Silatnas FKPM Hasilkan Risalah Tegalsari

Silatnas FKPM Hasilkan Risalah Tegalsari

20 October 2021

Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM) mengadakan Silaturahim Nasional di Madiun, pada 17-19 Oktober 2021.

Kegiatan ini dibuka oleh Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI Dr. H. Waryono Abdul Ghofur M.Pd.

Dalam sambutannya beliau sangat mengapresiasi acara Silatnas FKPM yang dihadiri oleh hampir seluruh pesantren muadalah se Indonesia dan berharap Silatnas ini dapat menghasilkan sumbangan pemikiran dan rumusan penting tentang konsep moderasi beragama.

Ketua Umum FKPM yang juga Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor Prof. Dr. KH. Amal Fathullah Zarkasyi, MA dalam pembukaan acara menyampaikan ungkapan terima kasih atas kehadiran pesantren-pesantren yang mewakili unsur pesantren salafiyah dan ‘ashriyah (modern) pada acara Silatnas ini.

“Ini bersejarah karena untuk pertama kalinya FKPM mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh hampir seluruh pesantren muadalah baik dari salafiyah maupun ‘ashriyah”, ungkap beliau.

Hal senada juga disampaikan Sekjen FKPM yang juga Pengasuh Pondok Tremas KH. Lukman Haris Dimyati bahwa muadalah adalah pemersatu pesantren; pesantren salafiyah dan pesantren ‘ashriyah.

Sekjen FKPM juga menyampaikan bahwa sekarang pesantren sudah punya payung hukum yaitu Undang-undang nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren dan aturan turunannya yang menjamin kekhasan, keragaman dan kemandirian pesantren.

Sehingga dengan UU Pesantren tersebut pesantren mempunyai kesempatan untuk mengembalikan pesantren sebagaimana mestinya pesantren, yaitu sebagai tempat untuk tafaqquh fiddin (fungsi pendidikan), fungsi dakwah dan pemberdayaan masyarakat.

Silatnas FKPM yang berlangsung selama 3 hari dan dilaksanakan di 3 tempat yang berbeda ini (Madiun, Tegalsari, dan Gontor), membahas banyak topik pada setiap sesinya dan menghasilkan rumusan serta rekomendasi penting.

Silatnas FKPM diakhiri dengan silaturahim dan ramah tamah bersama para pimpinan Gontor.

Rumusan-rumusan hasil Silatnas tersebut dinamakan ‘Risalah Tegalsari’ karena ditandatangani di Tegalsari Ponorogo. Tegalsari dipilih sebagai tempat penandatangan rumusan tersebut karena merupakan tempat bersejarah dan sebagai cikal bakal pesantren-pesantren yang ada di Indonesia.

Berikut isi dari Risalah Tegalsari:

  1. Konsep wasathiyah dan tawazun dalam Islam bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits;
  2. Terminologi dan konsep moderasi mengandung nilai dan konten sesuai budaya dimana terminologi ini tumbuh dan berkembang. Moderasi menurut Barat berdasarkan nilai-nilai demokrasi liberal, sekuler, dan pemaknaan toleransi yang tidak tepat. Oleh karena itu, konsep moderasi ala Barat yang tidak sesuai dengan budaya Timur dan nilai-nilai Islam, dengan demikian tidak dapat diterima sebagai sebuah konsep;
  3. Kekeliruan pengistilahan saat ini adalah pada istilah ‘Islam Moderat’ atau ‘Islam Wasathiyah’, adapun yang lebih tepat adalah “Wasathiyatul Islam”;
  4. Moderasi ala pesantren berdasarkan pada konsep tawazun dan tawashuth. Oleh karena itu tidak perlu ada model moderasi baru yang dipaksakan masuk ke lingkungan pesantren, karena di pesantren moderasi telah dijalankan sejak berdirinya pesantren di Indonesia;
  5. Sejak awal, konsep pendidikan di pesantren telah menggabungkan dimensi kepentingan dunia dan akhirat;
  6. Tiga pilar Islam, yaitu: Iman, Islam, dan Ihsan telah terimplementasikan dalam kurikulum pesantren baik salafiyah maupun ‘ashriyah (muallimin);
  7. Pesantren sejak awal berdirinya memiliki semangat anti penjajah dan penjajahan, inilah sifat dan sikap yang inheren di dalam dunia pesantren sebagai sebuah manifestasi semangat nasionalisme;
  8. Pesantren akan terus mengambil peran penting dalam kepemimpinan di masyarakat sebagai bagian dari solusi, menjadi perekat, penggerak dan pencerah umat;
  9. Satuan Pendidikan Muadalah dan kurikulumnya adalah contoh nyata moderasi dalam pendidikan di pesantren, karena mampu menyatukan antara kurikulum model salafiyah dan ‘ashriyah (muallimin);
  10. Muadalah adalah model pembelajaran yang inklusif. Sehingga konsep ‘al-‘ilmu lil ‘ilmi’ (ilmu untuk ilmu) tidaklah tepat; yang tepat adalah ‘al-‘ilmu lil ‘ibadah wal amal’, yaitu konsep ilmu untuk mempertebal iman, akhlak dan amal.

Selain Risalah Tegalsari, Silatnas juga memberikan Rekomendasi kepada Kementerian Agama RI sebagai berikut:

  1. Mendorong Kementerian Agama Republik Indonesia untuk melakukan sosialisasi Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan aturan pelaksanaannya secara masif pada jajaran instansi vertikal Kementerian Agama RI sehingga dapat dipahami secara komprehensif;
  2. Mendorong Kementerian Agama Republik Indonesia untuk menerbitkan petunjuk teknis tentang konversi dari satuan pendidikan umum ke satuan pendidikan muadalah serta migrasi siswa/santri, pendidik profesional dan tenaga kependidikan dari satuan pendidikan umum ke satuan pendidikan Muadalah;
  3. Mendukung segera terbentuknya Majelis Masayikh yang mencerminkan keterwakilan pesantren secara proporsional berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren pasal 5 ayat 1;
  4. Mendesak Kementerian Agama Republik Indonesia untuk mempermudah pendirian satuan pendidikan Muadalah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren dan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 3481 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Izin Pendirian Satuan Pendidikan Muadalah;
  5. Mendukung terbentuknya Direktorat Jenderal Pesantren pada Kementerian Agama Republik Indonesia.

Kegiatan Silatnas FKPM diakhiri dengan silaturahim dan ramah tamah bersama para pimpinan Gontor di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo.

@iwansandi
https://www.pesantrenmuadalah.id/berita/silatnas-fkpm-hasilkan-risalah-tegalsari/