Ujian Untuk Belajar; KH. Anang Rikza Masyhadi, MA.

Ujian Untuk Belajar; KH. Anang Rikza Masyhadi, MA.

Hari-hari ini anak-anak kita tengah sibuk menghadapi ujian, baik ujian sekolah maupun ujian nasional. Mana yang benar: 'belajar untuk ujian' atau 'ujian untuk belajar'?

Belajar untuk ujian artinya anak-anak disuruh belajar untuk menghadapi ujian. Berbagai bimbingan belajar, kursus privat, try out dan segala cara dikerahkan untuk menghadapi ujian.

Ujian menjadi beban: kalau tidak lulus maka menjadi aib, bahkan yang bersangkutan akan dicap bodoh dan sekolahnya pun dianggap gagal. Dengan demikian ukuran sukses atau gagal adalah ujian. Betulkah menilai sukses dan gagalnya anak didasarkan semata-mata pada hasil ujian?

Sedangkan ungkapan 'ujian untuk belajar' mengandung arti bahwa ujian yang dihadapi oleh siswa harus menjadi sarana pembelajaran baginya. Karena mottonya adalah ujian untuk belajar, maka tidak boleh ada kecurangan dan pemalsuan. Ujian untuk belajar menjadi orang benar, belajar menjadi orang jujur, dan belajar bertanggungjawab.

Menilai sukses gagalnya anak bukan dari hasil ujian, akan tetapi dari bagaimana ia menyikapi hasil ujian. Anak yang tidak lulus ujian, tetapi karena itu ia mau introspeksi diri lalu bangkit menyusun kekuatan dirinya, maka bisa jadi anak ini akan melesat potensinya mengalahkan anak yang awalnya lulus. Anak yang pada awalnya lulus, namun karena ia terlena menyikapinya dengan baik akhirnya kesuksesannya tidak bertahan lama.

Berapa banyak orang yang di awal sukses, tetapi karena terlena dengan kesuksesannya, merasa sudah cukup, bahkan sombong, akhirnya ia pun jatuh tersungkur. Sebaliknya, berapa banyak orang yang di awal seperti mengalami kegagalan, namun karena ia mau berintrospeksi dengan baik kemudian menyusun kekuatan dirinya, akhirnya ia pun meraih kesuksesan.

Sebagaimana sudah menjadi rahasia umum, banyak sekolah mendidik kepalsuan dalam ujian: mendidik kecurangan. Anak-anak dididik tidak bertanggungjawab, bahkan diajari bagaimana caranya curang, cara memalsu, cara menyontek, dan lain sebagainya.

Ujian sekedar formalitas rutin supaya lulus! Ujian itu mestinya bukan cuma menguji kompetensi akademik, tapi juga menguji kualitas moral. Apa artinya kelulusan jika akhlaknya hancur? Biarpun anak dapat nilai 1, asalkan dia jujur, bersih dan bertanggung jawab itu lebih kita hargai daripada nilai 9 tetapi isinya kecurangan.

Guru dan sekolah selain mengajarkan cara berdoa menghadapi ujian, ajarkan pula prinsip-prinsip dasar akhlakul karimah, dan tegakkan disiplin anak untuk bersikap jujur. Maka, kita ajarkan tentang kebenaran dan kita didik anak-anak menjadi benar. Jangan sekedar tahu kebenaran tetapi tidak benar. Banyak orang mengerti kebenaran, tetapi tidak menjadi benar.

Pesantren adalah benteng terakhir pertahanan akhlak bangsa ini, maka pesantren tidak boleh ikut-ikutan rusak apalagi merusak. Pesantren ibarat air yang 'tohirun li nafsihi wa mutohhir li ghoirihi': suci dan menyucikan. Maka, pesantren harus dijaga ketat supaya tidak tercemar sehingga menjadi najis.

Jangan sampai ada pesantren ikut-ikutan mengajarkan kecurangan dan pemalsuan pada saat ujian kepada santri-santrinya. Haram! AlhamdulilLah, sampai hari ini Pondok Modern Tazakka tidak ada cerita tentang soal yang bocor, kunci jawaban yang beredar, atau kasus menyontek.

Di Pondok Modern Tazakka ujian tulis menggunakan model essai, bukan pilihan ganda, sehingga kunci jawaban sulit diedarkan karena berupa uraian. Jika terdapat santri yang kedapatan menyontek saat ujian, maka langsung mendapat sanksi di tempat, yaitu gugur mengikuti ujian dan nilainya dinyatakan nol.

Ujian bukan sekedar mengejar nilai, bukan sekedar menggapai kelulusan. Itu namanya ujian palsu, kelulusan palsu, dan mengajarkan kemunafikan. Jika ada santri atau guru yang berbuat curang dan memalsu, dengan tegas tidak akan diluluskan. Dengan kata lain tidak lulus akhlak, tidak lulus mental dan tidak lulus menghadapi ujian kehidupan.

"Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (Qs. [9]: 119)

“Ujian itu mestinya bukan cuma menguji kompetensi akademik, tapi juga menguji kualitas moral. Apa artinya kelulusan jika akhlaknya hancur? Biarpun anak dapat nilai 1, asalkan dia jujur, bersih dan bertanggung jawab itu lebih kita hargai daripada nilai 9 tetapi isinya kecurangan”.