KAIRO- Konferensi Internasional tentang Pembaharuan Pemikiran Islam digelar oleh Al-Azhar di Kairo 27-28 Januari 2020.
Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof. Din Syamsuddin sejak 26/1 berada di Kairo bersama Pimpinan Pondok Modern Tazakka Batang Jawa Tengah KH. Anizar Masyhadi. Konperensi diselenggarakan atas arahan Presiden Mesir Abdul Fattah As-sisi dan Syaikh Al-Azhar Prof. Dr. Ahmad Thoyyib. Konperensi dihadiri sekitar 300 tokoh ulama dan cendekiawan Muslim dari 41 negara. Dari Indonesia hadiri Prof. Quraish Shihab (Anggota Majelis Hukama Islam Dunia), Dr. TGB Zainul Majdi (Ketua Asosiasi Alumni Al-Azhar), Dr. Mukhlis Hanafi (Direktur Museum Al-Qur’an), Dr. Usman Syihab (Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Cairo).
Grand Syaikh Al-Azhar Prof. Dr. Ahmad At-Thoyyib dalam sambutan pembukaan konperensi menyampaikan ucapan selamat datang kepada para ulama, mufti dan cendikiawan dunia yang hadir. Menurut Syaikh At-Thoyyib, Islam dan pembaharuan selalu berjalan selaras dan beriringan, bahwa ajaran Islam terdapat tsawabith, hukum-hukum ibadah yang bersifat pasti tidak ada pintu ijtihad, seperti; sholat, puasa, zakat dan haji, namun terdapat yang bersifat mutaghayyir atau terdapat pintu ijtihad yang lebih luas.
Din Syamsuddin mendapat giliran berbicara pada sesi pertama setelah pembukaan bersama Syaikh Abdur Rahman Al-Khalifa (Presiden Dewan Islam Bahrain), dan Prof. Mohammad Husein Al-Mahrasawy (Rektor Universitas Al-Azhar) yang dipimpin oleh Prof. Akmal Ehsanoglu (Mantan Sekjen OKI dari Turki).
Din Syamsuddin dalam ceramahnya menjelaskan peran ormas-ormas Islam di Indonesia dalam pembaruan pemikiran Islam. Menurut Din, peran itu sangat nyata pada perumusan nilai-nilai dasar kebangsaan dan kenegaraan yang menghasilkan Dasar Negara Pancasila dan Konstitusi Negara UUD 1945. Keduanya menurut Din Syamsuddin, mengandung dan merupakan kristitalisasi nilai-nilai Islam. Pandangan ini pernah juga dinyatakan oleh Grand Syaikh Al-Azhar Prof. Ahmad Thoyib pada Pembukaan Pertemuan Tingkat Tinggi Ulama dan Cendekiawan Muslim di Bogor tentang Wasatiyyat Islam di Bogor pada Mei 2018, menurut Syaikh Al-Azhar yg menjadi pembicara kunci pada saat itu bahwa Pancasila bersifat Islami karena mengandung nilai-nilai Islam.
Tentang keislaman Pancasila dan UUD 1945, Din Syamsuddin lebih lanjut menjelaskan bahwa nilai ketuhanan, kemanusiaan, persaudaraan/persatuan, permusyawaratan, dan keadilan merupakan nilai-nilai Islam utama. Begitu pula, arsitektur ketatanegaraan dan pemerintahan Indonesia merupakan manifestasi pemikiran politik dalam paradigma Sunni. Menurut Din Syamauddin, Pancasila maupun UUD 1945 menampilkan prinsip jalan tengah Islam (Wasatiyyat Islam). Din Syamauddin memberikan tentang prinsip perekonomian konstitusional dalam Pasal 33 UUD 1945 merupakan jalan tengah karena tidak condong kepada kapitalisme dan juga sosialisme. Prinsip tersebut menekankan kegotongroyongan dan kekuargaan, dua ajaran Islam yg sentral.
Pada bagian lain pidatonya, Din Syamsuddin mengatakannya itulah antara lain yang mendorong dua ormas Islam besar, yaitu NU dan Muhammadiyah menegaskan bahwa Negara Pancasila adalah ideal dan final (NU), dan negara Pancasila merupakan Darul ‘Ahdi was Syahadah atau negara kesepakatan dan negara pembuktian (Muhammadiyah).
Penasehat Yayasan Pondok Modern Tazakka tersebut mengatakan kepada para ulama dan cendekiawan muslim yang hadir bahwa rancang bangun negara kebangsaan Indonesia merupakan ijtihad politik para pendiri bangsa yang di dalamnya terdapat sejumlah tokoh Islam. Pembaruan Pemikiran Islam, menurut Din Syamsuddin, perlu bersifat kontekstual dan mempertimbangkan latar sosio-historis dan sosial-budaya umat Islam. Khusus konteks Indonesia, Din menambahkan satu pertimbangan penting yakni faktor kemajemukan bangsa.
Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015 itu, di Indonesia hubungan agama dan negara bersifat simbiotis-mutualistis (saling memerlukan). Maka seyogyanya tidak terdapat ketegangan antara negara dan Islam atau umat Islam. Harmoni hubungan akan tetap terpelihara jika semua pihak mengamalkan Pancasila secara konsekwen dan konsisten.
Ceramah Din Syamsuddin tentang ijtihad Indonesiawi ttg hubungan Islam dan negara, dikaitkan dengan prinsip jalan tengah Islam mengundang komentar positif dari beberapa peserta, termasuk dari moderator Mantan Sekjen OKI Prof. Ekmal Ehsanoglu.
Kiai Anizar mengapresiasi peran Al-Azhar yang terus melakukan gerakan-gerakan positif menyatukan dunia Islam, serta terus memberikan pencerahan tentang moderasi Islam.
Sementara itu, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kairo Dr. Usman Syihab juga memberikan penilian positif, bahwa konperensi ini tepat diadakan oleh Al-Azhar yang memiliki kemampuan dan menjadi imam dalam gerakan moderasi pembaharuan pemikiran Islam. @hawin