FATHUL KUTUB: Membedah 24 Ribu Judul Kitab Klasik

FATHUL KUTUB: Membedah 24 Ribu Judul Kitab Klasik

TAZAKKA – Sebanyak 87 Santri Kelas Akhir KMI Tazakka baru saja menyelesaikan program Fathul Kutub selama sepuluh hari, mulai tanggal 22 sampai dengan 31 Januari 2019. Kurang lebih 24 ribu judul kitab klasik atau kitab turast sukses dibedah; 4000 judul dalam bentuk hardcopy di perpustakaan manual, dan sekitar 20 ribu judul lainnya dalam bentuk digital library baik software Maktabah Syamilah, Maktabah Jami'ah maupun e-book yang lainnya.

Kegiatan Fathul Kutub diawali dengan seminar-seminar dan pelatihan metodologi selama dua hari. Yaitu seminar ilmu-ilmu Al-Quran, ilmu-ilmu hadis, ushul fiqh, dan pelatihan dasar metodologi riset.  Menghadirkan narasumber kompeten yaitu Dr. H. Zahrul Fata, Lc., MA, KH. Ahmad Suharto, M.Pd, KH. Oyong Sufyan, Lc., MA, KH. M. Bisri, S.H.I, M.Si dan juga Pengasuh Pondok KH. Anang Rikza Masyhadi, MA. 

Fathul Kutub merupakan kegiatan tahunan untuk santri kelas akhir. Setiap hari mereka diberi pertanyaan dalam bidang tafsir, hadis, aqidah, dan fiqh, dan diwajibkan menemukan jawabannya di dalam kitab-kitab itu. 

Menurut KH. M. Bisri, SHI, M.Si selaku Direktur KMI, bahwa dalam Fathul Kutub kali ini terdapat 192 pertanyaan dalam empat disiplin keislaman yaitu tafsir, hadis, aqidah dan fiqh yang dibagikan kepada 87 santri akhir itu.

"Mereka dibagi kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang per kelompok, dan tiap hari diberi soal minimal satu soal untuk diselesaikan, tapi yang cepat bisa dua soal hingga tiga soal" ungkapnya.

Soal-soal yang diberikan pun tergolong sulit untuk ukuran mereka, lanjut Kiai Bisri. Seperti, misalnya: hukum kelahiran in vitro, hukum euthanasia,, hukum konsumsi narkoba, hukum nikah lewat video call, tafsir makna "al-birr", dan lain sebagainya.

"Tekniknya, setelah mendapat soal, mereka memetakannya dalam kategori bidang ilmu, setelah itu mendata kitab apa saja yang bisa dirujuk, lalu scanning teks dan skimming daftar isi dan indeks buku, setelah itu melakukan teknik membaca cepat, setelah itu baru merekonstruksinya menggunakan teori-teori ushul fiqh, mustholahul hadis, dan lain-lain" paparnya.

"Semua kitab 95 persen dalam bahasa Arab dan 5 persen saja dalam bahasa Inggris, dan setelah menemukan jawabannya lalu disusun dalam bentuk naskah sesuai metodologi penulisan, lalu dipresentasikan, jadi jika mereka tak paham soalnya apa, atau paham tapi tidak tahu masuk dalam bidang disiplin ilmu apa, ya pasti akan muter-muter kebingungan saja, karena yang dihadapi adalah 4000 judul kitab dan 20 ribu judul lainnya dalam digital library, " imbuhnya.

Ustadz Farid Subhan, S.H.I, Panitia Fathul Kutub berpendapat senada. Untuk membuka digital library, misalnya program maktabah syamilah saja yang standar, mereka harus cermat menentukan kata kunci yang tepat, sebab tanpa kata kunci yang tepat akan sangat kesulitan menemukan jawaban diantara 20 ribu judul kitab. "Apalagi setiap soal, paling tidak memerlukan telaah terhadap 10 sampai 15 judul kitab" tukasnya.

Disinilah, kata Farid, mereka diajari banyak skill: mulai dari skill scanning, skimming, menemukan arti tersurat dan arti tersirat dari idiom-idiom bahasa Arab yang dibaca, skill meringkas, meresume, sekaligus skill mengutarakan jawaban dalam presentasi dan skill menjawab pertanyaan temannya secara cerdas.

Fathul Kutub ini melibatkan penuh pihak Dar El-Hikmah Library, Tazakka yang dipimpin oleh Ustadz Thoni Kuswoyo, S.Th.I. "Untuk mendukung Fathul Kutub, kami menyiapkan sekitar 4000 koleksi kitab dan 15 komputer yang telah diprogram digital library."

"Saat ini kitab-kitab koleksi di Dar El-Hikmah Library ada sekitar 4000an judul kitab, sebagian besar adalah wakaf dari Penerbit dan Percetakan Darussalam Press Kairo sebanyak 1300 judul, wakaf dari para santri karena tiap tahun ada alokasi dana wakaf buku, wakaf dari Kedubes Saudi, dan dari para masayikh Damaskus, Libanon, maupun Mesir yang berkunjung ke Tazakka " jelasnya.

Kiai Bisri menjelaskan bahwa Fathul Kutub bertujuan supaya santri Tazakka mengenal karya ulama klasik atau yang biasa disebut dengan istilah "Kitab Kuning" sekaligus menepis anggapan bahwa santri pondok modern tidak bisa baca kitab kuning.

"Definisi 'bisa baca kitab kuning' di Tazakka adalah mampu membaca dan menelaah kitab-kitab berbahasa Arab itu, paham isinya, mampu menerangkannya dalam bahasa Arab, dan menjawab pertanyaan temannya dalam bahasa Arab. Jadi, Fathul Kutub disamping memperkenalkan khazanah klasik karya agung ulama salaf, juga menguji kemampuan berbahasa Arab santri baik dalam memahami kitab maupun saat presentasi dan diskusi," jelasnya.

Senada, KH. Anang Rikza Masyhadi, MA saat memberikan keynote speaker dalam Seminar menegaskan bahwa kegiatan seperti ini layaknya kegiatan para alim dan fuqaha, bahkan seperti layaknya seorang mufti besar. "Apa yang dilakukan para fuqaha, para mufti dan juga kegiatan-kegiatan di lembaga-lembaga riset dan fatwa, ya seperti ini persis seperti yang kalian lakukan hari-hari ini, memahami masalah, membaca, menelaah, merumuskan jawaban dan menyampaikannya ke publik" terang Kiai Anang.

Sebagai penutup dan output, Fathul Kutub diakhiri dengan Munaqosyah 'Ammah di hadapan seluruh santri dan guru. Narasumbernya dipilih 6 orang dari siswa kelas akhir.

Tidak hanya itu, Kiai Anang memberi forum kepada para santri lainnya untuk presentasikan hasil Fathul Kutub di beberapa majelis, yaitu di Pengajian Umum Ahad Pagi di Masjid Az-Zaky Tazakka dan Pengajian Malam Selasa Yagis Pekalongan. @alam

www.tazakka.or.id