tersebut. Persatuan ini akan menjadi kekuatan yang dahsyat untuk membangun peradaban yang baik.
Berkaitan dengan tugas Polri, perekat umat ini sangat penting, kalau sudah bersatu, keamanan akan kondusif. Kalau sudah aman, mau membangun apa saja bisa. Itulah baldatun toyyibatun warobbun ghofur. Membangun keamanan arahnya ya ke sana.
Bagaimana Bapak memandang fenomena kekerasan dan terorisme yang akhir-akhir ini kembali menyeruak di masyarakat kita?
Kurangnya informasi masyarakat terkait masalah terorisme. Dari beberapa kejadian terungkap bahwa pelakunya adalah orang-orang yang lugu, yang ilmunya tanggung, ekonominya juga lemah, sehingga mereka mudah untuk direkrut. Maka perlu sosialisasi sejatinya teroris itu apakah diperbolehkan dalam agama atau tidak. Sehingga mereka akan mempunyai kekuatan untuk menghindar dari hal-hal seperti itu. Makanya harus ada kepedualian dari lingkungan sekitar, terutama jika ada orang yang bukan asli warga setempat, manakala dia singgah harus ada informasi. Ya dengan IK3 tadi. Kuncinya ada di IK3, ringan tapi kadang susah diterapkan. Asal kita terus bersosialisai insya Allah bisa.
Kedua putra Bapak sekarang sedang nyantri di Pondok Modern Gontor, ya? Tentu, Bapak punya alasan tersendiri mengapa mengirimkan mereka ke Gontor.
Ya, saya ingin membangun pondasi untuk anak-anak saya. Ibarat membangun rumah, pondasinya harus kuat. Kalau kuat, insya Allah akan aman, tidak akan goyah ketika diterpa angin, badai, terkena tsunami dan lain-lain. Yang utama bagi saya adalah membangun dasar moralitas, karena itu modal utama dalam membangun manusia. Kami ingin punya andil dalam membangun bangsa ini, mudah-mudahan anak-anak kami nanti dapat berguna bagi agama, bangsa dan negara.
Bangsa kita ini kaya akan sumber daya. Tapi saya melihat belum maksimal dalam pemanfaatannya. Itulah yang saya siapkan. Daripada ribut-ribut yang lain, saya memikirkan untuk menyiapkan masa depan bangsa dengan menyiapkan masa depan anak saya. Itulah yang melatar-belakangi saya untuk memondokkan di Gontor.
Apa harapan Bapak untuk masyarakat Batang?
Saya memahami bahwa masyarakat di sini sangat religius. Dengan modal tersebut, harapan saya ke depan lebih bisa bersatu padu dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera, bahagia, adil dan makmur. Orang di luar Batang hanya melihat Panturanya yang identik dengan hal-hal negatif, padahal itu hanya bagian kecil dari Batang. Selebihnya dan itu merupakan bagian yang besar bahwa masyarakat Batang adalah masyarakat yang religius.
Kalau harapan untuk Tazakka?
Terus terang, saya sangat bangga dan bersyukur dengan keberadaan Tazakka. Dengan adanya Tazakka ini paling tidak nanti akan kaya ilmu, dan SDM-nya akan bagus. Seperti yang saya ungkapkan tadi bahwa pondasi generasi yang akan datang harus dikokohkan, mudah-mudahan Tazakka bisa mewujudkan hal tersebut. Kalau pondasi anak-anak Batang ini kokoh, ke depan Batang ini akan lebih bagus daripada yang ada sekarang ini.
Aktivitas di sela-sela kesibukan sebagai Kapolres?
Saya curahkan hidup saya saat ini untuk mengabdi, menjalankan amanah sebagai aparat kepolisian. Diberi amanah yang kecil ini harus dilaksanakan dengan maksimal. Itu saja. Ndak ada yang lain-lainnya.