Berdakwah atau menyeru kepada kebajikan, beramar maruf nahi munkar adalah kewajiban setiap muslim. Menjadi da’i bukan hanya profesi ustadz/ustadzah saja, tetapi kita semua hidup di dunia ini punya misi sebagai da’i jika tidak ingin hidup merugi. Da’wah tidak hanya kita serukan di masjid-masjid tetapi juga perlu kita serukan di kantor-kantor, masyarakat dan di mana saja kita berada. Sebagai apapun kita, menjadi apapun kita, apapun profesi kita, ada profesi yang seharusnya selalu melekat pada diri kita, yaitu sebagai da’i. Berikut wawancara redaksi Koran Mini Tazakka Ustadz Edi Buana dan Ustadz Henry dengan dr. Ida Susilaksmi, M.Kes.:
Mengapa Ibu memilih profesi sebagai dokter? Bagaimana ceritanya?
Sebenarnya waktu kecil cita-cita saya pingin jadi guru, mungkin karena kedua orangtua saya guru. Sejak bisa membaca dengan lancar, saya senang mengajari teman sekolah maupun teman sepermainan yang belum lancar membaca. Juga membantu adik-adik saya belajar. Tapi Bapak saya justru suka memotivasi saya untuk jadi dokter. Bapak selalu menceritakan betapa enaknya menjadi dokter, tak peduli hujan lebatpun tetap dicari orang yang butuh pertolongan. Tapi waktu itu saya pikir Bapak ini terlalu muluk-muluk.
Singkat cerita, saat kelas 3 SMA ini saya mulai tertarik pada profesi dokter. Selain saya ingin menyenangkan Bapak saya, alasan saya tertarik karena dokter tetap bisa “bekerja” di rumah tanpa harus banyak meninggalkan keluarga.
Lulus SMA, AlhamdulilLaah saya diterima di FK Undip dan akhirnya lulus dokter dan ternyata cita-cita saya untuk jadi guru juga tercapai karena saya pernah jadi dosen tetap di FK Unissula dan saat ini selain tugas di puskesmas, saya menjadi dosen tamu di Stikes Muhammadiyah Pekajangan dan Poltekkes Depkes Pekalongan.
Bagaimana pandangan Ibu terhadap profesi dokter?
Menjadi dokter adalah anugerah tak ternilai karena lewat profesi ini saya banyak belajar dari pasien-pasien saya tentang betapa berharganya nikmat sehat, nikmat jasmani yang tidak cacat dan nikmat-nikmat Allah lainnya yang sering baru kita sadari saat kita sakit. tentang kesabaran menghadapi ujian berupa sakit, tentang betapa lemahnya manusia yang bisa jadi hanya karena terantuk kerikil saat berjalan bisa terjadi patah tulang, dan banyak hal yang seharusnya dan semoga bisa membuat saya belajar untuk menjadi hamba yang pandai bersyukur dan banyak mengingat mati.
Menjadi dokter juga mempunyai peluang besar untuk berkontribusi dalam dakwah karena biasanya pasien akan patuh terhadap nasihat dan saran dari dokter yang sudah dia percayai. Dokter bisa menyelipkan saran agar pasien memperbanyak ibadah seperti berdoa, berdzikir, shalat malam, bersedekah dan lain-lain karena hanya Allah SWT lah yang dapat menyembuhkan penyakit sedangkan dokter hanya membantu upaya memperoleh ke
sembuhan.
Siapa sosok yang paling ber
pengaruh pada kehidupan Ibu sampai sekarang?
Bapak dan Ibu saya. Banyak nasihat Bapak yang masih saya jadikan pegangan sampai sekarang. Mi salnya nasihat tentang kejujuran, lebih penting “isi” daripada “kulit”, keteladanan dan lain-lain. Nasihat sederhana dengan bahasa sederhana yang sampai saat ini masih saya ingat. Nasihat lain tentang keteladanan, Bapak selalu mengingatkan saya sebagai anak tertua, saya harus bisa menjadi contoh yang baik untuk adik-adik saya. Keberhasilan maupun kegagalan saya dalam menjadi teladan akan ikut menentukan keberhasilan maupun kegagalan adik-adik saya. Kalau dari Ibu, saya banyak belajar tentang ketulusan kasih sayang ibu terhadap anak, tentang memberi dan selalu berusaha memberi, tentang pentingnya doa dan restu ibu dalam kehidupan kita.
Apa prinsip bu dokter dalam menjalani kehidupan?
