1. Ada Hadis Nabi SAW yang sangat sangat populer di telinga kaum muslimin, yaitu Hadis tentang apa yang akan menjadi bekal seseorang ketika menghadap Rabbnya.
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله ﷺ قال: إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية، أو علم ينتفع به، أو ولد صالح يدعو له، رواه مسلم
Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakannya. (HR. Muslim)
Bagi setiap muslim, ketiga hal itu mestinya menjadi target capaian dalam kehidupannya. Jangan sampai pada saat akan menghadap Allah SWT kita tidak cukup bekal dengan tiga hal itu. Sedekah jariyah itu artinya sedekah yang pahalanya terus mengalir abadi. Para ahli Hadis menegaskan bahwa yang dimaksud sedekah jariyah dalam Hadis tadi tidak lain adalah wakaf.
Sudahkah kita berwakaf; sudahkah kita mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada orang lain; dan sudahkah kita mendidik anak-anak kita agar menjadi anak-anak shaleh yang mau mendoakan orang tuanya sepeninggalnya nanti?
2. Hadis ini persis nyambung dengan ayat yang tadi baru saja dibaca dengan sangat merdu oleh qari kita.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
_Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Maha Terpuji.
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
[سورة البقرة 267-268]
Setan menjanjikan atau menakut-nakuti kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat keji (kikir), sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya kepadamu. Dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.
Perhatikan baik-baik ayat itu: "Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya." Artinya, berinfak atau wakaf dengan harta terbaik! Bukan dengan harta sisa!
Janganlah berinfak atau berwakaf dengan sesuatu yang kita sendiri tidak suka. Jika ingin memberi, maka berikan yang terbaik. Hal ini dicontohkan oleh para sahabat Nabi: Abu Bakar RA, Usman bin Affan RA, Abu Thalhah RA, Abdurrahman bin Auf RA, Abu Ayyub Al-Anshari RA, dan masih banyak yang lainnya.
Dengan kata lain, berinfak secara maksimal! Berinfak harus menjadi agenda. Sebagaimana kita mengagendakan atau menganggarkan untuk berbagai keperluan duniawi. Kita begitu mudah menyisihkan uang untuk membeli berbagai barang, maka seharusnya mudah pula untuk berinfak / berwakaf.
Dengan kata lain, infak atau wakaf harus masuk dalam agenda; menjadi bagian penting dalam hidup kita. Sebab, itulah bekal yang kita persiapkan untuk menyongsong kematian.
3. Perhatikan ayat selanjutnya: Setan menjanjikan atau menakut-nakuti kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat keji (kikir), sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya kepadamu. Dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.
Artinya, setanlah yang selalu menghalangi kita untuk berinfak atau berwakaf dengan harta terbaik. Saat mau berinfak atau berwakaf banyak pertimbangan ini itu, bahkan hitung-hitungannya njlimet banget, ujung-ujungnya tidak jadi berinfak atau berwakaf. Contoh kecil saja: beli smartphone dan pulsa bisa jutaan, bahkan jika belum punya uang pun diada-adain, giliran untuk berinfak atau wakaf keluarnya sedikit. Tidak sebanding!
Banyak orang hanya memikirkan kebutuhan hidup, sementara mereka lupa memikirkan kebutuhan mati. Hanya fokus pada kehidupan saat ini, lupa pada kehidupan masa depan; yaitu kehidupan setelah kematian. Padahal itu yang penting!
Maka, ketahuilah, itu diantara bisikan setan: menakut-nakuti kita pada kemiskinan. Padahal, "Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya kepadamu. Dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui."
Ditegaskan lagi oleh Rasul dalam Hadisnya: "Tidak akan berkurang harta karena sedekah". Apa masih kurang yakin dengan janji Allah dan Rasul-Nya itu? Jadi, kita ini mau ikuti bisikan setan atau percaya pada Allah dan Rasul-Nya? Di sinilah iman kita dipertaruhkan. Kualitas iman kita akan nampak pada saat-saat seperti ini.
4.Kebetulan ayat yang dibaca oleh imam kita pada shalat Maghrib tadi juga pas banget.
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
[سورة آل عمران 92]
Kamu tidak akan memperoleh kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui.
Perhatikan ayatnya sekali lagi: "Kamu tidak akan memperoleh kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai."
Jadi, jika ingin memperoleh kebajikan yang sempurna, syaratnya harus mau menginfakkan sebagian harta yang dicintai, bukan sekedar yang dimiliki. Sekali lagi: yang dicintai!
Saya beri ilustrasi: di dompet kita memiliki lembaran uang warna merah (Rp. 100 ribu), warna biru (Rp. 50 ribu), warna hijau (Rp. 20 ribu), warna abu-abu (Rp. 2 ribu); warna apa yang paling dicintai? (jamaah serempak menjawab warna merah). Pertanyaan saya: saat ada kotak infak lewat di depan kita, kira-kira warna apa yang akan kita masukkan? (jamaah spontan tertawa).
Jika yang kita masukkan adalah sesuai yang kita cintai, maka kita telah mengamalkan ayat tadi. Tetapi, jika ternyata infaknya masih langganan warna abu-abu (Rp. 2 ribu), maka ayatnya sudah berubah bukan lagi yang kamu cintai tetapi yang kamu miliki.
Selembar warna abu-abu itu untuk beli makan saja sudah tidak cukup, tapi berani-beraninya kita berikan kepada Allah, padahal Allah-lah yang memberi kita rezeki dan segala nikmat yang ada ini. Cobalah berpikir dengan jernih dan renungkanlah.
5. Kembali ke topik semula tadi, inilah hakekat hidup yaitu mempersiapkan kematian. Catat ya; inilah prinsip hidup, dan inilah worldview atau cara pandang kita sebagai seorang muslim mukmin.
Imam Ibnu Qudamah pernah ditanya oleh muridnya: Siapakah orang yang paling bahagia itu? Dijawab oleh beliau: Yaitu orang yang saat nafasnya berhenti pahalanya masih tetap mengalir! SubhanalLaah, ini jawaban keren banget! Ya Rabb, semoga kita termasuk orang-orang yang saat nafasnya berhenti, pahala kita masih terus mengalir.
Jadi, saya ingin simpulkan bahwa berinfak dan berwakaf itu hendaknya menjadi lifestyle setiap mukmin. Infak dan wakaf menjadi gaya hidup! Jangan sebaliknya: bergaya hidup hedonistik dan materialistik!
Silahkan bekerja keras mencari harta sebanyak-banyaknya, dengan niat untuk bisa berinfak dan berwakaf sebanyak-banyaknya, bukan dengan niat menumpuk harta.
Sekali lagi: Allah dan Rasul-Nya janganlah diberi sisa-sisa: waktu sisa, tenaga sisa, pikiran sisa, hati sisa, bahkan harta sisa.
Sekian semoga bermanfaat. Uushiikum wa iyyaaya bi taqwalLaah: saya menasehati kalian dan diri saya sendiri untuk selalu bertakwa kepada Allah.
Istiqlal, Jakarta (9 Ramadhan 1439/25 Mei 2018)
Tausiyah Taraweh Masjid Istiqlal Jakarta
ditranskrip oleh:
Affandi, S.Pd.I (Sekpim)
Sebelumnya:
Berzakatlah Lewat AmilBerikutnya:
Akibat Enggan Berzakat