Pohon Shahabi: 1400 Tahun Lebih Menjadi Saksi Kenabian Muhammad SAW

Pohon Shahabi: 1400 Tahun Lebih Menjadi Saksi Kenabian Muhammad SAW

KH. Anang Rikza Masyhadi, MA
Jordania

Tumbuhan ini disebut-sebut sebagai Pohon Shahabi. “Shahabi” artinya sahabat Rasul, yaitu orang yang pernah bertemu dengan Rasul dan beriman kepada risalah yang dibawakannya. Pohon ini disebut dengan “Shahabi” karena ia pernah “bertemu” dengan Rasul dan menjadi salah satu pertanda kenabiannya.

Pohon ini pun diyakini merupakan salah satu pohon yang diberkahi. Karena pohon tersebut berhasil bertahan hidup di tengah ganasnya gurun Yordania selama 1400 tahun lebih. Letaknya di bagian utara padang pasir Yordania. Dalam radius ratusan kilometer, tak ada pohon lain yang hidup, menemani sang sahabi.

Pohon ini dipercaya sebagai saksi pertemuan pendeta Kristen bernama Bahira dengan Nabi Muhammad SAW. Tiga manuskrip kuno yang ditulis oleh ulama ahli sejarah terkemuka pada zamannya: Ibn Hisham, Ibn Sa’d al-Baghdadi, dan Muhammad Ibn Jarir al-Tabari menceritakan tentang kisah Bahira yang bertemu dengan bocah kecil calon rasul terakhir.

Saat itu Muhammad baru berusia 9 atau 12 tahun. Ia menyertai pamannya Abu Thalib dalam perjalanan untuk berdagang ke Busro di negeri Syam (Suriah). Selama perjalanan, gumpalan awan selalu menaunginya, sehingga melindungi mereka dari teriknya matahari di padang pasir.

Bahira, yang menjadi tokoh yang dihormati di wilayah itu mengamati kejadian itu dari jauh. Belum pernah ada kafilah dagang yang melalui wilayah ini yang dinaungi awan seperti mereka, gumamnya penuh tanda tanya.

Sudah menjadi tradisi bahwa setiap kafilah yang melewati wilayah itu akan diundang pada jamuan makan oleh Bahira dan mengajak mereka untuk beristirahat. Bahira telah mendapat firasat kalau ia akan bertemu dengan sang nabi terakhir. Diperhatikannya masing-masing tamu. Namun tak satupun di antara mereka yang memiliki tanda-tanda mukjizat.

Ternyata masih ada satu anggota rombongan yang tidak ikut masuk ke tempat jamuan makan Bahira, yaitu Muhammad kecil yang sedang diminta oleh pamannya untuk menunggu di bawah pohon untuk menjaga unta-unta. Lalu, dipanggillah Muhammad kecil agar ikut bergabung dalam jamuan.

Bahira takjub menyaksikan cabang pohon tersebut merunduk untuk melindungi sang pemuda. Dan ia juga telah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri segumpal awan memayungi Muhammad ke manapun ia pergi.

Bahira bertanya kepada Abu Thalib, “apakah ini anakmu?” Dijawab: “iya” oleh Abu Thalib. “Bukan anakmu” sanggah Bahira. Abu Thalib kembali menegaskan: “ini anakku“. “Katakan yang sebenarnya, apakah ini anakmu?” tanya Bahira lagi. Lalu, Abu Thalib mengakui bahwa dia bukan anaknya, melainkan anak saudaranya (keponakan). Giliran Abu Thalib yang keheranan mengapa Bahira sampai tahu bahwa pemuda kecil itu bukan anaknya?

Bahira membaca dalam kitab-kitab Injil dan Taurat bahwa anak kecil dalam rombongan kafilah dengan ciri-ciri sebelumnya adalah seorang anak yatim, yang ayah kandungnya telah wafat sebelum kelahirannya. Tanda-tanda itu adalah ciri-ciri akan datangnya Nabi dan Rasul akhir zaman seperti yang ia ketahui dari kitab-kitab Injil dan Taurat.

Demi menguatkan bukti-bukti yang sudah ada itu, Bahira meminta Abu Thalib membuka sedikit baju Muhammad kecil. Dan Bahira mengamati punggung Muhammad kecil; ternyata ada tanda kenabian.