Hidup itu pada dasarnya sebuah perjalanan menuju titik yang sudah pasti yaitu kematian. Jangan takut mati, tetapi takutlah pada kehi-
dupan setelah mati karena itulah akhir perjalanan hidup kita dan awal dari hidup kita yang abadi. Sehingga selama kita masih diberi umur di dunia, harus berusaha membawa “bekal” sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya agar tidak menyesal di kehidupan abadi kita kelak (akhirat). Kematian bisa menghampiri kita kapan saja. Kita tidak tahu kapan waktu itu datang. Itu juga yang selalu saya tekankan pada anak-anak kami. Saya tidak memaksakan anak saya harus sekolah di sekolah negeri atau sekolah swasta atau di pondok, tapi saya ajak mereka untuk berpikir dan menimbang-nimbang sendiri. Saya hanya mengatakan bahwa saya tidak mungkin mendampingi mereka selamanya, Allah SWT bisa memanggil saya sewaktu-waktu. Saat saya tidak ada, saya ingin me-
ninggalkan anak-anak yang kuat, mandiri, punya bekal ilmu yang baik untuk menjalani kehidupan mereka.
Jangan takut mati, tetapi takutlah pada kehidupan setelah mati karena itulah akhir perjalanan hidup kita dan awal dari hidup kita yang abadi. Sehingga selama kita masih diberi umur di dunia, harus berusaha membawa “bekal”sebanyak – banyaknya agar tidak menyesal di kehidupan abadi kita kelak (akhirat).
Selain sebagai dokter, Ibu juga aktif di lembaga-lembaga sosial, mengapa demikian? Apakah keluarga mendukung?
Waktu kuliah, saya aktif di Remaja Masjid Asy-Syifa binaan Badan Amalan Islam FK Undip dan RS Dokter Kariadi. Saya banyak belajar dari senior maupun dosen muslim di FK Undip yang juga aktif sebagai pengurus maupun pembina orga-
nisasi. Mereka dokter senior dengan kesibukan luar biasa, ada yang ahli bedah syaraf, ahli penyakit dalam, ahli jantung , THT dll, tapi masih menyempatkan waktu untuk mengisi pengajian dan membimbing kami di organisasi sosial. Mereka menyumbangkan harta, ilmu, pikiran, waktu dan tenaga untuk dakwah. Dari situlah timbul niat dan “mimpi” saya agar kelak bisa mengikuti jejak mereka.
Sehingga ketika kemudian saya ditawari untuk menjadi pengurus di IDI, Tazakka, BNN, PMI, Pramuka, IPHI, Salimah, Dewan Masjid dan organisasi sosial lainnya, saya anggap inilah peluang saya untuk mengumpulkan “bekal” dengan berusaha memberikan hal terbaik yang bisa saya lakukan, juga sebagai wujud syukur atas nikmat Allah SWT.
Suami saya adalah orang yang sangat berperan penting dalam hidup saya setelah saya menikah. Beliau selalu mendukung saya dan memahami multi peran saya sebagai istri dan ibu sekaligus punya kewajiban profesi dan kewajiban-kewajiban lain sebagai makhluk sosial.Sebelum memutuskan untuk menerima maupun menolak tawaran pekerjaan maupun tugas apapun, saya selalu minta ijin dan pertimbangan pada suami saya. Sehingga saat terjadi benturan waktu antara kegiatan-kegiatan tersebut, suami saya siap membantu dan mem”back up”. Anak-anak juga tidak keberatan dan malah memotivasi saya.
Bagaimana pandangan Ibu terhadap sistem pendidikan di Tazakka?
Menurut saya sistem pendi
dikannya sangat bagus . Dengan pola pendidikan ilmu agama 100 % dan ilmu umum 100 %, pendidikan karakter, pendidikan akhlak, pendidikan kepemimpinan, kemampuan bahasa Arab dan Inggris secara aktif, mengasah jiwa wira usaha, mengembangkan kreativitas, bakat dan potensi santri serta ketrampilan hidup lainnya yang ibaratnya memberi bekal kunci dan kail untuk para santrinya Itu semua merupakan paket lengkap yang dibutuhkan calon pemimpin umat.
Pesan saya, teruslah berjuang pantang menyerah dengan penuh keikhlasan untuk mencetak kader calon pemimpin umat dan tetaplah menjadi perekat umat. Negeri ini butuh pemimpin yang bisa menjadi perekat umat.
Dokter bisa menyelipkan saran agar pasien memperbanyak ibadah seperti berdoa, berdzikir, shalat malam, bersedekah dan lain-lain karena hanya Allah yang menyembuhkan, sedangkan dokter hanya membantu proses kesembuhan.
Berikutnya:
Tazakka Terus Tingkatkan Wakaf