Sementara pembangunan fisik Pondok Modern Tazakka tetap berjalan, pembangunan sumber daya manusia pun terus bergerak maju dan telah dirintis jauh hari sebelum pembangunan fisik pergedungan pondok.
Tonggak sejarah berawal sejak kira-kira 21 tahun yang lalu, tepatnya pada 1991 dengan dicetuskannya sebuah gagasan tentang impian mendirikan sebuah Pesantren Modern di Bandar, Kabupaten Batang oleh ayah saya, Haji Anta Masyhadi. Kala itu, gagasannya banyak dicemooh orang dan dianggap “mengigau” di siang hari. Namun demikian, hal itu tidak melemahkan semangat dan cita-citanya, maka Beliau lalu mengirim saya ke Pondok Modern Gontor, disusul oleh adik saya, Anizar dan Anisia Kumala serta lambat laun diikuti oleh masyarakat luas hingga sekarang ini tercatat lebih dari 100an santri Pondok Modern Gontor yang berasal dari wilayah Kabupaten Batang dan Pekalongan.
Diantara mereka ada yang telah melanjutkan ke Al-Azhar University, International Islamic University Malaysia (IIUM), Universitas Tripoli, Lybia, Insitut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor, Universitas Indonesia (UI), Univeritas Gadjah Mada (UGM), Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, IAIN Semarang, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Universitas Sultan Agung Semarang, Universitas Diponegoro, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Universitas Negeri Surakarta (UNS), Universitas Pekalongan, STAIN Pekalongan, dan lain sebagainya; semuanya dengan variasi disiplin ilmu yang berbeda dan dengan jenjang studi mulai dari S1, S2 dan beberapa diantaranya sedang menempuh S3. Saya berdoa semoga di tahun-tahun berikutnya akan ada kader-kader yang masuk ke ITB, IPB, ITS dan universitas-universitas terbaik lainnya di negeri ini.
Ada pula yang telah mengikuti short course atau seminar internasional di beberapa negara: Australia, Western Sahara Morocco, Saudi Arabia, Syria, Yordania, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Hemat saya, merekalah kader-kader umat masa depan yang membanggakan.
Tentu tidak semua mereka akan kembali ke Tazakka, namun saat ini ada sekitar 20an orang yang sudah pasti akan ikut berjuang di dalam pondok. Ada alumnus S1 Al-Azhar University, Kairo, S2 Universitas Indonesia, S2 UGM, S2 IAIN Surabaya, S1 ISID Gontor, S1 UIN Jakarta, dan ada yang sedang menempuh S3 di IIUM dan UGM, dan lain-lain.
Insya Allah setiap tahun jumlah kader yang telah selesai studi dan siap bergabung di jajaran para mujahid PM Tazakka akan terus bertambah. Sehingga pada tahun 2025, PM Tazakka menargetkan akan menuai sedikitnya 20 kader bergelar Master dan 5 kader bergelar Doktor serta puluhan lainnya dengan pendidikan minimal S1. Mengapa demikian? Karena cita-cita Tazakka sesungguhnya adalah berdirinya sebuah Perguruan Tinggi Pesantren bertaraf internasional sebagai kelanjutan dari jenjang pesantren yang sekarang sedang dibangun ini. Mudah-mudahan sebelum 2025 cita-cita itu sudah dapat terwujud, meskipun disadari hal itu
memerlukan kerja keras dan kesungguhan yang tiada lelah serta istiqomah yang tinggi.
Maka dari itu, proses kaderisasi ini tidak boleh berhenti, bahkan jika perlu dengan berlari kencang untuk menanam sebanyak mungkin bibit-bibit unggul dan di tempat-tempat yang unggul. Tahun 2011 lalu Tazakka kembali mengirimkan 3 orang kadernya untuk nyantri di PM Gontor atas beasiswa dari Lazis Tazakka, dan insya Allah program ini akan digalakkan tiap tahun. Mereka adalah anak-anak yang terpilih secara akademis dan moral melalui seleksi yang ketat.
Dari sisi akademis para kader PM Tazakka dituntut menguasai Bahasa Arab dan Inggris dengan baik. Bahasa Arab adalah kunci untuk mengakses kepada khazanah Islam yang sangat luas dan tak bertepi itu, untuk menemukan pemahaman yang benar dan mendalam dari nilai-nilai Al-Quran, Sunah Nabi SAW dan warisan para ulama salaf dan khalaf. Sehingga dapat membawakan pesan-pesan Islam sebagai sesuatu yang hidup, dinamis, progresif dan bersifat rahmatan lil ‘alamin. Sedangkan bahasa Inggris adalah media untuk masuk ke dalam sains modern dan pergaulan serta wawasan internasional. Maka, sosok guru atau ustadz di PM Tazakka diharapkan menjadi seperti sosok “ulama yang intelek”.
Dari sisi akhlak mereka harus memiliki jiwa dan karakter kuat, serta memahami betul penerapan nilai-nilai Islam yang benar. Mereka juga dituntut memahami dengan sangat baik tentang ruh pesantren, ruh pengabdian, tidak materialistis, memiliki visi yang panjang dan cita-citanya tidak boleh menyimpang dari cita-cita Tazakka secara umum. “Berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berpikiran bebas” itulah motto sekaligus sifat yang harus dimiliki oleh setiap kader PM Tazakka. Sedangkan “Keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah Islamiyah dan kebebasan” adalah sikap yang harus selalu mereka tunjukkan dalam bentuk prilaku sehari-hari.
Sifat-sifat akhlak tersebut harus termanifestasi dalam sikap dan tindakannya sebagai guru, karena di PM Tazakka guru tidak sekedar mengajar pelajaran, tetapi lebih penting dari itu adalah mendidik tentang kehidupan. Nio Gwan Chung pernah mengatakan bahwa, “Mendidik dalam Islam bukanlah sekedar mentransfer ilmu pengetahuan dan informasi saja, tetapi lebih dari itu, mendidik adalah proses transformasi nilai dan kearifan kepada setiap peserta didik.”
Kaderisasi adalah program jangka menengah dan panjang, dan tidak boleh berhenti sejenak pun. Itulah visi pendidikan yang sesungguhnya. Apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (Qs. Az-Zumar [39]:9)
Lihat juga:
Sebelumnya:
Metode Pendidikan di PM Tazakka (1)