Dari sanalah sang pendeta yakin kalau pemuda itu memang benar-benar nabi yang sudah diramalkan kedatangannya. Bahira lantas berpesan kepada Abu Talib untuk menjaga pemuda cilik itu, karena kelak ia akan membawa berkah bagi umat manusia. Tetapi tak jarang pula orang yang ingin mencelakakannya. Atas alasan itu, Bahira menasehatkan kepada Abu Thalib agar membawa pulang kembali pemuda cilik itu ke Mekah. Sebab, Bahira khawatir akan keselamatan pemuda kecil itu, karena jika sampai diketahui oleh orang-orang Yahudi, mereka akan membunuhnya. Dan Abu Thalib pun menuruti nasehat Bahira, sehingga ia tidak melanjutkan perjalanan ke Busro.

1400 tahun lebih berlalu, dan pohon yang pernah meneduhkan Muhammad kecil itu masih berdiri tegak hingga kini, menjadi satu-satunya pohon yang berhasil hidup di tengah gurun.

Penemuan kembali pohon itu terjadi secara tak sengaja. Menurut situs Last Prophet, Pangeran Ghazi bin Muhammad menemukan manuskrip tentang pohon tersebut ketika memeriksa arsip negara.

Jika dirunut dari naskah-naskah tua tersebut, kemungkinan besar tempat terjadinya pertemuan Bahira dan Muhammad adalah di gurun Yordania.

Sejumlah ilmuwan dan cendekia, termasuk ahli sejarah dan arkeolog pun diminta untuk memeriksa area tersebut. Berdasarkan pengamatan mereka, memang benar pohon tua tersebut yang disebutkan dalam catatan Bahira.

Dilansir Green Prophet, Pangeran Ghazi menyebutkan,”Rasulullah duduk di bawah pohon ini.” Dan kenyataan bahwa pohon itu bersedia merundukkan cabang-cabangnya demi Muhammad merupakan bukti mengenai kesaksiannya terhadap kerasulan Muhammad. “Karena itulah kami menyebutnya ‘Shahabi’ dalam bahasa Arab.”

Sekarang pohon tersebut dilestarikan oleh Pemerintah Kerajaan Yordania. Sekelilingnya dilindungi pagar dan keberadaannya dipantau secara rutin. Namun siapapun masih bisa menyentuh dan berlindung di bawah cabangnya yang senantiasa rimbun.

Dari kisah di atas dan adanya bukti Pohon Shahabi itu semakin menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW keseluruhan hidupnya adalah istimewa, tidak seperti kebiasaan manusia lain pada umumnya. Sejak sebelum kelahirannya, saat kelahirannya, masa balita, ketika beranjak remaja, ketika dewasa, dan hingga hari tuanya, bahkan hingga wafatnya, keseluruhan sejarah hidupnya tidak lepas dari bimbingan dan pengawasan langsung Allah SWT.

Sifat-sifat fisik, sikap, tutur kata dan prilakunya semuanya adalah ma’shum (terjaga) dari aib, cela, dan apalagi perbuatan dosa. Hal ini diakui bukan saja oleh kaumnya yang beriman, akan tetapi juga oleh kaum Quraisy Mekah. Bahkan, jauh sebelum kenabiannya, saat masih remaja, kaum Quraisy telah menjulukinya dengan gelar “Al-Amien“, yang dapat dipercaya. Sebab, sepanjang kehidupannya, belum pernah ada yang mendapati Muhammad berbohong, apalagi menipu atau mengambil hak milik orang lain.

Kisah ini adalah sekelumit dari kisah Sirah Nabawiyyah: Sejarah Kenabian Muhammad SAW. Dan menjadi bagian dari Sejarah Islam secara umum. Ribuan kitab yang ditulis oleh para ulama baik klasik maupun kontemporer tentang sosoknya seolah tak pernah habis. Bahkan, puluhan ribuan bait-bait syair pujian kepadanya yang ditorehkan para ulama dahulu dan yang hingga kini masih disenandungkan dimana-mana semakin membuktikan bahwa Muhammad SAW benar-benar pribadi yang agung dan mulia.

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِیمࣲ). القلم4

Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (Qs. Al-Qolam [68]: 4)

(لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِی رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةࣱ لِّمَن كَانَ یَرۡجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلۡیَوۡمَ ٱلۡـَٔاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِیرࣰا) [الأحزاب 21]

 

Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (Qs. Al-Ahzab [33]: 21)

@anangrikza

Yordania, 10 Desember 2019