MUHAMMAD MUZAMMIL BASYUNI; Santri Yang Menjadi Duta Besar

MUHAMMAD MUZAMMIL BASYUNI; Santri Yang Menjadi Duta Besar

Pondok tidak memberikan ikan kepada santrinya, melainkan kail, untuk mencari ikannya sendiri. Apa yang diterima santri di Gontor adalah ‘kail’, bukan ‘ikan’. Pendidikan 24 jam dalam lingkup kelas, asrama, masjid dan setiap sudnt, dimaksudkan untuk mempersiapkan alumni-alumni yang mumpuni dalam segala bidang keilmuan, beserta mengembangkan keilmuannya sembari terjun ke masyarakat nanti.

Berikut wawancara redaktur KMT, M. Jamaluddin dan M. Bisri Musthof’a didampingi oleh Ustadz Anang Rikza Masybadi dengan Muhammad Muzammil Basyuni, mantan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia di Republik Arab Suriah (2006-2010) disela-sela kegiatan pembekalan pesantren mahasiswa di Universitas Islam As-Syafi’iyah Jakarta.

Bisa cerita tentang perjalanan karir Bapak dari Santri hingga menjadi seorang Duta Besar?

Menjadi Santri adalah pilihan saya, bukan karena bujukan orang tua, bukan juga karena ajakan teman-teman saya. saya m e n y a k s i k a n sendirikeindahan hidup di pesantren. Scimianya serba niandiri, ditangani sendiri oleh santri, dari mulai mengurus kebutuhan hidupnya sehari-hari, termasuk mencuci pakaian sendiri, bisa survive dan bisa mensiasati keterbatasan yang   a d a.

Memberikan motivasi kepada santri-santrinya. Dan itulah yang mengantar saya akhirnya bisa sampai ke negeri Arab.

Saya berbekal dari pondok pesantren salaf, Krapyak, Yogyakarta, belajar ilmu nahwu dan shorf didukung dan diperkuat pendidikan yang saya dapat dari Gontor selama 3 tahun. Sebelum di Gontor saya tidak mampu berbicara bahasa Arab m e s k i p u n b a n y a k pengetahuan ilmu alat yang kuat, kitab Alfiyyah ibnu Malik dan seterusnya saya hafal. Dengan bekal ilmu alat tadi saya bisa menilai percakapan seseorang yang menggunakan Bahasa Arab, benar atau salah. Namun demikian saya tidak bisa berucap/berdialog dengan menggunakan Bahasa Arab. Itulah yang mendorong saya untuk belajar ke Gontor, saya ingin tahu metodenya. Sesungguhnya Gontor mengajarkan saya untuk benar w a 1 a u terkadang harus salah dulu dalam berbahasa.

Setelah selesai pendidikan di Gontor saya kembali lagi ke Krapyak, dan dengan restu dan ridlo Kyai saya melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Bagi saya, restu dan ridlo Kyai sangat penting, dan saya selalu sum’an wa tho’atan terhadap titah guru (mendengar dan mentaati perintah guru), makanya dimanapun saya berada tidak pernahjauh dari suhbah ustadz (bergaul dan dekat dengan guru), akhirnya ya mengalir saja, irtijal (Arab) dan sampailah seperti sekarang ini.

Belajardiplomasi sebenarnya sudah saya mulai semasa di pondok melalui keorganisasian pesantren, dan kalau diceritakan tentang kesulitan mendapatkan apa yang diinginkan waktu di pondok adalah untuk melatih diri saya.

Santri identik dengan keterbelakangan, tradisional dan perannya hanya  di  pinggiran  saja, bagaimana menepis anggapan ini?

Jalan paling mudah adalah cukup buktikan pada duiiia bahwa santri bisa seperti saya, sudah jclas bahwa santri itu modern, pelajaran penting yang pernah didapat santri khususnya di Gontor waktu belajar berbahasa adalah siap salah untuk benar, kalau takut salah kapan bisa benar.

Bagaimana seorang santri bisa mcnjadi agent of change? Nilai-nilai pesantren yang seperti apa yang bisa mendorong santri mengambil peran strategis pembangunan bangsa?

