Melalui Mu’adalah: Legalitas Pesantren Disetarakan

Melalui Mu’adalah: Legalitas Pesantren Disetarakan

Koordinator Nasional Gerakan “Ayo Mondok”, KH Luqman Harits Dimyathi meng­ajak kalangan pesantren untuk pandai­ bersyukur. Sebab sekarang ini pesantren dan kitab kuning­ sebagai pilar utamanya mempunyai hak yang sama dalam sistem pendidikan nasional.

“Kita patut bersyukur, karena negara sudah hadir. Ijazah lulusan pesantren kini legalitasnya telah diakui pemerintah,” kata Kiai Luqman dalam seminar bertema Prospek Pesantren dalam Sistem Pendidikan Nasional yang digelar di Pondok Modern Tazakka Bandar Batang, Jawa Tegah, Rabu (1/6) malam.

Pengasuh Pesantren Tremas Pacitan­ itu menjelaskan, perjuangan para pengasuh pesantren untuk mendapatkan legalitas dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama hingga diterbitkanya Peraturan Menteri Agama (PMA) No 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam dan PMA No 18 Tahun 2014 tentang Satuan Pendidikan Mu'adalah pada pondok pesantren, dilakukan setelah melewati proses panjang dan berliku.

“Sejak tahun 2004, kami bergelut dengan pasal-pasal. Tarik menarik kepen­tingan. Kami bersama para kiai terus mengawal dan memperjuangankan PMA ini dengan berdarah-darah,” ungkapnya dengan nada berapi-api dihadapan 200 kiai muda pengasuh pesantren se-Jawa Tengah.

Hingga tahun 2014 lalu, imbuh Kiai Luqman,­ pesantren benar-benar mendapatkan payung hukum (regulasi) yang jelas, yaitu dengan terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) No 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam. PMA ini merupakan bentuk penghargaan dari pemerintah kepada pesantren.

“Regulasi yang ada kemudian diperkuat dengan terbitnya PMA No 18 tahun 2014 tentang Satuan Pendidikan Mu'adalah pada pondok pesantren. Dimana pesan­tren berhak mengembangkan kurikulum sesuai kekhasan pesantren masing-masing dengan basis kitab kuning,” jelas Sekretaris Forum Komunikasi Pesantren Mu'adalah se-Indonesia­ itu.

Satuan pendididikan mu'adalah terdiri atas dua jenis, Salafiyah yang berbasis kitab kuning dan Mu’allimin yang berbasis dirasah islamiyah. PMA tentang satuan mu'adalah ini pada akhirnya berhasil menyatukan dan memperkuat peran pesantren salaf dengan pesantren modern, yang selama ini antara keduanya terdapat tembok pemisah.

“Hikmahnya melalui penyusunan PMA ini, antara pesantren salafiyah dengan pesantren modern menjadi sangat solid,” ungkapnya.

Katib Syuriyah PBNU itu menekankan pentingnya menjaga jatidiri pesan­tren melalui penerapan PMA tentang sa­tuan pendidikan mu'adalah. Kepada para pengasuh pesantren, ia berpesan untuk tetap istiqamah menjaga kitab kuning dan dirasah islamiyyah sebagai kurikulum sekaligus kekhasan pesantren.

“Pesantren jangan mempersulit diri sendiri, setelah adanya PMA mu'adalah ini pesantren tetap bisa mengajarkan kitab ku­ning sebagai kurikulumya dan lulusan pesan­trenya dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi karena ijazahnya sudah diakui oleh negara,” pungkasnya.

Silaturahmi yang digelar di Pondok Modern­ Tazakka Bandar Batang diikuti sekitar 200 pengasuh pesantren di Jawa Tengah. Tampak hadir dalam acara pembukaan Wakil Bupati Batang Soetadi, Wakil Bupati Kendal Masrur Masykur, Pembina Pondok Tazakka Dr. H. Muzammil Basyuni,­ dan Peng­asuh Pondok Modern Tazakka­ KH Anang Rikza Masyhadi, MA.

Selain KH Luqman Harits Dimyathi, beberapa tokoh hadir sebagai narasumber, antara lain Habib Luthfy Bin Yahya, KH. Hasyim Muzadi, Gus Idror Maimun Zubair dari Sarang, dan Gus Akhomadhien dari Al-Hikmah, Brebes.
(Zaenal Faizin/Zunus) [sumber: http://www.nu.or.id/

“Hikmahnya melalui penyusunan PMA ini, antara pesantren salafiyah dengan pesantren modern menjadi sangat solid"

— KH. Luqman Haris Dimyathi