Madinah – Saya sangat setuju dengan tagline HUT Kemerdekaan RI ke-74, tahun 2019 ini: SDM Unggul, Indonesia Maju.
Memang, merdeka itu artinya SDM harus unggul. Bangsa yang masih terjajah, mana bisa membangun SDM-nya dengan baik? Merdeka juga berarti kemajuan. Pada bangsa yang telah merdeka, tidak boleh lagi ada kemunduran.
Memang, penjajah selalu ingin agar bangsa jajahannya tidak memiliki SDM yang unggul. Sebab, SDM yang unggul akan memicu kemajuan bangsanya, dan jika bangsanya maju maka otomatis akan menjadi lawan penjajah yang tangguh.
SDM yang unggul seharusnya dilahirkan / diciptakan. Dan itu memerlukan energi besar dan jangka waktu yang relatif lama; bisa jadi butuh satu atau dua generasi. Ibaratnya, orang menanam padi bisa panen dalam tiga bulan; menanam kelapa bisa panen dalam setahun; tetapi menanam bibit unggul sumber daya manusia panennya bisa 25 hingga 50 tahun.
Pertanyaannya: 74 tahun merdeka, apakah Bangsa Indonesia telah memiliki SDM yang unggul? Apa indikatornya? Bagaimana bangsa kita bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya?
Bank Dunia (World Bank) mencatat bahwa indeks Sumber Daya Manusia (Human Capital Index/HCI) Indonesia sebesar 0,53 atau peringkat ke-87 dari 157 negara.
HCI tertinggi dipegang oleh Singapura, dengan nilai HCI sebesar 0,88. Padahal, Singapura merdeka jauh di belakang kita, itu pun hanya sebesar satu kotamadya saja luasnya. Disusul oleh Jepang dan Korea Selatan dengan HCI masing-masing 0,84. Sementara itu, empat negara dengan pendapatan menengah di kawasan ASEAN lainnya, yakni Malaysia 0,62; Filipina 0,55; Thailand 0,60; dan Vietnam 0,67.
Peringkat Indonesia hanya bisa lebih baik jika dibandingkan dengan Kamboja dengan HCI 0,49; Bangladesh 0,47; hingga Chad dengan nilai HCI terendah sebesar.
Artinya, keunggulan SDM kita belum terlalu membanggakan dalam pentas dunia. Memang betul, ada satu dua putra-putri bangsa Indonesia yang sangat menonjol dan disegani kualifikasi SDMnya di pentas dunia. Tapi, apa artinya dibanding dengan rakyat Indonesia yang jumlahnya telah menembus angka 230 juta jiwa itu? Indonesia ini negara besar karena bentangan wilayahnya sama dengan bentangan dari Kairo ke London.
Oleh karenanya, saatnya kini bangsa ini berpikir serius dalam investasi SDM terutama melalui pendidikan dan kesehatan. Pemerintah harus memberi akses yang luas dan mudah untuk pendidikan anak-anak bangsa. Beri arah yang jelas dengan visi dan platform pendidikan yang matang. Demikian pula dalam kesehatan.
Dorong pertumbuhan dan mobilisasi vertikal sekolah-sekolah, madrasah-madrasah, pesantren-pesantren dan perguruan tinggi-perguruan tinggi. Agar mereka bisa bersaing di tingkat global. Hilangkan dikotomi sekolah negeri dan swasta, beri akses dan hak yang sama; buatkan sistem dimana mereka saling bersanding, bukan bersaing. Sinergikan potensi mereka agar bisa bersaing bersama-sama dengan dunia luar.
Dorong terus peningkatan SDM guru dan dosen, buka lebar-lebar akses yang memungkinkan mereka melakukan mobilisasi potensinya secara vertikal. Kegiatan-kegiatan riset harus menjadi perhatian serius dan didukung dengan dana riset yang memadai.
Untuk pesantren perlu diberi akses dan hak yang sama dengan sekolah-sekolah umum. Justru, kalau mau jujur, pesantrenlah konsep pendidikan yang genuine berasal dari tradisi nusantara. Jika Indonesia akan jualan pendidikan ke luar negeri, maka pesantrenlah jawabannya.
Usia pesantren lebih tua daripada usia negeri ini. Tidak perlu lagi ditanyakan, apalagi diragukan tentang kontribusinya pada Republik ini. Selama ini, pesantren seperti dianak-tirikan, padahal ia diakui sebagai garda terdepan penjaga akhlak generasi muda bangsa. Namun demikian, pesantren masih tetap survive dengan kemandiriannya.
Sekali lagi, merdeka itu artinya SDM yang unggul untuk menuju Indonesia yang Berkemajuan. Dan karenanya, Pemerintah perlu secara serius dan otentik untuk meningkatkan investasi di bidang ini. Hal ini akan jauh lebih penting untuk jangka panjang masa depan bangsa.
Itulah cara kita mengisi kemerdekaan dan mempertahankan NKRI. Jangan hanya sekedar slogan dan teriakan. Saatnya bangsa ini bersatu-padu menatap masa depannya.
وَلۡیَخۡشَ ٱلَّذِینَ لَوۡ تَرَكُوا۟ مِنۡ خَلۡفِهِمۡ ذُرِّیَّةࣰ ضِعَـٰفًا خَافُوا۟ عَلَیۡهِمۡ فَلۡیَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلۡیَقُولُوا۟ قَوۡلࣰا سَدِیدًا [سورة النساء 9]
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (Qs. An-Nisa [4]: 9)
Merdeka!
K.H. Anang Rikza Masyhadi, MA
Pondok Modern Tazakka Batang
Madinah, 17 Agustus 2019
16 Dzulhijjah 1440 H
www.tazakka.or.id
Sebelumnya:
Tradisi Qurban di PesantrenBerikutnya:
Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin