“النجاة في الصدق“
Tidak sengaja, di sebuah sudut taman Museum Topkapi, Istanbul, Turki, tepatnya di area taman “Divan i Humayn“, Allah menuntun mataku pada sebuah relief kuno berpahat tulisan Arab yang berbunyi: “an-najatu fis shidqi“: “Kemenangan itu ada dalam kejujuran“.
Relief itu konon ditulis pada abad ke-15 pada masa Sultan Fatih Mehmet II, dan menempel pada dinding-dinding istana Topkapi. Saat itu, secara geopolitik, Kekhalifahan Turki Usmani telah menguasai sepertiga dunia, termasuk Eropa.
Memang, di banyak sudut bangunan Topkapi dipenuhi dengan kaligrafi-kaligrafi Arab dalam bentuk relief-relief yang menghiasi bangunan istana. Bukan saja keindahan kaligrafi dan artistiknya, tetapi juga keindahan makna yang terpancar darinya.
Seolah relief kaligrafi itu hendak memberi pesan abadi kepada umat manusia sepanjang masa bahwa kejujuran adalah kunci kemenangan yang sesungguhnya. Kejujuran bahkan menjadi ajaran paling prinsip dalam agama Islam.
Terlalu banyak ayat Al-Quran maupun Hadis Nabi yang menegaskan pentingnya kejujuran. Bahkan, Rasul kita, Muhammad SAW dikenal sebagai pribadi yang amat sangat jujur jauh sebelum risalah kenabian diterimanya.
Masyarakat Makkah lebih dahulu mengenalnya sebagai pribadi yang jujur sebelum mengenalnya sebagai seorang Rasul. Kejujuran melekat pada pribadi Muhammad SAW jauh sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul; jauh sebelum menjadi pemimpin bagi umat manusia.
Sebagaimana sabdanya yang masyhur: “Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah” (HR. Muslim).
Artinya, orang yang terbiasa bersikap jujur akan menjadi kebiasaan dalam hidupnya, sehingga jujur itu menjadi karakternya. Dan orang yang terbiasa jujur, maka ia akan selalu terbimbing di jalan kebaikan dan kebenaran. Itulah yang disebut dengan akhlak.
Sebaliknya, orang yang habitnya adalah berbohong, maka karakter dan kepribadian yang nampak dari dirinya adalah pembohong. Dan kebohongan yang terus menerus dilakukannya akan menggiringnya kepada kejahatan.
Kejujuran jika dilakukan oleh orang biasa maka dampaknya pun biasa saja. Akan tetapi, kejujuran jika dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan maka dampaknya akan sangat besar. Demikian sebaliknya.
Kejujuran harus dimiliki oleh siapapun: orang besar ataupun orang kecil; pemimpin maupun rakyat; orang alim maupun orang bodoh. Jujur adalah sikap dasar yang mesti dimiliki oleh siapapun.
Slogan pada relief itu: “Kemenangan ada dalam kejujuran” semakin relevan di era digital ini. Liberalisme teknologi informasi membuat banyak orang dengan mudah berbohong dan menebar kebohongannya dengan mudah.
Akan tetapi, sebaliknya, setiap kebohongan juga akan dengan mudah terkonfirmasi karena era digital menyediakan beragam sumber informasi, sehingga setiap orang dapat langsung melakukan check and recheck atau tabayun.
Sebagaimana juga kejujuran akan mudah tersiar ke segala penjuru. Sehingga antara yang haqq dan yang batil menjadi kabur; antara yang jujur dan yang berkhianat sulit dibedakan; antara musuh dan teman sulit diidentifikasi!
Tentu, bagi kaum beriman hal ini menjadi tantangan dakwah yang berat di masa kini. Maka, Allah pun memerintahkan kita untuk selalu melalukan crosscheck atau check and recheck sebuah berita, atau dalam istilah lain disebut tabayun.
“Hai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (Qs. Al-Hujurat : 6)
Bagi siapapun yang ingin menjadi pemenang dalam hidup ini, maka bersikap dan berlaku jujurlah. Karena kejujuran dapat mengantarkan pada kemenangan sejati.
Apa arti sebuah kemenangan jika tanpa kejujuran? Seperti halnya bagi pedagang, apa artinya sebuah keuntungan yang diperoleh dengan cara tidak jujur? Atau seperti siswa sekolah yang lulus ujian dengan kecurangan? Tanpa kejujuran, semua itu adalah kemenangan yang semu.
Terima kasih, Turki, Topkapi-mu hari ini menyegarkan kembali ingatanku pada nilai-nilai dan ajaran agama yang paling prinsip: kejujuran! Sebuah ajaran yang mulai hilang di tengah-tengah bangsaku.
KH. Anang Rikza Masyhadi, MA
Pengasuh Pondok Modern Tazakka Bandar – Batang Jawa Tengah www.tazakka.or.id
Sebelumnya:
Rektor Unida Gontor Kunjungi TazakkaBerikutnya:
DUTA BESAR RI DI AFGANISTAN KUNJUNGI TAZAKKA