Khoirukum an fa ‘ukum linnas demikian yang saya kutip dan sering saya dengar dari salah seorang pendiri Pondok Modern Gontor, K.H. Imam Zarkasyi (sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi umat manusia). Saya masih terngiang-ngiang seruan Kyai Gontor “bukan untuk tujuan tertentu belajar di Gontor, man apa belajar di Gontor? bukan untuk jadi presiden, milyarder, pejabat, pegawai, tetapi “jadi orang” ini jelas scbagai peran seorang santri dalam hidupnya. Apapun dan dimanapun seseorang santri pasti dibutuhkan, tidak mencari pekerjaan tapi dicari pekerjaan. Sebagai contoh waktu itu ribuan orang yang ikut seleksi menjadi calon Dubes, saya justru dapat daulat dari Adam Malik (sembari menceritakan saat berpa]>asan dengan Adam Malik saat pulang dari kantor waktu itu), Adam Malik yang mendaulat saya untuk menjadi Dubes.

Apa pengalaman yang berkesan selama Bapak menjadi Dubes?

berkesan tetapi yang paling berkesan adalah mimpi yang menjadi kenyataan, dalam doa dan mimpi saya agar ada dari Syiria yang tahu persis tentang ‘ Indonesia s e c a r a langsung, bukan cuma tahu mengenai TKI d a n TKW nya , alhamdulillah Grand Mufti Syiria dua kali datang ke Indonesia, dan mereka tahu bahwa kita adalahmuslim mayoritas  yang berpotensi. Ada juga cerit,pengalaman yangberkesan saat pertama kali saya ke Mesir, saya naik mobil carteran, saya melihat ke indikator bensin tidak bekerja/tidak bergerak saya curiga dan bilang kepada sopir “syuf ha ma ta’mal ibroh!! fadhi bitrul?? (liat jarum indikator tidak bergerak, apa bensinnya kosong? “la., mali dza..” jawab orang Mesir (sopir), akhirnya saya minta mampir di tempat pombensin ternyata benar kosong, seandainya benar kehabisan ditengah gurun pasir, tidak ada sinyal, bisa bahaya. Padahal ini kali pertama saya menginjak bumi Mesir. Allahu musta’an. Juga pernah suatu ketika saya dalam perjalanan, mobil yang saya t u m p a n g i dike1i1ingi kambing, seperti thowaf mengitari mobil. setelah sampai di tujuan si sopir bertanya tadi temannya siapa kok turun di jalan, saya bingung dan sopir bilang bahwa tadi ada yang turun di jalan yang duduk disamping saya, padahal saya tidak bersama seorangpun, man huwa?(siapa dia?)

Bapak sebagai dewan penasehat pembangunan Pondok Modern Tazakka, apa naschat dan harapan Bapak terhadap Pondok Modern Tazakka?

berpesan agar Pondok Modern Tazakka menjadi pesantren yang integral dan bukan pesantren alternatif, karena belajar di pesantren adalah jalan integratif, bukan  alternatif, kalau hanya menjadi alternatif berarti tidak mantap dan yakin akan pentingnya pesantren. Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim di dunia mempunyai posisi strategis dalam percaturan global,

Bagaimana Bapak melihatnya?

Indonesia sudah menjadi pujian negara-negara lain, karena merdeka bukan karena pemberian. Indonesia untuk bersatu harus melewati waktu yang lama, 350tahun. Maka belajar dari Indonesia, Palestina, Irak dan yang lain tidak perlu menunggu waktu selama itu, dan jangan ragu bahwa bersatu adalah jalan yang pasti harus ditempuh untuk meraih kemerdekaan.

Apa hobi Bapak?

Hobi saya diplomasi dan profesi saya mengaji. Diplomat adalah hobiku, ngaji adalah profesiku.

 

BIODATA

Nama : Muhammad Muzammil Basyuni TTL   : Rembang, 7 Oktober 1947 Istri   : Diana Murni Anak:

1.   Jihan Shaikhlia Muzammil

2.   M. Fitriawan Atieqy Muzammil

3.   M. Zuhdy Adiansyah Muzammil

4.   Selly Amalina Muzammil

Pendidikan:

1.  Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta

2.  Kulliyatul Mu’allimin Al Islamiyah Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo

3.  Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijogo Yogyakarta (1966/1967)

4.  Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1967/1968)

5.Fakultas Adab dan Syariah. Universitas Baghdad Irak lulus tahun 1972