100 TAHUN GONTOR, WAKAF DAN KADERISASI

100 TAHUN GONTOR, WAKAF DAN KADERISASI

KH. Anang Rikza Masyhadi, M.A., Ph.D
Pimpinan Pondok Modern Tazakka
Sekjen Forum Pesantren Alumni Gontor

Rentetan Peringatan 100 Tahun Pondok Modern Darussalam Gontor telah dimulai. Ditandai dengan Khataman Al-Quran dan Sujud Syukur pada Rabu, 12 Rabiul Awwal 1445 H yang dilaksanakan di Gontor, kampus-kampus cabang, pondok-pondok alumni dan IKPM Cabang di seantero dunia.

Ribuan majelis khotmil Quran ini menandai 100 Tahun Gontor menurut penanggalan Hijriah. Puncaknya nanti pada 2026, tepat 100 Tahun Gontor menurut penanggalan Miladiyah.

Saya hadir pada Sujud Syukur di Gontor bersama ribuan alumni dan undangan lainnya. Hadir Wakil Rois Syuriah PBNU KH. M. Anwar Iskandar yang juga Ketum MUI, Ketua PP Muhammadiyah Dr. KH. M. Saad Ibrahim, M.A, Waketum DMI Komjen Pol (P) DR. H. Syafrudin, Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak, Bupati Ponorogo, dan tokoh-tokoh nasional lainnya.

Baca juga: Tazakka Gelar Sujud Syukur Dan Khataman Peringatan 100 Tahun Gontor

Tidak mudah bagi sebuah lembaga pendidikan swasta bertahan hingga 100 tahun, bahkan terus maju dan berkembang.

Saya mencatat ada dua kata kunci yang terulang-ulang dalam beberapa pidato sambutan Bapak-bapak Pimpinan Pondok KH. Hasan Abdullah Sahal dan KH. Amal Fathullah Zarkasyi, yaitu: WAKAF & KADERISASI.

Bahkan, kalimat pertama pidato Kiai Hasan adalah bahwa pondok ini telah diwakafkan oleh pendirinya, ini pondok wakaf. “Trimurti Pendiri Pondok sama sekali tidak ragu mewakafkan seluruh hartanya untuk pondok” demikian kalimat Kiai Hasan yang sangat berkesan itu. Tentu, kala itu, tak banyak pesantren atau lembaga pendidikan yang pendirinya berani mewakafkan seluruh asetnya , bahkan seluruh hidupnya untuk pondok.

Wakaf menjamin kelestarian dan keabadian aset fisik, karena sejatinya konsep wakaf adalah ‘menahan pokoknya dan mengalirkan manfaatnya’ (habsul asli wa tasbilul manfaat). Karenanya, aset wakaf tak boleh rusak atau berkurang, diwariskan, atau dijual.

Baca juga: Pimpinan PM Tazakka Hadiri Pengarahan Dan Pembinaan Penerima Beasiswa ASFA

Dengan demikian wakaf itu mengunci aset supaya aset tetap langgeng. Maka, Gontor yang dimulai dari 1,7 ha pada 1926, kini tanah wakafnya mencapai 1700 ha pada 2023, demikian penjelasan Kiai Hasan dalam pidatonya di hadapan ribuan orang di aula BPPM Gontor.

1700 ha adalah tanah wakaf Gontor. Bukan milik pribadi kiainya, atau keluarga pendiri, apalagi individu-individu. Gontor membentuk badan nadzir yang disebut Badan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor. Terdiri dari kumpulan individu-individu para alumni Gontor sendiri yang memiliki rekam jejak sebagai pribadi yang clear and clean dan memahami serta menjiwai nilai-nilai pondok.

Pimpinan Pondok menjadi mandataris dari Badan Wakaf ini. Dievaluasi dan dipilih kembali secara periodik oleh Badan Wakaf. Ini termasuk sistem kelembagaan dan kepemimpinan yang ‘diwakafkan’ oleh Trimurti Pendiri kepada generasi penerusnya.

Kiai Hasan bahkan menegaskan bukan saja tanah dan gedung-gedungnya yang diwakafkan, namun juga sistem dan tata nilainya, termasuk struktur organisasi dan manusianya. Ini lebih mengunci lagi, sebab bukan saja tangible asset yang dilindungi kelestariannya, namun juga intangible asset pun dengan demikian akan terjaga selalu.

Baca juga: PIMPINAN HADIRI RAKER FPAG PERINGATAN SATU ABAD GONTOR

Dalam istilah ushul fiqh, ini seperti at-tsawabith wal mutaghyyirat. Nilai-nilai dan sistem termasuk min at-tsawabith, tak boleh berubah. Wakaf sistem dan nilai-nilai. Luar biasa.

Kata kunci kedua adalah kaderisasi. Tanpa sumber daya manusia kader yang amanah, mumpuni dan kapabel mustahil lembaga ini bisa bertahan 100 tahun, apalagi maju pesat. Tentu, perjalanan panjang 100 tahun melewati berbagai rintangan, tikungan, naik turun tajam, dan lain sebagainya tidaklah mudah. Dan Gontor telah membuktikannya selama 100 tahun.

