Tazakka – Di dunia ini, ada orang hidup tetapi seperti orang mati. Akan tetapi, ada orang mati seperti orang hidup.
Orang hidup yang seperti orang mati adalah orang yang tidak pernah berbuat dan tidak punya karya.
Kematiannya adalah akhir segalanya. Hidupnya hanya untuk dirinya sendiri, maka kematiannya mengakhiri kediriannya itu.
Orang seperti ini tidak ada pergerakan dalam hidupnya. Monoton, statis, tidak punya cita-cita, apalagi berkarya untuk masyarakatnya. Ini orang hidup tapi seperti orang mati. Karena salah satu ciri kehidupan adalah pergerakan.
Namun, bagi orang yang banyak berbuat dan selalu menebar manfaat, serta terus menerus melahirkan karya monumental di masyarakat, kematiannya bukanlah akhir.
Ia mati, tetapi seperti masih hidup. Sebab, setelah itu namanya akan terus dikenang, jasa-jasanya pun masih akan diingat orang dalam iringan doa untuknya. Dan karya-karya monumentalnya masih bisa dinikmati dan dimanfaatkan generasi setelahnya.
Meskipun telah mati, mereka tetap hidup. Inilah orang mati yang seperti orang hidup. Kematian bukanlah akhir dari kehidupannya. Kematian tidak mengubur namanya.
Itulah mengapa Allah menegaskan:
وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِنْ لَا تَشْعُرُونَ
[سورة البقرة 154]
“Janganlah kamu katakan terhadap orang-orang yg mati di jalan Allah bahwa mereka itu mati; bahkan sebenarnya mereka itu hidup, tetapi kamu tdk menyadarinya.” (Qs. [2]: 154)
بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
[سورة آل عمران 169]
“Bahkan mereka hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki” (Qs. [3]: 169)
Rasul pun bersabda: “Jika anak cucu Adam mati, maka terputuslah segala amal perbuatannya, kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya.” (HR. Bukhari Muslim)
Menurut para ulama ahli hadis, sedekah jariyah dalam hadis ini maksudnya adalah wakaf. Dengan demikian, wakaf dapat menghidupi seseorang setelah kematiannya. Wakaf membuat orang mati seperti orang hidup, karena jariyahnya terus mengalir dan karya teeus memberi manfaat.
Di Indonesia ini ada banyak contoh orang mati tetapi seperti orang hidup. Sebut saja, misalnya, KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asyari, pendiri Muhammadiyah dan NU. Secara fisik keduanya telah mati, akan tetapi secara spirit dan karya keduanya masih hidup hingga kini.
Muhammadiyah yang didirikannya kini berkembang dengan ratusan perguruan tinggi & rumah sakit, puluhan ribu sekolah dari dasar hingga menengah, dan ratusan panti yatim.
Demikian pula NU yang didirikannya, kini menjelma menjadi puluhan ribu pesantren, puluhan ribu majelis ta’lim yang memenuhi pelosok negeri dengan ajaran-ajarannya. Keduanya terus memberi untuk negeri meskipun pendirinya telah tiada.
Demikian pula Trimurti Pendiri Pondok Modern Gontor: KH. Ahmad Sahal, KH. Zainuddin Fannanie dan KH. Imam Zarkasyi. Ketiganya telah wafat, usianya telah tutup. Namun, Pondok Modern Darusaalam Gontor yang didirikannya pada 1926 itu kini terus berkembang dan maju. Ada puluhan pondok cabang, ada Universitas Darussalam, dan ada ribuan pondok alumni tersebar ke pelosok Nusantara. Mereka hakekatnya adalah orang-orang yang tidak pernah mati.
Demikian pula para pendiri Al-Azhar di Kairo dari Bani Fathimiyyah yang masih keturunan Rasulullah SAW dari jalur Fatimah Az-Zahra. Mereka hakekatnya tetap hidup hingga hari ini. Karena hingga kini, Al-Azhar tetap eksis setelah berhasil bertahan 10 abad lebih dan terus melangkah maju. Kini, mahasiswanya lebih dari 500 ribu berasal dari lebih 100 kewarganegaraan di seluruh dunia. Semuanya berbeasiswa dari hasil wakafnya.
Maka, berbuatlah dan berkaryalah agar setelah kematianmu, orang-orang masih mengenangmu dan mendoakanmu seperti ketika engkau masih hidup.
Anang Rikza Masyhadi
Pimpinan Pondok Modern Tazakka
Berikutnya:
Ucapan Selamat Natal Bentuk Toleransi?