Membentuk Pemimpin Tangguh

Membentuk Pemimpin Tangguh K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi

K.H. Abdullah Syukri ZarkasyiK.H. Abdullah Syukri ZarkasyiKaum muslimin saat ini menghadapi berbagai tantangan. Oleh sebab itu, kita harus menyiapkan diri sendiri, keluarga, orang-orang kita, masyarakat, dan anak-anak didik kita, supaya kita terlindung dari lima hal:

1.  Pendangkalan Agama

2.  Pemecah-belahan umat

3.  Pengurasan dan pengurangan dana untuk kepentingan Islam

4.  Pemudaran,   bahkan   perusakan  kultur Islam

5.  Eliminasi pemimpin umat yang diidolakan

Dalam tataran praktisnya, kita melihat bagaimana unsur-unsur umat Islam diarahkan untuk saling menjatuhkan. Elit pemimpin kita yang memang sudah terpecah belah ini, masih terus dipecah belah lagi. Kita berusaha menyampaikan masalah ini kepada beberapa tokoh, baik yang datang kesini ataupun yang kita temui. Pertanyaannya adalah, siapa yang sebenarnya memecah belah umat? Ataukah, watak kita memang seperti itu? Atau, ada pihak luar yang sengaja melakukannya supaya Indonesia menjadi lemah?

Bagi kita, untuk menangkal upaya destruktif itu, lembaga pendidikan dan santri-santri kita bekali dengan aqidah yang kuat, agar mereka punya daya dorong, daya suai (bisa menyesuaikan dengan keadaan dan kultur orang lain), dan yang ketiga, punya daya tahan. Tujuannya, supaya bisa tahan terhadap godaan jabatan, wanita, dan harta; tahan terhadap madzahibul haddamah (aliran-aliran sesat), dan lain sebagainya.

Dengan demikian, kita tidak hanya mampufighting (menyerang), tetapi juga sanggup bertahan. Bertahan yang bagaimana? Bukan bertahan dari serangan, tetapi bertahan dari kejenuhan. Mungkin, suatu saat, kejenuhan itu ada. Untuk mengatasinya, harus ada dinamika yang lebih, ” Tidak! Saya tidak boleh bosan, saya harus begini, saya harus cari kerjaan lain”. Harus bisa meningkatkan dinamika. Jika bosan menulis I’dad (modul pelajaran), cobalah berjalan-jalan sekitar sepuluh menit, seperempat jam, setengah jam, atau satu jam, kemudian menulis I’dad dan besoknya mengajar dengan sebaik-baiknya.

Karena kondisi badan kita berbeda, maka kita mesti menjaga fisik supaya batin kita juga baik. Karena seperti kata pepatah, al-aqlus salim fil jismis salim (akal yang lurus terdapat pada tubuh yang sehat). Artinya, kita dituntut harus selalu prima. Bagaimana caranya? Banyak faktor yang menentukan, antara lain, tidur, pola makan, olah raga dan lain sebagainya.

Kesehatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas seorang pemimpin. Kalau seorang pemimpin tidak sehat, tidak berpikiran jernih, bagaimana jadinya? Untuk itu, kita mesti berusaha menyehatkan badan dengan menyeimbangkan olahraga, istirahat, tidur dan makan. Jangan berlebihan dalam satu hal, tidur misalnya. Tidak baik tidur lebih dari tujuh jam dalam sehari, karena tujuh jam itu sudah cukup.

Kita harus menjaga kesehatan. Akan tetapi, sehat tanpa pekerjaan dan amalan tidak ada artinya. Begitu juga sebaliknya. Hidup ini tidak ada artinya tanpa kesehatan. Dan, kesehatan yarig baik tidak ada artinya tanpa amalan yang baik pula, maka keduanya harus seimbang.

Selain masalah kesehatan dan daya tahan tubuh, diperlukan juga daya kreatifitas. Bagaimana kita berkreasi untuk umat dan agama kita, termasuk memimpin pesantren? Memimpin apa pun juga membutuhkan kreatifitas. Mengenai perjuangan di pondok, orang yang jauh dari nilai religius mungkin berpikir, apa yang kita dapatkan dari pekerjaan ini? Apa yang kita dapatkan dari pondok? Padahal, dalam prinsip kita, hidupilah orang lain maka Allah akan menghidupi kita; tolonglah orang lain maka Allah akan menolong kita; majukanlah pondok maka Allah akan menolong kita; bantulah murid-murid maka Allah akan menolong kita; bahkan menolong keluarga dan anak-anak kita.

Bentuk pertolongan Allah bermacam-macam. Tidak hanya berupa harta, tapi juga kesehatan, kebaikan dan masih banyak lagi. Rasulullah SAW mengajarkan,

 

وَاللهُ فِى عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ

“Allah akan menolong hamba-Nya selama dia menolong saudaranya”

Banyak umat Islam yang hapal hadis ini, tapi jarang yang menerapkannya. Di Gontor, masalah ini dimengerti sekaligus diterapkan dalam dinamika kehidupan ala pondok. Alhasil, pemimpin yang dilahirkan dari Gontor punya daya tahan dan daya kreatifitas yang menonjol.