AlhamdulilLah, setelah melalui perjalanan panjang Madrid – Cordoba – Granada, akhirnya sampai juga aku di Pesantren Prof. Dr. Abdus Somad Romero. Sampai di Pesantrennya sudah larut malam, sekitar jam 23.00, karena ternyata perjalanan dari Granada ke Pueblo sekitar 150an km atau hampir satu setengah jam perjalanan.
Meskipun Pesantrennya terletak di pegunungan, kota kecil bernama Pueblo, tetapi ternyata menyimpan mutiara yang menurutku luar biasa, karena ada ulama dan masayikh yang tekun mengajarkan ilmu ke seluruh penjuru dunia. Malam itu, aku dan Pak Adi, staf KBRI yang ditugaskan Ibu Duta Besar Dr. Yuli Mumpuni untuk mengantarku diterima dengan penuh kehangatan. Hidangan sup ikan khas Eropa mengawali diskusi malam itu. Terima kasih tak terhingga kepada Ibu Duta Besar dan keluarga besar KBRI Madrid atas jasa baiknya memfasilitasi kunjungan dan rencana kerjasama ini.
Pesantren Prof. Abdus Somad menerima santri-santri dari berbagai bangsa: Turki, Amerika, Inggris, Afrika dan beberapa dari Malaysia. Dari Indonesia katanya sangat sedikit, hanya hitungan jari saja.
Biasanya Prof. Abdus Somad melayani program sandwich atau short course yang kurikulum dan silabusnya disesuaikan dengan permintaan dan kebutuhan santri. Selain program tahfidz, bahasa Arab, ada juga kaligrafi, syariah dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Keunggulannya adalah pada Bahasa Spanyol, jadi selain program yang ada, Bahasa Spanyol juga diajarkan.
Prof. Abdus Somad memiliki alasan tersendiri dengan Bahasa Spanyol ini. Karena menurutnya, bahasa Spanyol termasuk bahasa yang paling banyak digunakan bangsa-bangsa di zaman modern ini, bahkan mengalahkan bahasa Inggris. "Jadi, ketika anak-anak kita mengetahui bahasa Spanyol, dia bisa dakwahkan Islam kepada lebih banyak bangsa di muka bumi ini" tuturnya.
Keunggulan lain, Pesantren Prof. Abdus Somad ini ternyata sudah muadalah dengan Al-Azhar Kairo. Jadi, ia bisa menyelenggarakan pendidikan setingkat S1 dan S2 yang ijazahnya selain dari Pesantrennya juga akan diberikan dari Al-Azhar Kairo. "Persis seperti muadalah yang diberikan Al-Azhar kepada Universitas Al-Fatah Al-Islami di Damaskus" katanya.
"Jadi, kalau ada mahasiswa mau belajar di sini 4 tahun, ia akan setara dengan di Al-Azhar Kairo, tetapi di sini keunggulannya ia akan menguasai pula bahasa Spanyol" lanjutnya.
Selain Prof. Abdus Somad sendiri, beberapa guru besar didatangkan secara berkala. Tetapi, ada beberapa masayikh dan ulama yang menetap di situ mendampingi para santri setiap saat. Umumnya mereka dari Maroko dan Mesir.
Untuk program Sandwich atau Short Course, biasanya dimulai pada Maret hingga Desember. "Jadi, santri atau mahasiswa lebih banyak mengalami musim semi dan panas, sedangkan Desember-Februari biasanya mereka libur karena musim dingin" paparnya.
Prof. Abdus Somad juga membuka kerjasama program sandwich yang waktunya ditentukan bersama, misalnya 2 atau 3 bulan. Tentu saja, materi-materinya pun akan disesuaikan. "Orang-orang Turki, Amerika dan Inggris biasanya mereka ambil Maret sd Desember" jelasnya.
Adapun untuk pembiayaan, Prof. Abdus Somad tidak menyediakan beasiswa. "Biasanya para santri dan mahasiswa mencari sponsor sendiri untuk tiket dan biaya hidup. Di sini biaya hidup sekitar 10 – 20 € per hari atau sekitar 140 ribu hingga 280 ribu per hari.
"Hari Sabtu dan Ahad libur, biasanya digunakan oleh mereka untuk mengunjungi situs-situs Peradaban Andalusia dan mengkajinya dari sisi ilmiah: Cordoba, Granada, Al-Hamra dan lain-lain, bahkan ada pula yang melancong ke Maroko" tukas profesor yang mualaf sejak usia 9 tahun ini.
