Baik dan Buruk Tidak Sama

Baik dan Buruk Tidak Sama

Tazakka – Dalam sebuah ayat, Allah SWT berfirman: “Katakanlah: Tidak sama antara yang baik dengan yang buruk, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu. Maka, bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang berakal agar kamu mendapatkan keberuntungan” (Qs. Al-Maidah [5]: 100)

Ayat ini menjelaskan kepada kita beberapa kaidah penting dalam kehidupan. Pertama, perintah kepada kita untuk membuat pembedaan yang tegas antara yang baik dan yang buruk; yang benar dan yang salah. Jangan mengaburkannya, apalagi campur-adukkan keduanya.

Jangan pula membolak-balikkan keduanya: yang baik dipandang buruk; yang buruk dipandang baik. Dengan demikian, ayat ini jelas pesannya: ikuti dan kerjakan yang baik; tinggalkan yang buruk.

Sebagaimana halnya beda antara iman dan kafir; taat dan maksiat; halal dan haram, amanah dan khianat; keadilan dan kedzaliman, dan lain sebagainya. Itu semua perbedaan antara baik dan buruk, antara benar dan salah.

Kedua, redaksi ayat: “Meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu…” mengisyaratkan bahwa keburukan bisa jadi jumlahnya banyak dan seringkali terasa mempesona dan melenakan, sehingga memperdaya kita.

Contoh: mendapatkan uang banyak dengan cara haram, menipu, berzina, narkoba, dan lain sebagainya. Perbuatan-perbuatan itu sepintas seperti mudah dan enak dilaksanakan, sehingga sering melenakan, meskipun hakekatnya adalah keburukan dan dosa.

Ketiga, bahwa menurut Al-Quran baik-buruk tidak ditentukan dari banyaknya. Jadi, suatu keburukan meskipun dilakukan oleh banyak orang, ia tetaplah sebagai keburukan.

Misalnya, meskipun mayoritas orang melakukan korupsi dan kecurangan dalam mendapatkan harta, kecurangan dalam pilkada, seks bebas, dan lain sebagainya, maka bukan berarti menjadi pembenaran atas tindakan keburukan tersebut.

Andaikata semua orang menganggap lumrah perbuatan curang, maka satu dua orang yang tetap dalam kejujurannya itulah yang benar.

Andaikata semua orang mengatakan suap-menyuap adalah hal lumrah dan melakukannya, maka yang tidak menyuap itulah yang tetap dalam kebenarannya.

Andaikata semua orang muslim mengatakan Al-Quran sudah tidak relevan, sunnah tidak perlu lagi diikuti, maka yang tetap berpegang teguh pada ajaran dan perintah Al-Quran dan Sunnah Nabi itulah yang benar.

Dosa tetaplah dosa meskipun semua orang melakukannya! Oleh karenanya, kita jangan tertipu, jangan silau, dan jangan terpengaruh. Istiqomahlah dalam kebaikan!

Dalam hal kebenaran, mayoritas bukanlah ukuran. Jika mayoritas orang bertelanjang ria, maka orang yang tetap mengenakan busana rapi menutup aurat di tengah-tengah orang telanjang dialah yang benar!

Jika mayoritas memilih menjadi gila sehingga kegilaan dianggap sebagai kewajaran, maka orang yang waras tetaplah sebagai yang benar!

Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka & mereka hanyalah membuat kebohongan.” (Qs. Al-An’am [6] : 116)

Artinya, Al-Quran menegaskan sekali lagi bahwa belum tentu mengikuti kebanyakan orang itu menjadikannya benar. Malah bisa jadi akan menyesatkannya.

Maka, sekali lagi, ukuran baik buruk, benar salah, bukan pada banyak atau sedikitnya yang melakukannya. Maka, istiqomahlah dalam kebaikan dan kebenaran, meskipun sedikit yang melakukannya. Tetaplah menjadi orang baik dan benar, meskipun hanya sendirian.

Untuk menilai baik dan buruk, salah dan benar, jangan mengambil ukuran tindakan orang-orang di jalan. Sebab, belum tentu benar. Akan tetapi, ambillah ukurannya dari petunjuk-petunjuk dalam Al-Quran maupun Sunnah Nabi SAW.

Maka, kebaikan dan kebenaran itu soal kualitas, bukan soal kuantitas.

Sesungguhnya Al-Quran ini menunjukkan kepada jalan yg benar dan lurus.” (Qs. Al-Isra [17]:9)

Maka, apa-apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, ambillah! Dan apa-apa yang dilarangnya, tinggalkanlah. Semoga menjadi orang-orang yang beruntung.

Serial Kultum Ramadhan #6

K.H. Anang Rikza Masyhadi, MA 
Pondok Modern Tazakka Batang Jateng