SISTEM KULLIYATU-L-MU’ALLIMIN AL-ISLAMIYAH (KMI) DI PONDOK MODERN TAZAKKA

SISTEM KULLIYATU-L-MU’ALLIMIN AL-ISLAMIYAH (KMI)  DI PONDOK MODERN TAZAKKA

Sistem Mu’allimin atau KULLIYATU-L-MU’ALLIMIN AL-ISLAMIYAH (KMI) merupakan hasil “ijtihad” para pendiri Pondok Modern Gontor: K.H. Ahmad Sahal; K.H. Zainuddin Fannani; dan K.H. Imam Zarkasyi; yang dilakukan sejak tahun 1926, dalam rangka melakukan “modernisasi” terhadap sistem pendidikan pesantren sebagai “Indigenous Culture” (budaya asli) bangsa Indonesia, sehingga masyarakat kemudian menyebut Pondok Gontor dengan “Pondok Modern”.

Sepanjang hayatnya yang melewati 5 kurun waktu (masa penjajahan, masa awal kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru dan orde reformasi), para pendiri Pondok Modern Gontor tetap bertahan dengan sistem KMI secara konsekuen dan konsisten, ditengah-tengah berbagai perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan bangsa Indonesia. Bahkan para pendiri Pondok Modern Gontor berwasiat agar sistem KMI tetap dipertahankan sampai kapan pun, serta mengharapkan agar di Indonesia muncul seribu Gontor (KMI) atau lebih.

Harapan ini sesuai dengan harapan beberapa tokoh pendidikan nasional dan internasional yang pernah berkunjung ke Gontor dan mengetahui keunggulan sistem KMI. Sampai tahun 2014 ini, telah berdiri lebih dari 250 pondok pesantren di seluruh pelosok tanah air yang menggunakan sistem KMI.

KMI memang tidak sama dengan sekolah atau madrasah formal, seperti MTs dan MA atau SMP dan SMA atau Madrasah-madrasah Diniyah dan Salafiyah, tetapi secara substansial, KMI telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan seperti yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, bahkan dalam beberapa aspek melebihi standar tersebut.

Hal ini membuktikan bahwa sepanjang sejarahnya KMI telah mampu mencetak alumni-alumni yang berkualitas dan diakui keunggulannya, yang tersebar secara luas dalam berbagai bidang atau profesi, baik sebagai pakar, tokoh atau praktisi, baik di pemerintah­an (eksekutif, legislatif, yudikatif) maupun di tengah masyarakat bangsa dan dunia.

Salah satu bukti keunggulan tersebut, adalah bahwa sistem KMI telah mendapatkan pengakuan (mu’adalah; akreditasi) dari berbagai institusi atau universitas di luar negeri, seperti Al-Azhar University, Cairo; Islamic University, Madinah Al-Munawarah; University of The Punjab, Lahore, Pakistan; Al-Zaitun University, Tunisia; International Islamic University Islamabad, Pakistan; International Islamic University, Malaysia; University Kebangsaan Malaysia.

Bahkan sejak tahun 1998, Pemerintah Republik Indonesia secara resmi telah mengeluarkan “Pengakuan Penyetaraan” Ijazah KMI dengan Ijazah Madrasah Aliyah (MA) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), yaitu dengan SK. Dirjen Binbaga Islam Departemen Agama No. E.IV/PP.03.2/KEP/64/98 tanggal 28 Juli 1998; dan SK Menteri Pendidikan Nasional No. 105/O/2000 tanggal 29 Juni 2000. Menurut laporan terakhir, “Tim Penyetaraan KMI” yang dibentuk oleh Departemen Pendidikan Nasional telah mengeluarkan SK Pengakuan Penyetaraan serupa terhadap 17 KMI di seluruh Indonesia, dan masih banyak lagi KMI lainnya yang akan segera diakreditasi pada tahun mendatang.

Maka, alumni KMI pun dapat melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi baik negeri maupun swasta untuk bidang-bidang keilmuan umum, seperti kedokteran, teknik, farmasi, sospol, dan lain sebagainya. Telah banyak alumni KMI yang berprestasi di perguruan tinggi ternama di tanah air: UGM, UI, IPB, UNS, Undip, Unibraw, Unhas, UPI, UNY, dan lain sebagainya.

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, maka banyak pakar, tokoh dan praktisi pendidikan serta masyarakat umum yang mengharapkan agar sistem KMI/TMI “tetap dipertahankan keberadaannya dan kemandiriannya” sebagai salah satu sistem pendidikan alternatif yang mendapat pengakuan resmi dari Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui rekomendasi dari Badan Standar Nasional Pendidikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 93 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Sistem pendidikan dan pengajaran agama yang paling baik adalah Madrasah dalam Pondok Pesantren.”— Prof. Dr. A. Mukti Ali (Mantan Menteri Agama RI)