“Silaturrahim Rekatkan Persatuan Bangsa” menjadi tema dalam acara pertemuan para mantan diplomat di Gedung Carakaloka, Kementerian Luar Negeri, Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Rabu (15/2). Acara yang diselenggarakan oleh Paguyuban Suami / Isteri Duta Besar RI dibawah pimpinan Ibu Hj. Wiwik Maftuh Basyuni dihadiri oleh kurang lebih 150an orang terdiri dari para suami / isteri Duta Besar mantan Watapri / Keppri di Luar Negeri.
Ustadz Anang Rikza Masyhadi, bertindak sebagai pembicara pada acara tersebut didamping tim kader, Ustadz Oyong Shufyan, Ustadz Edi Buana dan Afrudin.
Menurut Ustadz Anang bahwa tema dan topik yang diangkat sejalan dengan visi dan misi Tazakka sebagai Perekat Umat. “Tazakka akan terus menyuarakan dan menggiatkan semangat ukhuwah wathoniyah (persatuan kebangsaan) dan ukhuwah Islamiyah di mana-mana, dan hari ini kami berbicara tentang hal itu di Kemlu ”, ujarnya.
Ustadz Anang mengungkapkan bahwa bangsa ini terus dibayang-bayangi perpecahan, dan fanatisme sempit atas dasar kesukuan, etnis, parpol bahkan perpecahan antar ormas menunjukkan gejala yang memprihatinkan. “Mari, lakukanlah sesuatu sebelum bangsa ini terjerembab di jurang kehancuran” tandasnya.
Dalam tausiyahnya, Ustadz menyitir beberapa pesan penting dalam Al-Quran, surat Ar-Rum:22: Diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi, dan berlain-lainan bahasa dan warna kulitmu; dan Al-Hujurat:13: dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
“Jadi, keragaman itu bukan maunya kita, tetapi maunya Allah, dan Allah pula yang memerintahkan kita untuk bersahabat meskipun berbeda, redaksinya adalah: supaya kamu saling kenal-mengenal” tegas Ustadz.
Lebih lanjut Pimpinan PM Tazakka ini menegaskan agar seluruh komponen bangsa memperkuat tali silaturahim dan menjalin komunikasi yang baik, terutama antar para elitenya, baik elit politik, elit ekonomi, dan elit agama.
Menurut Ustadz Anang, gejala menjamurnya fanatisme sempit harus diantisipasi. “Karena fanatisme itu adalah suatu keyakinan atau pandangan tentang sesuatu yang tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam, sehingga susah untuk diluruskan atau diubah.”
Secara lantang Ustadz menjelaskan bahwa Fanatisme merupakan penyebab menguatnya perilaku kelompok yang tidak jarang dapat menimbulkan perilaku agresif. Individu yang fanatik akan cenderung kurang memperhatikan kesadaran sehingga seringkali perilakunya kurang terkontrol dan tidak rasional.
Mengutip sabda Rasulullah SAW, “Tidak termasuk dari kelompok kita orang yang mengajak kepada fanatisme, tidak pula orang yang berperang atas dasar fanatisme, dan tidak pula orang yang mati dalam keadaan fanatik” (H.R. Abu Dawud) Bahkan Imam Syafii lebih keras; seseorang yang menunjukkan fanatismenya melalui ucapan, keyakinan dan mensponsorinya, maka syahadatnya ditolak. “Itu ada dalam Kitab Sunanul Kubro lil Baihaqi, bab syahadatu ahlil ashobiyyah”, tandas Ustadz.
Pada acara tersebut hadir antara lain Ibu Unisa Ali Alatas dan para mantan diplomat serta duta besar senior: Wiryono S, Utomo Ramelan, Sundaru, Sukarno, Leonard Tobing, Ahmad Noor, Azhari Boer, Juwono, Puji Kuntarso dan Kris Nurmatias.
Hadir pula Prof. Dr. Boer Mauna (mantan Duta Besar RI untuk Mesir), Sjachwien Adenan (mantan Duta Besar RI untuk Maroko), Abdul Irsan (mantan Duta Besar RI untuk Jepang), Rilo Pambudi (mantan KSAU dan Keppri Madrid) serta
A. Hamid Alhadad (mantan Duta Besar RI untuk Aljazair dan Kamboja).
KH. Muzammil Basyuni, mantan Duta Besar RI untuk Suriah seusai acara mengatakan, “ceramahnya sangat mengesankan dan mencerahkan, aktual sesuai dinamika tuntutan situasi dan kondisi Indonesia masa kini ke depan.”
“Bersatulah dan janganlah bercerai-berai”, itulah kalimat penutup yang disampaikan Ustadz Anang Rikza dalam tausiyahnya tersebut.
Berikutnya:
Masjid Harus Menjadi Pusat Kebangkitan Umat