Macam-Macam Wakaf; Dr. Musthafa Dasuki Kasbah (Pakar Ekonomi Islam dan Direktur Eksekutif)

Macam-Macam Wakaf; Dr. Musthafa Dasuki Kasbah (Pakar Ekonomi Islam dan Direktur Eksekutif)

Selain zakat, Islam memiliki instrumen ibadah ­sosial lain untuk memberdayakan umat yang cakupannya ­sangat luas, yaitu wakaf. Banyak sekali sunnah yang telah  diriwayatkan para sahabat tentang wakaf, baik sunnah ucap­an maupun perbuatan dari     Rasulullah SAW. Diantaranya adalah Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA: Bahwa ­Rasulullah SAW bersabda, “Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah amal perbuatannya,  kecuali tiga hal, yaitu dari sedekah jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan, atau anak saleh yang mendoakannya.” Mayoritas ulama berpendapat sedekah jariyah yang dimaksud adalah wakaf.

Wakaf dikategorikan dalam dua macam: wakaf ahli (atau dzurri) yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik keluarga si wakif atau bukan, yang diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga atau kerabat.

Yang kedua adalah jenis wakaf khairi yaitu wakaf yang secara tegas untuk kepentingan keagamaan dan kepen-tingan umum dengan tidak terbatas pada aspek penggunaannya yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya.

Rasulullah SAW dan para sahabat melaksanakan wakaf, yaitudengan membangun Masjid Quba dan Masjid ­Nabawi. Dua masjid pertama yang dibangun setelah hijrah itu merupakan wakaf Rasulullah dan para sahabat.

Wakaf juga dapat dikategorikan kepada wakaf berjangka dan wakaf abadi. Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang wakaf berjangka. Sebagian berpendapat bahwa wakaf harus bersifat abadi; seorang wakif tidak boleh menarik kembali apa yang telah diwakafkan. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa  wakif dibolehkan menarik kembali apa yang diwakafkan apabila terjadi sesuatu pada wakif, tentu saja setelah melalui syarat-syarat tertentu menurut syariat.

Adapun bentuk dari jenis-jenis wakaf, diantaranya. Pertama, wakaf benda tidak bergerak, antara lain meliputi tanah, bangunan di atas tanah, tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah, dan benda lain sesuai dengan ketentuan syariah.      

Kedua, wakaf benda yang bergerak yang boleh diwakafkan antara lain uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak sewa, dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah. Jenis ini juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, namun kini para ulama fiqh dari seluruh dunia telah sepakat membolehkan wakaf harta yang bergerak.

Selain itu ada pula beberapa jenis wakaf yang sekarang ini sedang dikembangkan. Misalnya, wakaf profesi, seperti seorang dokter  yang mewakafkan waktunya sehari dalam seminggu untuk mengobati orang-orang yang tidak mampu. Atau konsultan perdagangan dan marketing yang mewakafkan ilmunya sehari dalam seminggu untuk membina pengusaha-pengusaha kecil. Atau seorang arsitek yang mewakafkan ilmunya untuk mendesain masjid, pesantren atau lembaga-lembaga sosial non profit.

Wakaf hak cipta, yaitu seseorang yang mewakafkan hak cipta atau karyanya. Sebagai contoh wakaf hasil atau ­royalti penerbitan buku kepada sebuah ­instansi atau ­lembaga sosial. Sheikh Prof. Dr. Muhammad Ghozali, ulama dan pemikir terkenal abad ke-20 dari Mesir mewakafkan seluruh royalti dari buku-bukunya untuk kepentingan dakwah dan sosial.

Wakaf uang, baik dalam bentuk simpanan, saham, serta sukuk wakaf. Bentuk dari wakaf uang adalah, apabila seseorang nadzir mendepositokan sejumlah uang me- lalui bank, dari hasil deposito itu diwakafkan untuk keperluan pendidikan bagi yang membutuhkan. Ini dilakukan oleh Sheikh Zayed bin Sultan dari Uni Emirat Arab yang mewakafkan uangnya US$ 1 Miliar yang diinvestasikan dalam bentuk deposito dan properti. Pada tahun-tahun pertama keuntungannya telah mencapai US$ 100 juta; US$ 70 juta digunakan untuk kepentingan umum, US$ 15 juta diputar lagi untuk mengembangkan unit investasi baru, dan US$ 15 juta dicadangkan untuk aksi tanggap darurat.

Ada pula wakaf saham; seseorang bisa mewakafkan saham miliknya atau dengan membeli saham tertentu untuk kepentingan wakaf, seperti yang terjadi di Kuwait. Kemudian diterbitkanlah sertifikat wakaf saham dengan jumlah tertentu oleh sebuah lembaga atau yayasan pengelola wakaf untuk ke-giatan tertentu, seperti untuk pembangunan pondok pesantren, misalnya.

Perbedaan antara wakaf dan zakat adalah: penyaluran zakat telah ditetapkan pada golongan (asnaf) yang delapan, adapun wakaf dapat disalurkan sesuai dengan keinginan wakif.

Jadi, sesungguhnya wakaf merupakan potensi yang luar biasa yang dimiliki oleh kaum muslimin untuk mengembangkan sebuah pergerakan sosial dan keagamaan. Saya berharap di Indonesia ada banyak lembaga wakaf yang dipercaya umat yang memfokuskan diri dalam mengelola dan mengembangkan wakaf untuk tujuan kemajuan dan pembangunan umat manusia seluruhnya.

Saya optimis masa depan perkembang-an wakaf di Indonesia sangat menjanjikan, terlihat dengan keseriusan pemerintah Indonesia dalam menanggapi perkembangan wakaf, yaitu dengan menerbitkan Undang-Undang Wakaf. Tentu saja, dampak dari terbitnya UU tersebut akan memberikan semangat bagi masyarakat untuk berwakaf. Harus diakui, ini sebuah terobosan politik yang cerdas dan berani untuk kemaslahatan dan kemajuan umat di masa depan.