Setelah diskusi hampir dua jam, akhirnya aku pamit pulang ke Granada, meskipun sempat dicegahnya dan dimintanya untuk menginap di villanya. Tapi, jujur saja, suhu dinginnya membuatku tidak tahan. Sebetulnya dua jam diskusi aku sambil menahan dingin yang menusuk. Wow, saat masuk mobil aku baru lihat ternyata suhu di dashboard mobil menunjukkan malam itu 2 derajat celcius. Pantesan, gumamku.
Sebelum pamit, Prof. Abdus Somad mengajakku keliling pesantren. Aku diperlihatkan ke ruang-ruang belajar, aula, masjid, ruang penelitian manuskrip Andalusia, dan area perkebunan Tin dan Zaitun yang mengelilingi pesantrennya itu. Ada juga kandang kuda, karena ternyata Prof. Abdus Somad memelihara beberapa kuda pilihan sekaligus kesayangannya.
Oiya, aku ditunjukkan pada sebuah ruang dimana tersimpan puluhan manuskrip peninggalan Andalusia. Luar biasa, batinku, jika ini bisa diteliti dan dipublikasikan pasti dunia akan tercengang. Terutama bagi yang belum tahu sejarah bahwa Cordoba pada abad ke-7 hingga abad ke-14 adalah pusat keilmuan dunia. Para ahli dalam berbagai cabang sains ada di Cordoba, sehingga dunia kala itu jika ingin mencari seorang ahli dalam bidang tertentu cukup datang ke Cordoba. Zaman itu, Eropa dan Barat masih gelap gulita, masih buta huruf, mereka baru mengenal ilmu pengetahuan setelah ada transfer of knowledge dari Andalusia.
Ada juga Duplikat Mushaf Sayyidina Usman bin Affan hadiah langsung dari Perdana Menteri Turki, Abdullah Gol. Mushaf ini aslinya ada di Musim Top Kapi di Istanbul. Duplikatnya ini hanya dicetak 500 eksemplar dan dihadiahkan kepada para pemimpin negeri-negeri Islam. Beruntunglah Prof. Abdus Somad termasuk yang mendapatkannya, karena selain kedekatan pribadinya dengan Sang Perdana Menteri, ia juga dianggap sebagai representasi ulama berpengaruh di wilayah Eropa Barat. Ia tunjukkan padaku nomor Mushaf itu tertulis 202. "Mushaf ini dibawa ke sini dengan pesawat khusus" kata beliau.
Nampaknya aku tertarik dengan programnya Prof. Abdus Somad. Setidaknya karena beberapa hal:
1. Pesantren ini diasuh oleh orang yang sangat kompeten; selain Prof. Abdus Somad sendiri yang menempuh pendidikan S1 hingga S3 nya di Ummul Qura dan mengaji langsung di Rusaifah dengan Syaikh Alawi Al-Maliki selama lebih dari 30 tahun, juga diasuh oleh para masayikh dan ahli yang kompeten.
2. Pengakuan dan muadalah dari Al-Azhar, sehingga ini cukup menjadi jaminan mutu utk Pesantren ini.
3. Letaknya berada di Granada, negeri yang pernah menjadi pusat Peradaban Islam selama kurang lebih 7 abad. Sehingga, santri bisa sekaligus mengenal dan mendalami sejarah Peradabannya langsung dari sumbernya.
4. Bahasa Spanyol yang diajarkan sebagai materi wajib selain program yang dikerjasamakan. Tentu saja ini menjadi kelebihan dan daya tarik sendiri. Selain utk keperluan mengglobalkan misi dakwah Islam juga siapa tahu ada yang minat meneruskan studinya di Spanyol.
5. Kehidupan antar bangsa. Dimana para santri membaur bersama anak-anak dari berbagai bangsa. Ini akan menjadi pengalaman yang luar biasa bagi para santri kita, dan sekaligus membekali mereka agar dapat masuk dalam pergaulan internasional.
Semoga saja, rancangan dan kerjasama ini segera terwujud. Dan semoga ada muhsinin / sponsor yang berkenan meringankan beban biaya utk santri-santriku mengikuti program sandwich tahfidz ini. Amiiin.
Anang Rikza Masyhadi
Granada, 27 R. Awal 1438 / 27 Des 2016