Panggilan Haji; KH. Anang Rikza Masyhadi, MA.

Panggilan Haji; KH. Anang Rikza Masyhadi, MA.

Saat-saat sekarang ini, di seantero tanah­ air, kita mulai menyaksikan kesi­bukan kaum muslimin dalam mempersiapkan acara ibadah tahunan, yaitu haji. Memang, kaum muslimin Indonesia merupakan kafilah haji terbesar di dunia dengan jumlah tiap tahunnya mencapai lebih dari 215 ribu jamaah. Bandingkan dengan Malaysia yang kuotanya hanya sekitar 26 ribu, sedangkan di sana yang telah mendaftar haji lebih dari 700 ribu orang; itu artinya di Malaysia orang harus rela menunggu sampai 26 tahun untuk pergi haji.

Berbondong-bondongnya kaum mus­limin untuk beribadah haji, selain karena haji merupakan rukun Islam yang kelima, sesungguhnya bertolak dari perintah Allah dalam surat Al-Hajj:27. “Dan panggillah manu­sia­ untuk­ mengerjakan haji, nis­caya mereka akan datang kepadamu dengan­ berjalan kaki, atau mengendarai unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh.”Ayat ini menceritakan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk menyeru manusia berhaji ke Baitullahdi Mekah. Dan benarlah janji Allah, sepanjang masa orang berbondong-bondong mengunjungi Tanah Suci dari berbagai pelosok bumi.

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Mujahid RA, Ikrimah RA, dan Said bin Jubair RA yang dikeluarkan oleh Ibnu Jarir RA dan Ibnu Hatim RA. Bahwa ketika menerima perintah ini, terjadi dialog antara Allah SWT dengan Nabi Ibrahim.“Ya Tuhanku, bagaimana cara aku menyampaikannya kepada manusia, sementara suaraku tidak mungkin menjangkau mereka di seluruh penjuru?”Kemudian, melalui Malaikat Jibril as, Allah SWT menjawab: “Panggil sajalah, urusan menyampaikan (panggilanmu) itu menjadi urusan Kami” (naadi wa ‘alainal balaagh).Kemudian, Nabi Ibrahim AS konon mencari tempat yang tertinggi di pegunungan Mekah —ada yang berpendapat di Bukit Shafa, dan ada pula yang berpen­dapat di Jabal Qubais, lalu berdiri dan berteriak keras menyeru manusia untuk beribadah haji; “Wahai manusia, Allah SWT telah menjadikan sebuah Rumah Suci, maka berhajilah kalian ke tempat itu.”­

Subhanallah, apa yang terjadi setelah­ itu? Suara kekasih Allah itu mem­buat gunung-gunung menunduk dan terde­ngar­lah suara itu ke seluruh penjuru bumi, kemudian Allah SWT memperdengarkan seruan itu kepada janin-­janin yang berada di rahim-rahim­ ibu­nya, dan begitu­ juga didengar­kan oleh seluruh­ tulang­ rusuk manusia di muka bumi, maka seketika itu menja­wablah seluruh­ makh­luk, termasuk be­batuan, tumbuhan­ dan lelum­­puran; mereka semua menjawab­ “labbaik Allahumma labbaik”(aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah,­ aku datang memenuhi panggilan-­Mu).­­

Berdasarkan ayat dan keterangan di atas, maka sesungguhnya tidak ada istilah “saya belum dipanggil” khususnya bagi orang-orang yang belum menunaikan ibadah haji ke Baitullah.­ Itu istilah yang salah kaprah yang turun-­temurun beredar di masyarakat. Orang yang belum berhaji, jika ditanya­ orang, jawab saja (misalnya), “Insya Allahsaya termasuk yang mendapat panggilan, dan sekarang saya sedang merancang kesiapan untuk itu dan sedang menunggu giliran keberangkatan.”

Panggilan itu sudah ada sejak ber­abad-abad yang lalu, baik melalui lisan Nabi Ibrahim AS maupun yang ditegaskan kembali melalui Rasulullah­ SAW. Hanya saja, ada orang yang setelah dipanggil tidak dapat memenuhinya karena faktor-faktor terten­tu; ekonomi, kesehatan maupun keamanan. Oleh karenanya, Allah SWT menegaskan, “Dan diantara kewajiban manusia kepada Allah ialah ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana” (QS. Ali Imran [3]:97)

Orang yang sesungguhnya telah mampu berhaji namun enggan mempersiapkan keberangkatannya, maka diancam oleh Allah SWT dengan siksa­ yang pedih, baik di dunia maupun di akhirat. Sebuah Hadis Qudsi, Abu Sa’id Al-Khudri r.a meriwayatkan, Rasulullah­ SAW bersabda, “Allah berfirman: Sesungguhnya seorang hamba­ yang Aku sehatkan badannya dan Aku luaskan kehidupannya (rezekinya),  ber­lalu dalam lima tahun namun be­lum­ mengunjungi-Ku pasti akan disulitkan rezekinya.”(hadis hasan,­ HR. Ibnu Hibban & Baihaqi)

Rasulullah SAW menjamin bahwa, “Seseorang tidak akan jatuh miskin karena­ pergi haji.”(HR. Thobaroni, Bazzar dan Baihaqi). Bahkan biaya naik haji akan dilipatgandakan oleh Allah SWT. “Nafkah yang dikeluarkan untuk pergi haji seperti nafkah yang dikeluarkan untuk jihad fi sabilillah, dilipatgandakan menjadi 700 kali lipat.”(HR. Ahmad, Thobarani, & Baihaqi)

Jadi, bagi yang merasa sudah mampu, jangan ditunda-tunda lagi, segera daftarkan diri untuk berhaji, dan ja­ngan pura-pura tidak mampu, karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang nampak dan apa yang tersembunyi dari diri kita. “Barangsiapa ingin berhaji, maka lakukanlah dengan segera. Sebab, boleh jadi nanti dia sakit, kendaraannya hilang atau ada keperluan lain.”(HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Orang yang masuk kategori mampu baik secara ekonomi, kesehatan maupun keamanan, namun belum berhaji hingga meninggal dunia, maka menurut Rasulullah sama dengan matinya orang kafir. Umar bin Khattab ra meriwayatkan dari Nabi SAW bahwa, “Barangsiapa telah mampu berhaji, namun tidak berhaji dan mati, sungguh itu seperti matinya seorang yahudi atau nasrani.”Mari kita berlindung dan mengharap kepada Allah SWT agar tidak mengalami seperti yang diancamkan oleh Nabi SAW .

 

Barangsiapa ingin berhaji, maka lakukanlah dengan segera. Sebab, boleh jadi nanti dia sakit, kendaraannya hilang atau ada keperluan lain.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).