Gontor menyadari hal ini, maka ia siapkan sistem kaderisasi yang terstruktur dan by design. Kader dalam perspektif Gontor tak harus dari lingkaran keluarga pendiri, tapi terbuka bagi setiap santri Gontor yang amanah dan mumpuni serta mau mengabdikan dirinya sepenuhnya di pondok.

Di Gontor ada ‘Kader Bani’ dan ‘Kader Bina’ demikian istilah populer di kalangan alumni. Kader bani adalah kader-kader dari unsur dzurriyah kiai pendiri. Ini lazim di kalangan pesantren-pesantren sejak berabad-abad yang lalu. Termasuk di Pondok Modern Gontor. Inilah salah satu dimensi kultural pesantren.

Akan tetapi, di Gontor, tidak semua dzurriyah otomatis menjadi kader. Hanya yang benar-benar bersedia mewakafkan dirinya saja.

Baca juga: DIN SYAMSUDDIN KUNJUNGI TAZAKKA

Kader bina adalah kader-kader dari unsur santri yang bersedia lahir batin mewakafkan hidupnya kepada pondok. Skema kader bina ini terbuka untuk para santri Gontor. Para kiai biasanya akan mengamati dan memilih para santrinya yang terbaik untuk menjadi kadernya.

Di Gontor, kader bani dan kader bina memiliki peluang yang sama dalam lapangan perjuangan di pondok. Kata kuncinya adalah amanah, komitmen, dan kesungguhan dalam menegakkan nilai-nilai dan sistem yang ada di pondok. Kata kunci lainnya adalah kompetensi.

Ada fakta menarik di Gontor, yaitu bahwa kampus-kampus cabang yang berjumlah 20 kampus, hampir semuanya diasuh oleh para kader bina. Di UNIDA, Rektor adalah salah seorang putra KH. Imam Zarkasyi. Namun, para wakil rektornya adalah para kader bina. Termasuk, di tingkat dekanat dan seterusnya.

Perpaduan antara kader bani dan kader bina ini berjalan dengan sangat baik. Mengapa? Karena semuanya dibingkai dan diikat oleh sistem dan nilai-nilai. Bukan oleh kepentingan pribadi.

Ratusan kader telah mewakafkan dirinya untuk mengabdikan seluruh hidupnya di pondok. Mereka tak lagi memiliki cita-cita dan idealisme pribadi, namun menggantinya dengan cita-cita dan idealisme pondok. Tentu, tak mudah mengosongkan isi kepala seseorang lalu menggantinya dengan isi yang lain, kecuali karena didasari nilai-nilai keikhlasan dan loyalitas yang paripurna.

Baca juga: TAZAKKA MULAI UJIAN SEMESTER PERTAMA

Dalam pidatonya, Kiai Amal dan Prof. Hamid menegaskan bahwa pada 2026 nanti, tepat 100 tahun Gontor, UNIDA Gontor menargetkan memiliki 100 kader Doktor dan 10 kader Profesor. Itu untuk konteks UNIDA sebagai sebuah universitas yang pada tahun 2023 ini telah mendapatkan akreditasi unggul dari BAN-PT. Kata Prof. Hamid, dari sekitar 4000an perguruan tinggi di Indonesia hanya 60an saja yang berhasil mencapai akreditasi ‘Unggul’, salah satunya adalah UNIDA.

Karenanya, kaderisasi dijadikan salah satu Panca Jangka Pondok, inline dengan Pendidikan dan Pengajaran, Pergedungan, Pendanaan dan Kesejahteraan Keluarga para pejuang pondok.

WAKAF menjamin lestarinya aset dan sistem serta nilai-nilai; sedangkan kaderisasi by design menjamin keberlangsungan dan kemajuan lembaga melintas zaman.

Wakaf dan kaderisasi itulah, menurut saya, yang juga menjadikan Universitas Al-Azhar di Kairo bertahan hingga melampaui 10 abad. Hingga kini, Al-Azhar terus eksis dan berkembang memberi manfaat pada dunia. Dan Gontor, oleh Trimurti Pendirinya, menjadikan Al-Azhar sebagai salah satu sintesanya karena wakafnya.

Baca juga: Gandeng BWI Dan FPAG, Tazakka Adakan Uji Kompetensi Nazhir Wakaf

Semoga Gontor pun abadi melintas zaman menuju abad kedua dan abad-abad berikutnya, seperti halnya Al-Azhar.

Bagi saya, Gontor ibarat ‘smart-book’ yang selalu menginspirasi, khususnya bagi para alumninya yang mendirikan dan mengelola pesantren.

100 Tahun Gontor menjadi cermin dan perenungan bagi para kiai pesantren alumni: apakah pesantren kita mampu bertahan menuju 100 tahun? InsyaAllah, dengan ma’unah Allah, wakaf dan kaderisasi.***