Sesungguhnya, hakekat pendidikan adalah pengasuhan. Mengasuh lebih luas dari pada sekedar mengajar. Karena mengasuh mencakup semua kegiatan anak mulai dari tidurnya, makannya, mandinya, belajarnya, ibadahnya, hingga pola pikirnya. Maka, belum tentu guru di sekolah adalah pengasuh, akan tetapi pengasuh itu bisa disebut guru. Namun, guru sejati adalah seorang pengasuh.
Inti pengasuhan adalah sentuhan, how to touch, sentuhan yang bersifat personal (personal touching). Ada sentuhan fisik, sentuhan pemikiran, sentuhan pergerakan dan sentuhan batiniah (yaitu sentuhan ruh dan jiwa). Sentuhan fisik contoh mudahnya adalah salaman guru dan murid. Murid menyalami gu ru, atau guru menyalami murid. Berjabat tangan keduanya, atau sesekali guru mengelus kepala murid saat menasehati atau mendoakan, yang seperti ini adalah sentuhan fisik dan tak tergantikan. Dampak psikologisnya luar biasa.
Maka, aneh jika guru jarang atau bahkan tidak pernah menyentuh muridnya. Apalagi jika ada guru atau murid saling menghindari untuk bertemu satu sama lain. Bagaimanakah jika ada seorang ibu yang tidak pernah menyentuh anak kandungnya?
Demikian pula terhadap apa yang dipikirkan oleh guru, apa yang diceramahkan dan diindoktrinasikan oleh guru kepada murid itu namanya sentuhan pemikiran. Maka, hati-hati jangan sampai pikiran guru menyimpang, karena akan sangat berpengaruh pada pemikiran murid-muridnya.
Guru yang berpikirnya luas dan terbuka, maju, visioner, dan progresif, maka hal itu akan menjadi potret untuk dijadikan model bagi murid-muridnya. Jangan harap murid akan berpikir maju jika gurunya mengajarkan kejumudan. Jangan harap murid berpikir terbuka dan visioner jika yang ia lihat dan rasakan sehari-hari adalah potret gurunya yang tertutup, kolot dan berpikiran mundur.
Sentuhan pergerakan bisa dilakukan melalui aktifitas dan kerja keras. Jika guru-gurunya sibuk dan produktif, apalagi terus menelorkan karya-karya, maka itu mempengaruhi dan mendorong murid-murid untuk maju dan berprestasi. Jangan sampai guru di mata murid nampak lesu, tidak bergairah, sering melamun, jalannya lemes, dan sejenisnya. Hal itu akan dipotret dan ditiru oleh murid-murid. Ingat, usia murid adalah usia meniru, mengcopy-paste apa yang dilihat, didengar dan dirasakannya. Jika setiap hari yang dilihat, didengar dan dirasakannya adalah hal-hal yang merusak, maka rusaklah murid-murid itu.
Jika ada guru yang mukanya cemberut terus, tidak fresh dan jalannya terseok-seok, sebaiknya segera pensiun saja. Bahkan sampai kepada cara berbusana dan cara berjalan; guru harus selalu tampil rapi, bersih dan berwibawa di depan murid-muridnya. Jika tidak sanggup melakukan itu, sekali lagi, pensiun saja segera dari guru. Karena hanya akan menampilkan profil yang buruk dan tidak pantas dicontoh.
Ada pula sentuhan batiniah, yaitu sentuhan ruh dan jiwa. Sentuhan jenis ini yang berbicara adalah hati. Guru harus ikhlas mendidik dan mengajar, karena keikhlasannya itulah yang akan menyetrum kepada murid-murid. Jangan sampai ada guru yang mengajar motifnya adalah gaji, apalagi sampai menuntut-nuntut. Gaji itu konsekuensi dari kepegawaiannya, bukan dari keguruannya. Artinya, jika pun terpaksa harus menuntut, maka jangan tinggalkan tugas mendidik dan mengajar.
Mendidik dan mengajar itu ada atau tidak gajinya, tetaplah mendidik dan mengajar. Murid-murid bisa merasakan mana guru yang ikhlas dan mana yang pamrih. Ini termasuk sentuhan batiniah.
Guru yang terus mendoakan murid-muridnya, dan murid-murid pun mendengar jika gurunya mendoakannya lalu diamini oleh murid-murid, itu dahsyat sekali dampaknya bagi hati dan kejiwaan mereka. Apalagi, guru mengimami shalat, murid khusyu bermakmum di belakangnya; atau suatu ketika murid dilatih mengimami shalat dan guru bermakmum kepadanya, usai shalat guru mengapresiasi dan mengevaluasinya.
AlhamdulilLaah, kita yang berada di pesantren, shalat lima waktu berjamaah dengan santri, kadang guru imam dan mendoakan santrinya, kadang santri yang jadi imam dan mendoakan gurunya. Usai shalat santri-santri berebut menyalami tangan gurunya. Sungguh, indah sekali. Di luar sistem pesantren maka agak sulit menerapkannya.
Maka, seberapa intens guru melakukan sentuhan kepada murid, hal itu berbanding lurus dengan kesuksesan pendidikan; kesuksesan membentuk mental (caracter building). Maka, ciptakanlah sebanyak mungkin forum-forum sentuhan guru dan murid.
Dalam hadis Rasul disebutkan bahwa setiap anak lahir dalam keadaan fitri (suci), kedua orang tuanya-lah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi. Maka, berhati-hatilah wahai para orang tua dalam mengasuh anak-anaknya karena ucapan, perbuatan dan pikiranmu sangat mempengaruhi mereka. Dan guru layaknya orang tua yang terus mengasuh, mendidik dan mengajar.
"Inti pengasuhan adalah sentuhan, how to touch, sentuhan yang bersifat personal (personal touching). Ada sentuhan fisik, sentuhan pemikiran, sentuhan pergerakan dan sentuhan batiniah (yaitu sentuhan ruh dan jiwa)."
Sebelumnya:
Mau Bekerja Bukan Asal Bekerja; KH Imam ZarkasyiBerikutnya:
Pembukaan Porseni