Ada beberapa alasan penamaan ‘Arafah’. Pertama, karena di situlah tempat bertemunya kembali Adam AS dan Hawa, dan untuk pertama kalinya di muka bumi keduanya saling mengenal kembali. Dalam bahasa Arab, bertemu dan saling mengenal disebut dengan ‘ta’âruf’ (satu akar kata dengan Arafah). Sebagian ulama meyakini bahwa tempat pertemuan keduanya adalah di Jabal Rahmah yang ada di Arafah.
Kedua, di tempat itulah Malaikat Jibril AS untuk pertama kalinya mengajari manasik haji kepada Nabi Ibrahim AS. Mengajari atau memberitahu dalam bahasa Arab disebut ‘arrafa – yu'arrifu’. Setelah selesai pelajaran manasiknya, Jibril AS bertanya kepada Ibrahim AS, "arafta"? (“sudah mengertikah engkau?”). Lalu, Ibrahim menjawab, "araftu", (“Ya, aku sudah mengerti.”)
Ketiga, menurut Ibnu Abbas RA dinamakan dengan Arafah karena di tempat itulah manusia mengakui dosa dan kesalahan-kesalahannya, lalu mereka bertobat. “Arafa bi dzanbihi wa arafa kaifa yatub” (mengetahui dosa-dosanya, dan mengetahui bagaimana cara bertobat). Karena, Adam dan Hawa setelah keduanya dikeluarkan dari surga ke bumi, di Arafah-lah keduanya insyaf menyadari kesalahan dan dosanya kepada Allah, lalu memohon ampun dan bertaubat kepada-Nya.
"Keduanya berkata: 'Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi'." (Qs. Al-A'raf [7]: 23)
Di sanalah para jamaah haji melaksanakan wukuf pada tanggal 9 Dzulhijjah, mendengarkan khutbah Arafah kemudian shalat Dhuhur dan Asar jamak takdim qasar (dilakukan 2 : 2), dengan satu azan dan dua kali iqamat, disusul dengan lantunan doa-doa kepada Allah SWT. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Haji adalah Arafah.”
"Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy'aril Haram. Dan berdzikirlah dengan menyebut Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat." (Qs. Al-Baqarah [2]:198)
Secara amaliyah, wukuf berbeda dengan thawaf, sai, atau shalat yang membutuhkan gerakan-gerakan dan aktifitas tertentu. Namun, tidak ada aktifitas dalam wukuf kecuali dengan duduk memperbanyak istighfar, dzikir dan bermunajat kepada Allah SWT. Wukuf artinya berhenti atau berdiam diri. Wukuf mengajarkan bahwa ia harus mampu merenungi dan menyadari dosa-dosa masa lalunya, kemudian bertobat kepada Allah SWT. Allah ingin mengajarkan kepada kita bahwa setiap orang memerlukan terminal-terminal pemberhentian di tengah-tengah kesibukan duniawiahnya.
Maka, bisa dipahami bahwa shalat pun, bagi orang beriman merupakan wukuf harian. Di saat orang sedang sibuk dan larut dalam pekerjaan duniawiahnya, tiba-tiba Allah memanggilnya untuk shalat. Dengan demikian, shalat lima waktu adalah wukuf-wukuf harian yang telah Allah tentukan agar kita mampu berhenti sejenak dari hiruk pikuk duniawiah untuk mengingat Allah dan memohon petunjuk-Nya.
"Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (Qs. Al-Jumuah [62]: 10)
Puasa pun demikian; ia adalah wukuf tahunan untuk jasad orang-orang beriman. Setelah selama 11 bulan Allah bebaskan kita untuk menikmati rezeki-Nya berupa makanan, minuman dan hubungan seksual suami-isteri yang sah kapan pun waktunya sesuka hati kita, maka pada bulan Ramadhan, Allah perintahkan untuk berhenti (wukuf) mulai terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Itulah wukufnya perut, wukufnya jasad!
Wukuf di Arafah adalah kesempatan untuk bermunajat dan memohon rahmat-Nya. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Doa yang paling utama adalah doa pada Hari Arafah. Dan perkataan yang paling utama yang aku dan para nabi sebelumku selalu mengucapkannya adalah 'Lâ Ilâha illaLlâh, wahdaHû lâ syarīka laHu'.” (HR. Malik dan Tirmidzi)
Ketika para hamba-Nya sedang berwukuf, Allah SWT membanggakannya di hadapan seluruh malaikat-Nya. "Apabila ada seorang yang sedang wukuf di Arafah, Allah SWT turun ke langit dunia, dan berkata (kepada para malaikat): Lihatlah hamba-hamba-Ku itu, mereka datang kepada-Ku dari berbagai penjuru dengan tubuh penuh debu dan rambut kusam, saksikanlah bahwa Aku telah mengampuni dosa-dosa mereka, meskipun dosa-dosa mereka itu sebanyak bintang-bintang di langit atau sebanyak pasir di pesisir pantai. Jika seseorang dari mereka melempar jumrah, maka Allah akan memberinya pahala hingga Hari Kiamat kelak. Jika ia memotong rambutnya, maka pada setiap helai rambut yang jatuh dari kepalanya akan menjadi cahaya di Hari Kiamat kelak. Dan apabila mereka akhiri hajinya dengan thawaf (ifadhah), maka dia akan kembali suci layaknya seperti baru dilahirkan oleh ibu kandungnya. (HR. Ibnu Hibban)
Lalu, bagaimana dengan orang yang belum atau tidak sempat menunaikan wukuf di Arafah? Melalui Sifat Adil dan Bijaksana-Nya, Allah dan Rasul-Nya menetapkan ibadah puasa sunnah Arafah pada 9 Dzulhijah. Puasa sunnah ini ditegaskan oleh Rasulullah SAW dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Maka, puasa sunnah Arafah adalah 'wukuf'nya orang-orang beriman yang tidak menunaikan haji.
Semoga para jamaah haji yang telah wukuf di Arafah, termasuk orang-orang yang pandai memelihara kesucian itu sekembalinya di tanah air kelak, dan tidak lagi dinodai dengan perbuatan-perbuatan dosa. Itulah hakekat haji
mabrur!