RUU Pesantren Disahkan

RUU Pesantren Disahkan

Jakarta – Pemerintah dan DPR mengesahkan Rancangan Undang-undang atau RUU Pesantren, Selasa (24/9). Sidang Paripurna pengambilan keputusan Undang-Undang Pesantren tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Fachri Hamzah.

Pimpinan Pondok Modern Tazakka KH. Anizar Masyhadi dan KH. M. Bisri hadir mendampingi Ketua FKPM/Rektor Unida Gontor Prof. Dr. KH. Amal Fathullah Zarkasyi, MA mengawal langsung Sidang Paripurna pengambilan keputusan pengesahan RUU Pesantren itu. Ikut hadir juga para pimpinan dan pengasuh pesantren lainnya, antara lain: Gontor, Tremas, Darunnajah, Al-Ikhlas Taliwang, Al-Ikhlas Kuningan, Mathaliul Falah Pati, Tebuireng, Al-Amien Prenduan, Al-Anwar Sarang, Lirboyo, Sidogiri, Langitan Tuban, Ar-Ridho Sentul.

Seluruh komisi dan pemerintah telah menyatakan setuju. Semua fraksi di DPR RI mendukung pengesahan Undang-Undang Pesantren tanpa terkecuali. Undang-undang ini membahas pesantren yakni pendidikan di ranah agama Islam, tanpa memuat pendidikan di agama lain.

Wakil Presiden terpilih KH. Ma’ruf Amin mengatakan mendukung Undang-Undang Pesantren. Alasannya, kata Ma’ruf, RUU itu didukung banyak organisasi Islam. Menurutnya, saat ini pesantren-pesantren membutuhkan peran dan program pemerintah dalam memacu kualitasnya. Dengan demikian, lembaga pendidikan berbasis agama bisa setara dengan pendidikan umum dan tamatannya berkualitas.

Dalam draf Undang-Undang baru hanya ada 55 Pasal yang seluruhnya mengatur soal pelaksanaan pendidikan di pesantren. Sebelumnya, RUU Pesantren sebelum berganti nama, masih mengatur pendidikan agama lain selain Islam.

Ketua Forum Komunikasi Pesantren Mu’adalah (FKPM) Prof. Dr. KH. Amal Fathullah Zarkasyi, MA. meminta kepada seluruh pesantren di Indonesia untuk bersyukur atas pengesahan Undang-Undang Pesantren itu. Menurutnya, bentuk kesyukuran adalah dengan cara meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan pesantren. “Ini adalah kerja keras dan perjuangan panjang pesantren-pesantren di Indonesia, dan alhamdulillah hari ini disahkan”, tutup Kiai Amal.

Senada dengannya, Ketua Umum Forum Pesantren Alumni Gontor (FPAG) Dr. KH. Zulkifli Muhadli, S.H., MM mengatakan bahwa dengan disahkannya Undang- Undang Pesantren, maka seluruh santri akan mempunyai peluang yang lebih luas dalam pengabdian untuk bangsa dan negara.

Pimpinan Pondok Modern Tazakka KH. Anang Rikza Masyhadi menjelaskan ini merupakan tonggak baru untuk peradaban Indonesia ke depan. “Tidak ada lagi diskriminasi pengakuan negara terhadap pendidikan pesantren, namun pesantren harus terus berbenah meningkatkan kualitasnya baik secara kelembagaan maupun akademik, jangan hanya euforia UUP telah disahkan” ujarnya.

Dr. KH. Tata Taufik, MA, Presiden Pengasuh Pesantren se-Indonesia menandaskan bahwa disahkannya UUP ini bentuk regoknisi, afirmasi dan fasilitasi negara terhadap dunia pesantren. “Model pendidikan yang orisinil Indonesia ya pesantren, dan perannya pada negeri dan bangsa bahkan sejak sebelum kemerdekaan hingga kini tidak perlu diragukan lagi, maka disahkannya UUP ini, meskipun agak terlambat, itu adalah sebuah kewajaran, itu cara negara berterima kasih pada pesantren selama ini” pungkasnya.

Demikian pula yang disampaikan oleh Ketua Komisi VIII Dr. Ali Taher Parasong. Pesantren, menurutnya adalah lembaga pendidikan khas Indonesia yang memiliki kontribusi nyata dalam sejarah peradaban Indonesia, sehingga dengan pengesahan UUP adalah bentuk apresiasi dan penghormatan negara terhadap pesantren.

UU Pesantren pun akan memberi pengakuan setara dan keadilan terhadap lembaga pendidikan pesantren sehingga menjadi satu kesatuan dari Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan selama ini pendidikan di pondok pesantren seolah terpisah dari Sisdiknas. Imbasnya, perlakuan negara ke pesantren tidak sama dengan lembaga pendidikan lain. “Baik dari aspek pengembangan kurikulum, tenaga guru dan kependidikan, ijazah kelulusannya maupun aspek anggaran negara baik melalui APBN maupun APBD.” ungkapnya.

Education Management Information System (EMIS) Kementerian Agama tahun 2015/2016 mencatat pondok pesantren berjumlah 28.984 dengan 4.290.626 santri. Angka itu, kata Zainut, jumlah yang besar dan harus mendapat perhatian dan perlindungan serius dari Pemerintah. Terlebih pondok pesantren itu hampir semuanya dikelola secara mandiri oleh masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, baik Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam, Tarbiyah Islamiyah, Dewan Dakwah Islamiyah dan yang lainnya.

Selain itu, sejarah mencatat pesantren memiliki peran besar dalam merebut kemerdekaan Indonesia dan mengawal serta mempertahankan NKRI. Menurut dia, tidak tepat jika negara menjadikan lembaga pesantren sebagai anak tiri. “Diskriminasi terhadap pesantren harus segera diakhiri dengan memberikan payung hukum dalam bentuk undang-undang.”

Zainut menuturkan UU tentang Pesantren harus bisa memperkuat fungsi pesantren baik sebagai fungsi pendidikan, fungsi dakwah maupun fungsi pemberdayaan ekonomi umat. Selain itu, UU Pesantren harus tetap mempertahankan ciri khas pesantren dan kemandirian pesantren. “Hal ini untuk mempertahankan tradisi dan nilai-nilai yang hidup dan tumbuh di pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memiliki ciri khas menanamkan nilai-nilai keimanan, cinta tanah air, dan menjunjung kebhinnekaan Indonesia,” kata dia. @alam

www.tazakka.or.id