Pergantian tahun sesungguhnya bukanlah sesuatu yang istimewa, layaknya pergantian dari hari ke hari, bulan ke bulan dan seterusnya. Akan tetapi, bagi kaum muslim pergantian tahun hijriah memberi makna tersendiri. Karena ia adalah momentum hijrah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dari Makkah menuju Madinah. Ia adalah babak baru perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW sehingga menyebar ke seluruh penjuru dunia hingga kini.
Maka, memaknai pergantian tahun pun semestinya bukan dengan pesta pora dan hura-hura yang tidak perlu dan cenderung mubadzir, akan tetapi dengan mengevaluasi diri terhadap masa lalu dan masa kini, kemudian merefleksikannya untuk perbaikan di masa depan.
Refleksi hijrah haruslah berupa perubahan. Momentum Tahun Baru Hijriah harus bisa menjadi tonggak capaian keunggulan bagi umat di segala bidang.
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan pada diri mereka sendiri." (Qs. Ar-Ra'd [13]: 11)
Bagi bangsa Indonesia yang mayoritasnya adalah muslim, Tahun Baru Hijriah seharusnya menjadi momentum untuk hijrah menuju Indonesia yang berkeadaban. Yaitu Indonesia yang unggul namun tetap bermartabat dalam bingkai sebagai bangsa timur yang santun dan damai. Sumber daya manusia dan juga sumber daya alam yang dimilikinya harus mampu mengantarkan Indonesia sebagai bangsa maju dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Maka, harus ada hijrah dari praktek-praktek korupsi dalam mengelola negeri ini menuju good governance. Sekali lagi, Indonesia yang kuat, bersih dan bermartabat.
Dalam konteks individu, setiap hari, setiap orang hendaknya selalu introspeksi diri untuk kemajuan dan kebaikannya di masa-masa mendatang. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah dipersiapkannya untuk hari esok; dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Qs. Al-Hasyr [59]: 18)
Kata "esok" dalam ayat tersebut mengandung dua pengertian: yaitu esok dalam arti masa depan di dunia dan esok dalam arti masa depan di akhirat. Maknanya, orang beriman dituntut terus bekerja menyiapkan diri untuk kehidupan yang lebih baik: dunia dan akhirat. Bukan untuk dunia saja dengan melupakan akhirat, atau untuk akhirat saja dengan melupakan dunia.
"Carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu untuk kebahagiaanmu di akhirat, namun jangan lupa akan kebahagiaanmu di duniawi, dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi." (Qs. Al-Qashash [28]: 77)
Sebagaimana doa yang selalu kita panjatkan: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka." (Qs. Al-Baqarah [2]: 200).
Hisablah diri sendiri dengan muhasabah (introspeksi) harian, bulanan, dan tahunan. Karena, seperti yang konon diwasiatkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA: "Barangsiapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka dia adalah orang yang beruntung. Barangsiapa yang hari ini sama saja seperti hari kemarin, maka dia adalah orang yang merugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk daripada hari kemarin, maka dia adalah orang yang terlaknat."
Menjadi apakah kita dan bangsa ini di tahun 1439 Hijriah ini: beruntung, merugi atau terlaknat? Saatnya melakukan perubahan menuju Indonesia yang berkeadaban! Selamat merenung!
Tazakka, Bandar 1 Muharram 1439 H
Sebelumnya:
Ngaji KliwonanBerikutnya:
Satu Gelar Dari Mtq Kabupaten