Menjadi Benar, Bukan Sekedar Tahu Kebenaran

Menjadi Benar, Bukan Sekedar Tahu Kebenaran

Anang Rikza Masyhadi
Pondok Modern Tazakka

Banyak orang belajar tentang kebenaran, tetapi tidak menjadi benar. Contohnya: orang belajar hukum tetapi melanggar hukum; orang belajar ilmu politik tetapi merusak tatanan politik; bahkan orang belajar agama justru melanggar ajaran agama.

Seharusnya yang belajar dan mengerti hukum harus menjadi teladan dalam penegakan hukum dan menjadi orang yang paling disiplin taat pada hukum. Dan orang yang belajar dan mengerti ilmu politik harusnya digunakan untuk menata sistem politik supaya berkeadilan dan bermartabat menuju good governance, pemerintahan yang baik.

Seperti halnya orang yang belajar dan mengerti agama, harusnya menjadi teladan dalam pengamalan nilai-nilai keagamaan. Bahkan, dengan itu mestinya ia mendakwahkan pengetahuan dan pengamalan agama itu kepada orang lain.

Contoh sederhana lainnya: orang belajar shalat tetapi tidak mau shalat. Itu artinya belajar kebenaran tetapi tidak menjadi benar. Seperti halnya orang belajar membaca Al-Quran tapi tidak mau mengaji dan bertadarus Al-Quran. Sebagaimana orang rajin mengikuti pengajian di majelis-majelis taklim tetapi tidak menjalankan pesan-pesan yang disampaikan dalam pengajian itu.

Kenyataan yang sering kita saksikan banyak orang belajar kebenaran tetapi tidak menjadi benar. Belajar kebenaran dan menjadi benar adalah dua hal yang berbeda.

Belajar tentang kebenaran mudah, tempatnya di sekolahan atau di majelis ta’lim, atau dengan membaca buku-buku petunjuk. Akan tetapi menjadi benar adalah hidayah Allah SWT, disamping kita sendiri harus berusaha keras menjadi orang yang benar. Tujuan hidup kita sesungguhnya adalah untuk menjadi orang benar berdasarkan petunjuk Allah.

Itulah mengapa setiap saat kita meminta hidayah-Nya: “ihdinas-shiraatal mustaqim”: Tunjukilah kami jalan yang lurus. Ayat yang terdapat dalam surat Al-Fatihah itu adalah ayat atau surat yang paling sering dibaca. Minimal kita membacanya 17 kali dalam sehari, sesuai bilangan rakaat shalat. Belum lagi yang dibaca di luar shalat.

Tidak ada surat atau ayat lain yang melebihi Al-Fatihah yang sering dibaca kaum muslimin sepanjang waktu. Itu artinya, bahwa Allah mengingatkan kita pentingnya memohon hidayah (petunjuk) dari-Nya. Dengan kata lain, permohonan yang wajib dan terus-menerus kita minta kepada Allah adalah mohon petunjuk kepada jalan yang lurus. Pagi, siang, sore, dan malam hari selalu diisi dengan mohon petunjuk-Nya.

Shalat tanpa Al-Fatihah, maka tidak sah shalatnya, demikian penegasan Rasulullah SAW. Artinya, shalat tanpa mohon hidayah: ihdinas-shiraatal mustaqiim, tidak ada artinya.

Maka, jangan sekedar belajar, atau mengaji, akan tetapi mintalah selalu petunjuk (hidayah) Allah. Itu yang terpenting. Supaya kita selalu dituntun oleh hidayah-Nya.

Tidak ada sesuatu yang lebih mahal dalam hidup kita kecuali hidayah. Sebab, tanpanya semuanya akan sia-sia. Menjadi orang kaya raya tetapi tidak mendapat hidayah, buat apa? Karena harta di tangan orang yang tidak dapat hidayah pasti digunakan tidak pada jalan yang benar.

Menjadi orang berpangkat dengan jabatan terhormat, tetapi tidak dapat hidayah, maka malah akan mencelakakan dirinya sendiri. Yang akan muncul adalah penyalahgunaan jabatan dan tindakan menyimpang lainnya. Menjadi orang pandai tetapi tanpa hidayah-Nya, maka bisa-bisa kepandaiannya digunakan untuk membodohi orang lain, sehingga menjadikannya berbuat dosa di hadapan Allah.

Maka, Rasulullah SAW mengingatkan kita semua melalui sabdanya: “Barangsiapa bertambah ilmunya, namun tidak bertambah hidayah-Nya, maka tidak akan bertambah apa-apa baginya kecuali hanya akan semakin menjauhkan diri dari Allah.”

Artinya, barangsiapa bertambah kekayaannya, atau bertambah kehormatan dan jabatannya, atau bertambah ilmunya, namun tidak bertambah pula hidayahnya, maka dipastikan hal tersebut hanya akan semakin menjauhkan dirinya dari Allah SWT.

Dengan menjadi orang benar, maka kita bisa membenarkan orang lain. Bagaimana bisa sapu yang kotor membersihkan lantai? Jika ingin menyabarkan orang lain, maka kita sendiri harus bisa bersikap sabar terlebih dahulu. Benar dan membenarkan; sabar dan menyabarkan.

Negeri ini butuh orang-orang yang benar, bukan mereka yang sekedar mengetahui kebenaran. Orang yang berani menyatakan kebenaran, bukan yang sekedar berani membenarkan kenyataan.

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (Qs. At-Taubah [9]: 119).

Akankah kita hanya menjadi orang-orang yang hanya sekedar tahu kebenaran, tetapi tidak menjadi benar? Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang benar sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas.